Langkah-langkah yang Perlu Ditempuh untuk Menghapus Rantai Kekerasan (Moderasi Beragama 4)

Langkah-langkah yang Perlu Ditempuh untuk Menghapus Rantai Kekerasan (Moderasi Beragama 4)

Kekerasan di tengah masyarakat banyak kita saksikan terjadi di mana-mana. Kekerasan terjadi baik secara verbal maupun nonverbal. Kekerasan fisik dan kekerasan lainnya akan terus ada dalam kehidupan bersama bahkan kehidupan beragama. Bagaimana menghapus mata rantai kekerasan sehingga dunia atau bangsa kita menjadi bangsa yang damai, rukun dan penuh ketentraman? 

 


Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk)Saat ini tindak kekerasan menjadi suatutindakan alternatif ketika keinginan dan kepentingan suatu individu atau kelompok tidak tercapai. Terlebih lagi di Indonesia, kekerasan melanda di segala aspek kehidupan baik sosial, politik, budaya, bahkan keluarga. Meskipun tindakan ini secara nyata membawa kerugian yang besar bagi semua pihak, angka terjadinya kekerasan terus meningkat. Oleh karena itu, dibutuhkan berbagai upaya untuk mencegah semakin membudayanya tindak kekerasan tersebut. Langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk menghapus rantai kekerasan antara lain :

 

1.      Menciptakan pemerintahan yang baik

Sebagian besar kekerasan yang terjadi di indonesia dikarenakan cara kerja pemerintah yang kurang memuaskan. Perasaan tidak puas mendorong masyarakat melakukan tindak kekerasan sebagai wujud protes. Oleh karena itu, menciptakan pemerintahan yang baik merupakan salah satu upaya tepat dan utama mengatasi kekerasan. Pemerintah harus menyusun strategi dan kebijakan yang dirasa adil bagi rakyat sehingga rakyat dapat memenuhi setiap kebutuhan hidupnya tanpa ada perasaan tidak adil.

 

2.      Penegakan hukum secara adil dan bersih

 

Sistem hukum yang tidak tegas dapat mempengaruhi munculnya tindak kekerasan. Hal ini dikarenakan perasaan jengkel ketika keputusan hukum mudah digantikan dengan kekuatan harta. Sedangkan mereka yang tidak berharta diperlakukan kasar serta tidak manusiawi. Kejengkelan melihat ketidakadilan ini mendorong munculnya tindak kekerasan. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan penataan sistem penegakan hukum yang adil dan tegas agar mampu mengurangi angka kekerasan yang terjadi.

 

3.      Kampanye Antikekerasan

 

Dilakukannya kampanye anti kekerasan secara terus menerus mendorong individu untuk lebih menyadari akan akibat dari kekerasan secara global. Melalui kampanye, setiap masyarakat diajak untuk berperan serta dalam menciptakan suatu kedamaian. Dengan kedamaian individu mampu berkarya menghasilkan sesuatu untuk kemajuan. Dengan kata lain, kekerasan mendatangkan kemunduran dan penderitaan, sedangkan tanpa kekerasan membentuk kemajuan bangsa.

 

 

4.      Mengajak masyarakat untuk menyelesaikan masalah sosila dengan cara bijak

Dalam upaya ini, pemerintah mempunyai andil dan peran besar. Secara umum, apa yang menjadi tindakan pemimpin, akan ditiru dan diteladani oleh bawahannya. Jika suatu negara menjauhkan segala kekerasan dalam menyelesaikan suatu masalah sosial, maka tindakan ini akan diikuti oleh segenap warganya. Dengan begitu, semua pihak berusaha tidak menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah yang akhirnya membawa kedamaian dalam kehidupan sosial.

Refleksi/ Pemaknaan atas Hasil Kajian Modul

Dari Modul Moderasi Beragama Khususnya Kegiatan Belajar 4 tentang Anti Kekerasan saya dapat mengukur apakah segala perilakunya selama ini sudah mencerminkan sikap anti-kekerasan atau belum, berkomitmen untuk melakukan sikap anti-kekerasan dalam kehidupannya tiap hari di berbagai kesempatan dan tingkatan. Dan pada implementasinya saya dapat melibatkan diri dalam gerakan-gerakan yang secara khusus mempromosikan dan mengajarkan sikap anti-kekerasan di segala bidang kehidupan.

Kekerasan yang dilakukan di lingkungan satuan pendidikan maupun antar satuan pendidikan, dapat mengarah kepada suatu tindak kriminal dan menimbulkan trauma bagi peserta didik. Pusat terjadinya anak mendapatkan perlakuan kekerasan di satuan pendidikan karena melakukan kesalahan yang biasanya dilakukan pada lingkungan keluarga yang tidak mencegah perlakuan tersebut sehingga anak tersebut sampai ke lingkungan satuan pendidikan secara langsung anak mendapatkan tindakan kekerasan dari lingkungan sebagai korban atau melakukan kekerasan sebagai pelaku. Faktor terjadinya kekerasan atau pelanggaraan terhadap hak hak anak adalah tidak dimilikinya pendidikan atau pengetahuan religi yang memadai. Kekerasan di sekolah banyak berasal dari sesama teman. Namun jika menekan pada hubungan antara anak dengan orang dewasa, pelaku kekerasan yang dominan adalah para guru, terlepas dari soal motivasi tindakan kekerasan mereka, apakah mengajar atau menghajar. Kemudian dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan dilakukan upaya pencegahan, penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dengan kenyataan dan problem sosial yang terjadi. Bila hal ini dilakukan,sudah tentu para peserta didik yang dihasilkan dari pendidikan akan gagap menghadapi kehidupannya sendiri. Bahkan, proses pendidikan seakan menjadi tidak berarti. Oleh karena itu, Freire menggunakan konsep Problem Possing Education dalam pendidikan membebaskan yang diterapkan. Sebuah pendidikan yang dikonsep untuk bisa menghadapi masalah yang terjadi agar anak didik mampu menghadapi realitas sosial. Adapun tindakan pencegahan yang dilakukan oleh satuan pendidikan yaitu, menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang bebas dari tindakan kekerasan.

Membangun lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan, serta jauh dari tindak kekerasan antara lain dengan melakukan kegiatan dalam rangka pencegahan tindak kekerasan, wajib menjamin keamanan, keselamatan dan memberikan kenyamanan bagi peserta didik dalam pelaksanaan kegiatan/pembelajaran di sekolah maupun kegiatan sekolah di luar satuan pendidikan, dan wajib segera melaporkan kepada orangtua dan wali ketika ada tindak kekerasan yang terjadi pada peserta didik. Sedangkan ketika telah terjadi hal yang tak di inginkan seperti tindak kekerasan yang selama ini dicegah oleh pihak satuan pendidikan telah diberitahukan bahwa untuk menanggulangi kasus seperti itu ada berbagai proses dan cara, yaitu wajib memberikan pertolongan dan melaporkan kepada orang tua setiap tindak kekerasan yang melibatkan peserta didik baik sebagai korban maupun sebagai pelaku. Kemudian dilakukan identifikasi fakta kejadian tindak kekerasan dalam rangka penanggulangan tindak kekerasan peserta didik. Menindaklanjuti kasus secara proporsional sesuai dengan tingkat tindak kekerasan yang dilakukan. Serta memberikan rehabilitas kepada siswa baik sebagai korban atau sebagai pelaku kekerasan.

Di sini saya akan merefleksi cara memutus mata rantai Kekerasan di Sekolah berdasarkan fakta yakni Pada bulan Juni 2022, dunia pendidikan di kejutkan dengan kabar yang menyedihkan. Terjadi kasus kekerasan yang dilakukan sejumlah siswa kepada siswa lainnya, di salah satuan pendidikan di Kotamobagu. Kasus kekerasan tersebut bahkan mengakibatkan korban meninggal dunia. Korban sempat bercerita dugaan penganiayaan terjadi di dalam area satuan pendidikan pada siang hari selepas ujian. Kasus ini telah ditangani oleh pihak kepolisian. 

Kekerasan di sekolah bukan pertama kali ini terjadi. Berdasarkan data yang ada, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sebanyak 17 kasus kekerasan dengan melibatkan murid dan guru terjadi selama 2021. Kasus kekerasan tersebut terjadi di dalam lingkungan sekolah, tapi ada juga kekerasan berbentuk tawuran pelajar; terjadi di luar sekolah namun melibatkan murid sekolah.

17 kasus kekerasan bukanlah jumlah yang sedikit, karena idealnya kasus kekerasan sama sekali tidak terjadi atau 0 kasus kekerasan. Perlu dicermati pula bahwa tahun 2021, sebagian aktivitas belajar mengajar dilakukan dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di mana siswa belajar dari rumah dan keberadaan di sekolah lebih sedikit dibanding sebelum pemberlakukan PJJ,  sehingga seharusnya kasus kekerasan di sekolah dapat ditekan atau  dihilangkan sama sekali. 

Pada tahun 2019, di mana aktivitas belajar mengajar masih berjalan normal, kasus kekerasan yang diketahui jumlahnya jauh lebih besar. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 153 pengaduan kekerasan fisik dan psikis di lingkungan sekolah sepanjang 2019. Kasus kekerasan di sekolah bahkan menimbulkan korban jiwa baik siswa maupun guru (Anadolu Agency).

Tindak kekerasan di sekolah juga berdampak buruk bagi siswa yang menjadi korban tindak kekerasan. Menurut Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Sekolah Dasar yang diterbitkan oleh Direktorat Sekolah Dasar, semua jenis kekerasan terhadap anak akan menyebabkan gangguan psikologis, emosional dan terkadang fisik, terutama jika terjadi dalam jangka waktu panjang.

Semakin dini anak mengalami kekerasan, mereka akan semakin tinggi risiko terdampak dari kekerasan tersebut. Kekerasan fisik yang parah dapat menyebabkan kerusakan otak, kecacatan fisik, kesulitan belajar dan kelambatan pertumbuhan. Penelantaran dapat menyebabkan kegagalan atau terhambatnya perkembangan dan pertumbuhan anak. Kekerasan seksual yang parah dapat menyebabkan kerusakan fisik selain juga masalah psikologis yang serius. Jika anak dibiarkan berada dalam situasi kekerasan, hal ini akan memberikan dampak yang serius terhadap masa depan dan perkembangan emosional, sosial, pendidikan dan psikologis mereka. 

Sebagai langkah pencegahan dan penanggulangan kasus kekerasan di sekolah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah membuat regulasi yaitu dengan menerbitkan  Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Peraturan tersebut mengatur upaya pencegahan, penanggulan dan juga sanksi bagi pelaku tindak kekerasan. Adapun yang dimaksud tindak kekerasan pada peraturan tersebut antara lain adalah pelecehan, perundungan, penganiayaan, perkelahian, perpeloncoan, pemerasan, pencabulan, pemerkosaan, tindak kekerasan atas dasar diskriminasi terhadap SARA, dan tindak kekerasan lainnya seperti yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 

Meski peraturan tentang pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di satuan pendidikan telah diterbitkan, kasus kekerasan masih saja terjadi dari tahun ke tahun. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi dunia pendidikan untuk menyelesaikannya. Dalam perspektif kebijakan publik, untuk menyelesaikan sebuah permasalahan publik dibutuhkan upaya mencari penyebab permasalahan sesungguhnya. Apa yang tampak menjadi permasalahan saat ini adalah sebuah gejala yang perlu dianalisis untuk mencari akar masalah dan merumuskan rekomendasi kebijakannya. 

Salah satu penyebab terjadinya kekerasan secara umum adalah pelaku merasa leluasa untuk melakukan tindak kekerasan. Hal ini terjadi karena pengawasan yang lemah. Kembali ke konteks tindak kekerasan di sekolah, pengawasan yabg lemah juga menjadi salah penyebab terjadinya tindak kekerasan di sekolah. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Arief Rahman, seorang tokoh pendidikan, menurutnya tindak kekerasan di sekolah terjadi lantaran minimnya pengawasan sekolah. 

Senada dengan hal tersebut, Menteri Pedayagunaan Perempuan dan Perlindungan Anak meminta satuan pendidikan tidak perlu menunggu terjadinya kekerasan, untuk memperketat pengawasan terhadap potensi perundungan di sekolah. Menurutnya pihak yang terlibat dalam pengelolaan satuan pendidikan bertanggung jawab untuk menjamin hak-hak anak dalam lingkungan sekolah terpenuhi. Jangan menunggu ada kasus kekerasan, baru pengelola satuan pendidikan menyadari perlunya melakukan pengawasan (medcom). 

Namun bukan hanya sekolah yang dapat berperan dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di sekolah. Pemerintah Daerah dan Pemerintah mempunyai andil untuk meujudkan dunia pendidikan tanpa tindak kekerasan. Hal ini seperti yang tertuang dalam Permendikbud 82/2015 yang menyebutkan peran Pemerintah Daerah dan Pusat dalam hal pencegahan, penanggulangan, dan juga sanksi terhadap tindak kekerasan di satuan pendidikan. 

Dengan demikian pengawasan yang dilakukan adalah pengawasan yang berjenjang oleh satuan pendidikan, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah. Satuan pendidikan dapat melakukan pengawasan terhadap aktivitas di sekolah maupun  kegiatan sekolah di luar satuan pendidikan untuk menjamin  keamanan,  keselamatan dan kenyamanan  bagi  peserta  didik  dalam  pelaksanaan kegiatan/pembelajaran  di  sekolah.

Pengawasan juga dapat dilakukan satuan pendidikan dengan menciptakan lingkungan  satuan  pendidikan  yang bebas dari tindak kekerasan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperketat pengawasan melalui CCTV terutama pada bangunan sekolah yang didesain secara tertutup, gelap, serta jauh dari keramaian.

CCTV juga dapat ditempatkan pada area yang banyak diakses publik seperti gerbang masuk, tempat parkir, perpustakaan, lapangan, ruang laboratorium, ruang guru, dan  di dalam kelas. Lalu bagaimana dengan satuan pendidikan yang belum mampu menghadirkan fasilitas CCTV? Satuan pendidikan dapat memaksimalkan peran tim pencegahan tindak kekerasan yang telah dibentuk Kepala Sekolah. Tim pencegahan tindak kekerasan dapat melakukan pengawasan ekstra dengan melakukan patroli pada tempat-tempat dan waktu yang rawan akan tindak kekerasan di sekolah.

Pemerintah Daerah dapat berperan dengan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tindakan pencegahan, penanggulangan dan pelaksanaan sanksi yang telah di lakukan satuan pendidikan di wilayahnya. Pemerintah Daerah dapat memastikan antara lain apakah sekolah sudah membentuk tim pencegahan tindak kekerasan, sudah menyusun dan menerapkan prosedur operasional standar pencegahan tindak kekerasan, melaporkan  kepada  aparat  penegak  hukum setempat  apabila  terjadi tindak  kekerasan yang mengakibatkan  luka  fisik  yang  cukup  berat/cacat fisik/kematian, dan memberikan  sanksi  kepada  pelaku tindak kekerasan. Ini rangka pembinaan berupa teguran lisan/teguran tertulis/tindakan lain yang bersifat edukatif. Pengawasan yang dilakukan dapat disertai sanksi apabila satuan pendidikan tidak melakukan hal yang menjadi tugasnya.

Pemerintah Pusat dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tindakan pencegahan, penanggulangan dan pelaksanaan sanksi yang telah dilakukan Pemerintah Daerah di wilayahnya. Pemerintah Pusat dapat memastikan antara lain apakah Pemerintah Daerah telah membentuk gugus pencegahan tindak kekerasan, membentuk  tim penanggulangan untuk melakukan  tindakan  awal  penanggulangan  tindak kekerasan yang  dilaporkan oleh satuan  pendidikan atau  pihak  lain yang  mengakibatkan  luka  fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian, dan memfasilitasi  satuan  pendidikan  dalam  upaya melakukan penanggulangan tindakan kekerasan. Pengawasan yang dilakukan dapat disertai sanksi apabila Pemerintah Daerah tidak melakukan hal yang menjadi tugasnya. 

Pentingnya pengawasan juga ditekankan oleh KPAI. KPAI mendorong Pemerintah untuk melakukan monitoring dan evaluasi terkait implementasi dari Permendikbud Nomor 82 tahun 2015 tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan di satuan pendidikan. Karena dari hasil pengawasan KPAI di sejumlah sekolah yang terdapat kasus kekerasannya ternyata pihak sekolah tidak mengetahui Permendikbud tersebut.

Selain itu Dinas-Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama di kabupaten dan kota dan Provinsi untuk melakukan pembinaan dan pengawasan secara berimkala terhadap sekolah, madrasah, pondok pesantren untuk memastikan perlindungan anak-anak dari berbagai bentuk kekerasan di satuan pendidikan.

Pengawasan berjenjang diharapkan akan berhasil menekan angka kekerasan di sekolah atau bahkan menghilangkannya sama sekali. Pemberian sanksi yang tegas berdasarkan hasil pengawasan dapat menjadi lecutan agar semua pihak dapat berupaya maksimal mencegah dan menanggulangi tindak kekerasan di sekolah.

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama