Mirisnya, para wanita lah yang sering mengunggah
foto vulgar mereka ke dunia maya. Seperti kejadian di Samarinda, beredar foto
mahasiswi sebuah universitas di Samarinda yang dengan mempertontonkan
payudaranya. Foto tidak sopan itu pun beredar luas ke berbagai media sosial
seperti Instagram, Facebook, hingga ke pesan instan WhatsApp Messenger.
Foto perempuan berhijab tetapi membuka baju pada
bagian dada, berlatar belakang salah satu arena di GOR Madya Sempaja Samarinda,
Jalan KH Wahid Hasyim, beredar dalam sepekan terakhir.
Pengamat sosial, Devie Rachmawati menyayangkan
perilaku tersebut. Menurutnya selain minimnya pengetahuan etik ber 'media
sosial' gaya hidup artis menjadi salah satu kontributor para wanita sering
mengunggah foto yang diharapkan bisa membuat mereka menjadi terkenal.
"Pengaruh budaya popularitas seperti para
selebritis yang menggunakan pakaian vulgar juga jadi alasan mengapa sekarang
ini banyak yang mengunggah foto-foto seperti itu," ujar Devie saat
dihubungi merdeka.com, Kamis (19/5).
Tidak hanya gaya hidup paar selebrtitas, video klip
para musisi juga menyumbang para wanita khususnya pengguna awam media sosial
mengekspos bagian tubuh mereka. Terlebih lagi jika video klip itu berasal dari
musisi yang diidolakan.
"Banyak kan di video-video klip tuh ada adegan di
ranjang misalnya atau yang mengenakan celana pendek macem-macem lah yah,"
imbuhnya.
Selain meniru gaya hidup para selebritis, mereka
yang mengunggah vulgar bagian tubuh mereka tidak lain karena tidak memiliki
kepercayaan diri. Para pengunggah khususnya wanita, pasti akan merasa
'tercantik' jika hasil unggahannya itu dikomentari dengan berbagai macam
komentar apalagi jika ada yang memuji hasil unggahannya itu.
Dia mengimbau hidup di era digital seperti sekarang
ini bukan alasan tidak kenal dengan etika berinternet ria karena menurutnya
para wanita yang sering mengunggah foto syur hampir dipastikan hanya sebagai
'budak' teknologi. Apalagi yang namanya teknologi, lanjut Devie, seperti album
selamanya bagi khalayak umum tidak kenal lagi yang namanya privasi meski
semisalnya akun tersebut protected.
"Media sosial, apapun namanya tetap saja sosial
di dunia maya. Saat kita melakukan noda di media sosial itu akan terkenang oleh
seluruh masyarakat, itu akan terkenang seumur hidup," tandasnya.
Peran orang tua dan lingkungan keluarga juga
berperan aktif dalam membuka wawasan menggunakan media sosial. Dia menuturkan
jika seorang anak 'gagal' menggunakan teknologi khususnya media sosial hal itu
sama saja menunjukan orang tua lah yang gagal karena tidak memberi pemahaman
tentang beretika di dunia maya.
"Tidak ada alasan kalau anak gagal, itu
orangtuanya yang telah gagal," tandasnya.