Sebagai wujud rasa cinta tanah air, setiap warga negara menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Masalah kerukunan perlu dilakukan pembinaan. Mengapa perlu dilakukan hal tersebut?
Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk) - Di era globalisasi ini banyak tantangan memang bagi negeri kita, namun kesadaran berbangsa dan bernegara sudah selayaknya rakyat dan pemerintah untuk bersama sama memberikan pemahaman bagi rakyatnya, khususnya kaum muda. Pemerintah ikut bertanggung jawab mengemban amanat untuk memberikan kesadaran berbangsa dan bernegara bagi warganya, bila rakyat bangsa Indonesia sudah tidak memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara, maka ini merupakan bahaya besar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, yang mengakibatkan bangsa ini akan jatuh ke dalam kondisi yang sangat parah bahkan jauh terpuruk dari bangsa-bangsa yang lain yang telah mempersiapkan diri dari gangguan bangsa lain.
Mengingat
kondisi bangsa kita sekarang, merupakan salah satu indikator bahwa warga bangsa
Indonesia di negeri ini telah mengalami penurunan kesadaran berbangsa dan
bernegara. Hal ini bisa kita lihat dari berbagai daerah sering bergejolak
diantaranya tawuran antar warga, perkelaian pelajar, ketidakpuasan terhadap
hasil pilkada, perebutan lahan pertanian maupun tambang, dan lain-lain.
Kesadaran Berbangsa dan Bernegara mempunyai makna bahwa individu yang
hidup dan terikat dalam kaidah dan naungan di bawah Negara Kesatuan RI harus
mempunyai sikap dan perilaku diri yang tumbuh dari kemauan diri yang
dilandasasi keikhlasan/kerelaan bertindak demi kebaikan Bangsa dan Negara
Indonesia.
Berbagai
masalah yang berkaitan dengan kesadaran berbangsa dan bernegara sebaiknya
mendapat perhatian dan tanggung jawab kita semua. Sehingga amanat pada UUD 1945
untuk menjaga dan memelihara Negara Kesatuan wilayah Republik Indonesia serta
kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan.
Di
lain sisi Kerukunan umat beraga di Indonesia masih banyak menyisakan masalah.
Banyak masalah yang berlatar belakang agama antara lain dipicu oleh konflik
atau kekerasan antar atau internal umat beragama karena perbedaan keyakinna
atau kaidah, pendirian tempat ibadah dan penggunaan simbol-simbol untuk
kepentingan tertentu sehingga menimbulkan reaksi atau penolakan serta
perlawanan dari kelompok lain. termasuk didalamnya adalah penggunaan agama
untuk tujuan politik sangat rawan terhadap kekerasan sosial. Kasus-kasus
intoleransi yang berupa konflik antar dan internal umat beragama yang muncul
terkait dengan hal ini belum bisa terhapus secara tuntas. Kasus penyerangan
jemaah Ahmadiyah di Cikeusik, kasus kerusuhan bermuatan SARA (suku, agama, ras
dan antar golongan) di Ambon, tolikara, dan lainnya masih menyisakan masalah.
Hal ini tentu menjadi keprihatinan bersama diama banyak kerusuhan yang terjadi
karena agama, masyarakat Indonesia tidak menjunjung tinggi lagi rasa toleran.
Jika
melihat beberapa kasus diatas tentu ini menjadi keprihatina bersama, dimana
banyak kekacauan yang terjadi di Indonesia karena tidak terjaganya kerukunan
antar umat beragama. Kekerasan dan diskriminasi antar umat beragama di Indonesia
ini membuat negara dianggap tidak aman untuk melakukan rutinitas, dan
ritual-ritual keagamaan. Ada beberapa pendapat mengatakan bahwa keanekeragaman
agama yang ada di Indonesia membuat masyarakat Indonesia memiliki paham yang
berbeda-beda sesuai dengan yang diajarkan oleh agamanya masing-masing.
Perbedaan ini timbul karena adanya dokrin-dokrin dari agama-agama dan dari
minoritas dan mayoritas.
Sebab
terjadinya konflik antar umat beragama di Indonesia yaitu masalah mayoritas dan
minoritas. Adanya perbedaan mayoritas dan minoritas menjadi faktor timbulnya
konflik atar umat beragama. Untuk mengatasi semua ini perlu adanya kesadaran
dari bahwa tidak ada yang namanya mayoritas maupun minoritas karena kita semua
mempunyai hak yang sama sebagai warga negera di Indonesia ini, karena jika
adanya perbedaan seperti ini tentu itu memberikan skat-skat antar umat beragama
sehingga membuat kerukunan beragama menjadi tidak terjalin dengan baik. Maka
dari itu untuk terus menjaga kerukunan antar umat beragama di Indonesia diperlukan
perspektif agama Buddhisme untuk menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia.
Kerukunan
beragama adalah keadaan hubungan antarumat beragama yang dilandasi toleransi,
saling pengertian dan saling menghormati dalam pengamalan ajaran agama serta kerjasama
dalam kehidupan bermasyarakat. Eksistensi kerukunan ini sangat penitng, di
samping karena merupakan keniscayaan dalam konteks perlindungan hak asasi
manusia (HAM), juga karena kerukunan ini menjadi prasyarat bagi terwujudnya
integrasi nasional, dan integrasi ini menjadi prasyarat bagi keberhasilan
pembangunan nasional.
Kerukunan
umat beragama itu ditentukan oleh dua faktor, yakni sikap dan prilaku umat
beragama serta kebijakan negara/pemerintah yang kondusif bagi kerukunan. Semua
agama mengajarkan kerukunan ini, sehingga agama idealnya berfungsi sebagai
faktor integratif. Dan dalam kenyataannya, hubungan antarpemeluk agama di
Indoensia selama ini sangat harmonis. Hanya saja, di era reformasi, yang
notabene mendukung kebebasan ini, muncul berbagai ekspresi kebebasan, baik
dalam bentuk pikiran, ideologi politik, faham keagamaan, maupun dalam ekspresi
hak-hak asasi. Dalam iklim seperti ini mucul pula ekspresi kelompok yang
berfaham radikal atau intoleran, yang walaupun jumlahnya sangat sedikit tetapi dalam
kasus-kasus tertentu mengatasnamakan kelompok mayoriras.
Sebagai
bangsa Indonesia sudah memiliki landasan utama dalam membina kerukunan hidup
beragama, baik yang bersifat filosofis yaitu ideologi negara Pancasila maupun
yang prakmatis yakni pembangunan bangsa. Namun realita yang terjadi saat ini
Pancasila dijadika sebagai penyebab terjadinya kekacauan antar umat beragama di
Indonesia. untuk menyikapi hal ini harus di gulirkan terus abhwa sejatinya
Pancasila (dan “gotong royong” sebagai perasaannya) sudah final menjadi
filsafah negara. Kesejahteraan umum hidup beragama di Indonesia hanya bisa
diwujudkan bisa semua umat beragama mengedepankan semangat kegotongroyongan.
Membina
kerukunan hidup beragama bukan hanya sekedar mempertahankan keadaan statis,
dengan mencegah timbulnya konflik dan ketegangan. Kerukunna hidup beragama yang
diharapkan adalah suatu kondisi sinamis yang merupakan bagian dari tumbuhnya
kesadaran umat beragama, sehingga merupakan pembinaan yang berkelanjutan.
Kerukunna hidup beragama tidak dapat diwujudkan dari sikap fanatisme buta dan
sikap masa bodoh terhadap hak dan perasaan orang lain, melainkan dari sikap
menghargai dan lapang dada antara yang satu dengan yang lainnya. Ini merupakan
sikap dan prinsip kita sebagai bangsa dengan semboyan Bhenika Tunggal Ika yang
setuju dalam perbedaan dengan seluruh aspirasi, keyakinna, kebiasaan dan pola
hidupnya. Segala persoalan yang terjadi di lingkungan interen umat beragama
hendaknya dapat diselesaikan dengan semangat kerukunnan, tenggang rasa dan kekeluargaan
sesuai dengan nilai-nilai luhur agama masing-masing dan falsafah negara yaitu
Pancasila.
Kerukunan
antar umat beragama adalah suatu bentuk hubungan yang harmonis dalam dinamika
pergaulan hidup bermasyarakat yang saling menguatkan yang di ikat oleh sikap
pengendalian hidup dalam wujud:
1.
Saling hormat menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya.
2.
Saling hormat menghormati dan berkerjasama intern pemeluk agama, antar berbagai
golongan agama dan umatumat beragama dengan pemerintah yang sama-sama
bertanggung jawab membangun bangsa dan Negara.
3.
Saling tenggang rasa dan toleransi dengan tidak memaksa agama kepada orang
lain.
Dengan
demikian kerukunan antar umat beragama merupakan salah satu tongkat utama dalam
memelihara hubungan suasana yang baik, damai, tidak bertengkar, tidak gerak,
bersatu hati dan bersepakat antar umat beragama yang berbeda-beda agama untuk
hidup rukun.
Dijelaskan
Dalam pasal 1 angaka (1) peraturan bersama Mentri Agama dan Mentri Dalam No.9
dan 8 Tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas Kepala Daerah/Wakil Daerah
dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat
beragama, dan pendirian rumah ibadat.
Kerukunan
antar umat beragama adalah hubungan sesama umat beragama yang dilandasi
toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam
pengalaman ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara didalam Negara kesatuan kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Memahami
pengertian kerukunan umat beragama, tampaknya peraturan bersama diatas
mengingatkan kepada bangsa Indonesia bahwa kondisi kerukunan antar umat
beragama bukan hanya tercapainya suasana batin yang penuh toleransi antar umat
beragama, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mereka bisa saling
berkerjasama membagun kehidupan umat beragama yang harmonis itu bukan sebuah
hal yang ringan. Semua ini haarus berjalan dengan hatihati mengingat agama
sangat melibatkan aspek emosi umat, sehingga sebagai mereka lebih cenderung
dengan kebenaran dari pada mencari kebenaran. Meskipun sudah banyak sejumlah
pedoman telah digulirkan, pada umumnya masih sering terjadi gesekan-gesekan
dalam menyiarkan agama dan pembangunan rumah ibadah.
Ada
lima kualitas kerukunan umat beragama yang perlu dikembangkan, yaitu: nilai
relegiusitas, keharmonisan, kedinamisan, kreativitas, dan produktivitas.
Pertama:
kualitas kerukunan hidup umat beragama harus merepresentasikan sikap religius
umatnya. Kerukunan yang terbangun hendaknya merupakan bentuk dan suasana
hubungan yang tulus yang didasarkan pada motf-motif suci dalam rangka
pengabdian kepada Tuhan. Oleh karena itu, kerukunan benar-benar dilandaskan
pada nilai kesucian, kebenaran, dan kebaikan dalam rangka mencapai keselamatan
dan kesejahteraan umat.
Kedua:
kualitas kerukunan hidup umat beragama harus mencerminkan pola interaksi antara
sesama umat beragama yang harmonis, yakni hubungan yang serasi,”senada dan
seirama”, tenggang rasa, saling menghormati, saling mengasihi, saling
menyanyangi, saling peduli yang didasarkan pada nilai persahabatan,
kekeluargaan, persaudaraan, dan rasa rasa sepenanggungan.
Ketiga:
kualitas kerukunan hidup umat beragama harus diarahkan pada pengembangan
nilai-nilai dinamik yang direpresentasikan dengan suasana yang interaktif,
bergerak, bersemangat, dan gairah dalam mengembalikan nilai kepedulian,
kearifan, dan kebajikan bersama.
Keempat:
kualitas kerukunan hidup umat beragama harus diorientasikan pada pengembangan
suasana kreatif, suasana yang mengembangkan gagasan, upaya, dan kreativitas
bersama dalam berbagai sector untuk kemajuan bersama yang bermakna.
Kelima:
kualitas kerukunan hidup umat beragama harus diarahkan pula pada pengembangan
nilai produktivitas umat, untuk itu kerukunan ditekankan pada pembentukan
suasana hubungan yang mengembangkan nilai-nilai sosial praktis dalam upaya
mengentaskan kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan, seperti mengembangkan
amal kebajikan, bakti sosial, badan usaha, dan berbagai kerjasama sosial
ekonomi yang mensejahterakan umat.
Dalam
menciptakan kerukunan antar umat beragama dapat dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut:
1.
Saling tenggang rasa menghargai dan toleransi antar umat beragama.
2.
Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu.
3.
Melaksanakan ibadah sesuai dengan agamanya.
4.
Memetuhi peraturan keagamaan baik dalam agamanya maupun peraturan Negara atau
Pemerintah.
Ada
beberapa pedoman yang digunakan untuk menjalin kerukunan antar umat beragama
yaitu:
1. Saling menghormati.
Setiap
umat beragama harus atau wajib memupuk, melestarikan dan meningkatkan
keyakinannya. Dengan mempertebal keyakinan maka setiap umat beragama akan lebih
saling menghormati sehingga perasaan takut dan curiga semakin hari bersama
dengan meningkatkan taqwa, perasaan curiga dapat dihilangkan
Rasa
saling menghormati juga termasuk menanamkan rasa simpati atas kemajuan-kemajuan
yang dicapai oleh kelompok lain, sehingga mampu menggugah optimis dengan
persaingan yang sehat. Di usahakan untuk tidak mencari kelemahan-kelemahan
agama lain, apalagi kelemahan tersebut dibesar-besarkan.
2. Kebebasan Beragama.
Setiap
manusia mempunyai kebebasan untuk menganut agama yang disukai serta situasi dan
kondisi memberikan kesempatan yang sama terhadap semua agama. Dalam menjabarkan
kebebasan perlu adanya pertimbangan sosiologis dalam arti bahwa kenyataan
proses sosialisasiberdasarkan wilayah, keturunan dan pendidikan juga
berpengaruh terhadap agama yang dianut seseorang.
3. Menerima orang lain apa adanya.
Setiap
umat beragama harus mampu menerima seseorang apa adanya dengan segala kelebihan
dan kekurangannya, melihat umat yang beragama lain tidak dengan persepsi agama
yang dianut. Seorang agama Kristen menerima kehadiran orang Islam apa adanya
begitu pula sebaliknya. Jika menerima orang Islam dengan persepsi orang Kristen
maka jadinya tidak kerukunan tapi justru mempertajam konflik.
4. Berfikir positif.
Dalam
pergaulan antar umat beragama harus dikembangkan berbaik sangka. Jika orang
berburuk sangka maka akan menemui kesulitan dan kaku dalam pergaul apa lagi
jika bergaul dengan orang yang beragama.
Dasar berbaik sangka adalah saling tidak percaya. Kesulitan yang besar
dalam dialog adalah saling tidak percaya. Selama masih ada saling tidak percaya
maka dialog sulit dilaksanakan. Jika agama yang satu masih menaruh prasangka
terhadap agama lain maka usaha kearah kerukunan masih belum memungkinkan. Untuk
memulai usaha kerukunan harus dicari di dalam agama masing-masing tentang
adanya prinsip-prinsip kerukunan.
Tujuan Kerukunan Antar Umat
Beragama
Dari
pengertian kerukunan umat beragama adalah hubungan sesama umat beragama yang
dilandasi toleransi, saling mengerti, saling menghargai satu sama lain tanpa
terjadinya benturan dan konflik agama. Maka pemerintah berupaya untuk
mewujudkan kerukunan hidup beragama dapat berjalan secara harmonis, sehingga
bangsa ini dapat melangsungkan kehidupannya dengan baik .
Adapun
tujuan kerukunan hidup beragama itu diantaranya sebagai berikut:
Untuk
meningkatkan keimanan dan ketakwaan keberagamaan masing-masing pemeluk agama
Masing-
masing penganut agama adanya kenyataan agama lain, akan semakin mendorong untuk
menghayati dan sekaligus memperdalam ajara-ajaran agamanya serta semakin
berusaha untuk mengamalkannya. Maka dengan demikian keimanan dan keberagamaan
masing-masing penganut agama akan dapat lebih meningkatkan lagi. Jadi semacam
persaingan yang bersifat positif, bukan yang bersifat negatif. Persaingan yang
sifatnya positif perlu dikembangkan.
Untuk
mewujudkan stabilitas nasional yang mantap
Dengan
terwujudnya kerukunan hidup beragama, maka secara praktis ketegangan-ketegangan
yang ditimbulkan akibat perbedaan paham yang berpangkal pada keyakinan
keagamaan dapat dihindari. Dapat dibayangkan kalau pertikainan dan perbedaan
paham terjadi di antara pemeluk agama yang beraneka ragam ini, maka ketertiban
dan keamanan nasional akan terganggu. Tapi sebaliknya kalau antar pemeluk agama
sudah rukun, maka hal yang demikian akan dapat mewujudkan stabilitas nasional
yang semakin mantap.
Menunjang
dan mensukseskan pembangunan
Dari
tahun ke tahun pemerintah senantiasa berusaha untuk melaksanakan dan
mensukseskan pembangunan dari segala bidang. Usaha pembangunan akan sukses
apabila didukung dan ditopang oleh segenap lapisan masyarakat. Sedangkan
apabila umat beragama selalu bertikai, saling curiga-mencurigai tentu tidak
dapat mengarahkan kegiatan untuk mendukung serta membantu pembangunan. Bahkan
dapat berakibat sebaliknya, yakni bisa menghambat usaha pembangunan itu
sendiri. Membangun dan berusaha untuk memakmurkan bumi ini memang sangat
dianjurkan oleh agama Islam. Untuk memperoleh kemakmuran, kebahagiaan, dan
kesuksesan dalam segala bidang. Salah satu usaha agar kemakmuran dan
pembangunan selalu berjalan dengan baik, maka kerukunan hidup beragama perlu
kita wujudkan demi kesuksesan dan berhasilnya pembangunan disegala bidang
sesuai dengan apa yang telah dituangkan dalam (garis-garis besar haluan negara)
GBHN.
Memelihara
dan mempererat rasa persaudaraan
Rasa
kebersamaan dan kebangsaan akan terpelihara dan terbina dengan baik, bila
kepentingan pribadi atau golongan dapat dikurangi. Sedangkan dalam kehidupan
beragama sudah jelas kepentingan kehidupan agamanya sendiri yang menjadi titik
pandang kegiantan.
Bila
hal tersebut di atas tidak disertai dengan arah kehidupan bangsa dan negara,
maka akan menimbulkan gejolak sosial yang bisa mengganggu keutuhan bangsa dan
negara yang terdiri dari penganut agama yang berbeda, karena itulah kerukunan
hidup beragama untuk memelihara persatuan dan kesatuan bangsa harus
dikembangkan. Memelihara dan mempererat persaudaraan sesama manusia atau dalam
bahasa ukhwahnya insaniah sangat diperlukan bagi bangsa yang majemuk/plural
dalam kehidupan keberagamanya. Dengan terlihatnya ukhuwah insaniah tersebut maka
percekcokan dan perselisihan akan bisa teratasi.Itulah antara lain hal-hal yang
hendak dicapai oleh kerukunan antar umat beragama dan hal tersebut sudah tentu
menghendaki kesadaran yang sungguhsungguh dari masing-masing penganut agama itu
sendiri.
Upaya Menjaga
Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Menjaga
persatuan dan kesatuan Bangsa sangatlah penting.
Terlebih di tengah kondisi masyarakat yang beragam, persatuan dan kesatuan
harus senantiasa dijunjung tinggi sebagai upaya menghindari timbulnya
perpecahan maupun konflik antar golongan masyarakat. Makna
pentingnya persatuan dan kesatuan sangat erat kaitannya dengan perjuangan
kemerdekaan yang sudah diraih bangsa Indonesia. Mengingat hal itu, maka
masyarakat menjadi tidak mudah terombang-ambing dan memiliki keteguhan untuk
hidup berdampingan.
Peran
serta masyarakat sangat diperlukan dalam rangka mewujudkan Integrasi Nasional dalam menjajaga
persaruan dan kesatuan bangsa. Adapun peran
serta masyarakat yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1.
Tidak membeda-bedakan
keberagaman misalnya pada suku, budaya, daerah dan sebagainya
2.
Menjalankan
ibadah sesuai dengan keyakinan dan agama yang dianutnya
3.
Membangun
kesadaran akan pentingnya integrasi nasional
4.
Melakukan gotong
royong dalam rangka peningkatan kesadaran bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara
5.
Menggunakan
segala fasilitas umum dengan baik
6.
Mau dan bersedia
untuk berkerja sama dengan segenap lapisan atau golongan masyarakat
7.
Merawat dan
memelihara lingkungan bersama-sama dengan baik
8.
Bersedia memperoleh
berbagai macam pelayanan umum secara tertib.
9.
Menjaga
kelestarian lingkungan dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.
10.
Mengolah dan
memanfaatkan kekayaan alam guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.
11.
Menjaga keamanan
wilayah negara dari ancaman yang datang dari luar maupun dari dalam negeri.
12.
Memberi
kesempatan yang sama untuk merayakan hari besar keagamaan dengan aman dan
nyaman
13.
Berpartisipasi
dalam berbagai kegiatan yang dilakukan dalam masyarakat dan pemerintah
14.
Menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa
15.
Bersedia untuk
menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Refleksi/ Pemaknaan atas Hasil Kajian Modul
Setiap
negara yang ingin tetap eksis maka akan mendidik warganya menjadi orang yang
cerdas dan baik. Oleh karena itu masyarakat sangat mendambakan generasi mudanya
dipersiapkan untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan
negaranya. Keinginan tersebut lebih tepat disebut sebagai perhatian yang terus
tumbuh, terutama dalam masyarakat demokratis. Banyak sekali bukti yang menunjukkan
bahwa tak satu pun negara, termasuk Indonesia, telah mencapai tingkat pemahaman
dan penerimaan terhadap hak dan tanggung jawab di antara keseluruhan
warganegara untuk terus mendukung kehidupan demokrasi konstitusional.
Berdasarkan
pendalaman materi pada modul Moderasi Beragama pada kegiatan belajar 3 tentang
wawasan kebangsaan saya akhirnya dapat mengimplementasikan sikap Wawasan
Kebangsaan dalam dunia pendidikan diseleraskan dengan pekerjaan saya sebagai
Guru Pendidikan Agama Katolik.
Upaya
peningkatan wawasan kebangsaan melalui pendidikan telah diatur menurut
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3
menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab. Dengan demikian tujuan pendidikan tidak hanya
menghasilkan peserta didik yang memiliki kemampuan intelektual semata, namun
juga pada jangka panjang pendidikan bertujuan untuk membentuk watak,
karakter peserta didik agar menjadi warga negara Indonesia yang baik
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 di semua satuan pendidikan karena nantinya
merekalah generasi penerus yang akan menjadi pemimpin bangsa.
Tantangan
pendidikan ke depan memang tidak ringan, bahkan bisa dibilang sangat riskan,
kompleks, dan semrawut (chaos),
apalagi dengan kondisi politik, eksekutif, legislatif, dan yudikatif seperti
yang kita saksikan sekarang ini, sehingga wawasan kebangsaan dalam pendidikan
merupakan paradigma baru untuk bangkit dan ke luar dari keterpurukan tersebut.
Hal ini penting, karena perubahan kurikulum dan pendekatan pembelajaran tidak
akan efektif ketika dimensi kultural yang memengaruhi cara
berpikir guru dan peserta didik dalam
melakukan pendidikan tidak diubah. Dalam kerangka
inilah perlunya “Revolusi Mental dalam pendidikan terutama dalam pendidikan
wawasan kebangsaan”; khususnya revolusi mental guru, yang tentu
saja harus dibarengi revolusi mental kepala sekolah dan
pengawasnya; bahkan peserta didik, dan warga sekolah lainnya; sehingga memiliki
pandangan yang jauh ke depan, untuk menggapai
kehidupan yang hakiki di masa yang akan datang.
Pendidikan
wawasan kebangsaan harus dilakukan sesuai dengan visi dan misi pendidikan
nasional. Pelaksanaannya dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai
Pancasila dalam setiap mata pelajaran, dan dapat dilakukan dalam setiap
kegiatan pembelajaran mulai dari kegiatan eksplorasi, elaborasi, sampai dengan
tahap konfirmasi. Perwujudannya di sekolah menuntut guru, kepala sekolah, dan
pengawas untuk memerankan dirinya secara aktif dan kreatif, agar dapat
melahirkan ide-ide baru yang fantastis, antara
lain melalui berbagai kegiatan sebagai
berikut.
a. Memberikan
motivasi kepada peserta didik agar dapat berpartisipasi secara aktif dalam
seluruh kegiatan di sekolah; untuk menanamkan nilai : empati, peduli, dan
percaya diri.
b. Menjadi
narasumber dan fasilitator dalam menghadapi
berbagai permasalahan peserta didik; untuk menanamkan
nilai : sabar, peduli, dan santun.
c. Membantu
menyelesaikan masalah peserta didik khususnya masalah belajar dengan cara yang
efektif dan benar; untuk menanamkan nilai : peduli, dan kebersamaan.
d. Memberikan
informasi dan motivasi kepada para peserta didik untuk bereksplorasi lebih jauh
dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi; untuk
menanamkan nilai : semangat dan cinta ilmu.
e. Memberikan
acuan kepada peserta didik untuk melakukan refleksi dalam setiap kegiatan
pendidikan dan pembelajaran; untuk menanamkan nilai : kritis dan
teliti
Sudah
menjadi asumsi bersama bahwa keberhasilan
pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh guru sebagai pengendali
pembelajaran (who is behind the classroom). Menyadari hal tersebut, pemerintah
senantiasa berupaya untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitas guru
melalui berbagai strategi, salah satunya adalah
peningkatan kesejahteraan guru melalui
program sertifikasi. Namun sayang, survei Bank Dunia menunjukkan
bahwa sertifikasi guru ternyata tidak mengubah perilaku dan praktik
mengajar guru serta belum meningkatkan prestasi guru dan peserta didik secara
signifikan (Kompas, 18 Desember 2012).
Oleh karena itu sejalan dengan tulisan yang dibuat oleh
Madhan (2013) yang mengemukan bahwa
guru yang berusaha mengimplementasikan wawasan kebangsaan dalam pelaksanaan
pembelajaran sejarah melalui materi yang berhubungan dengan wawasan kebangsaan
dan menggunakan metode pembelajaran yang beragam. Dengan menggunakan metode
yang bisa mengaktifkan peserta didik, maka akan mempermudah proses implementasi
wawasan kebangsaan dalam pembelajaran sejarah.