Kekerasan di tengah masyarakat banyak kita saksikan terjadi di mana-mana. Kekerasan terjadi baik secara verbal maupun nonverbal. Kekerasan fisik dan kekerasan lainnya akan terus ada dalam kehidupan bersama bahkan kehidupan beragama. Bagaimana menghapus mata rantai kekerasan sehingga dunia atau bangsa kita menjadi bangsa yang damai, rukun dan penuh ketentraman?
Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk) - Saat ini tindak kekerasan menjadi suatutindakan alternatif ketika keinginan dan kepentingan suatu individu atau kelompok tidak tercapai. Terlebih lagi di Indonesia, kekerasan melanda di segala aspek kehidupan baik sosial, politik, budaya, bahkan keluarga. Meskipun tindakan ini secara nyata membawa kerugian yang besar bagi semua pihak, angka terjadinya kekerasan terus meningkat. Oleh karena itu, dibutuhkan berbagai upaya untuk mencegah semakin membudayanya tindak kekerasan tersebut. Langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk menghapus rantai kekerasan antara lain :
1. Menciptakan pemerintahan yang baik
Sebagian
besar kekerasan yang terjadi di indonesia dikarenakan cara kerja pemerintah
yang kurang memuaskan. Perasaan tidak puas mendorong masyarakat melakukan
tindak kekerasan sebagai wujud protes. Oleh karena itu, menciptakan
pemerintahan yang baik merupakan salah satu upaya tepat dan utama mengatasi
kekerasan. Pemerintah harus menyusun strategi dan kebijakan yang dirasa adil
bagi rakyat sehingga rakyat dapat memenuhi setiap kebutuhan hidupnya tanpa ada
perasaan tidak adil.
2. Penegakan hukum secara adil dan bersih
Sistem
hukum yang tidak tegas dapat mempengaruhi munculnya tindak kekerasan. Hal ini
dikarenakan perasaan jengkel ketika keputusan hukum mudah digantikan dengan
kekuatan harta. Sedangkan mereka yang tidak berharta diperlakukan kasar serta
tidak manusiawi. Kejengkelan melihat ketidakadilan ini mendorong munculnya
tindak kekerasan. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan penataan sistem
penegakan hukum yang adil dan tegas agar mampu mengurangi angka kekerasan yang
terjadi.
3. Kampanye Antikekerasan
Dilakukannya
kampanye anti kekerasan secara terus menerus mendorong individu untuk lebih
menyadari akan akibat dari kekerasan secara global. Melalui kampanye, setiap
masyarakat diajak untuk berperan serta dalam menciptakan suatu kedamaian.
Dengan kedamaian individu mampu berkarya menghasilkan sesuatu untuk kemajuan.
Dengan kata lain, kekerasan mendatangkan kemunduran dan penderitaan, sedangkan
tanpa kekerasan membentuk kemajuan bangsa.
4. Mengajak masyarakat untuk menyelesaikan masalah
sosila dengan cara bijak
Dalam
upaya ini, pemerintah mempunyai andil dan peran besar. Secara umum, apa yang
menjadi tindakan pemimpin, akan ditiru dan diteladani oleh bawahannya. Jika
suatu negara menjauhkan segala kekerasan dalam menyelesaikan suatu masalah
sosial, maka tindakan ini akan diikuti oleh segenap warganya. Dengan begitu,
semua pihak berusaha tidak menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah yang
akhirnya membawa kedamaian dalam kehidupan sosial.
Refleksi/ Pemaknaan atas Hasil Kajian Modul
Dari
Modul Moderasi Beragama Khususnya Kegiatan Belajar 4 tentang Anti Kekerasan
saya dapat mengukur apakah segala perilakunya selama ini sudah mencerminkan
sikap anti-kekerasan atau belum, berkomitmen untuk melakukan sikap
anti-kekerasan dalam kehidupannya tiap hari di berbagai kesempatan dan
tingkatan. Dan pada implementasinya saya dapat
melibatkan diri dalam gerakan-gerakan yang secara khusus mempromosikan dan
mengajarkan sikap anti-kekerasan di segala bidang kehidupan.
Kekerasan
yang dilakukan di lingkungan satuan pendidikan maupun antar satuan pendidikan,
dapat mengarah kepada suatu tindak kriminal dan menimbulkan trauma bagi peserta
didik. Pusat terjadinya anak mendapatkan perlakuan kekerasan di satuan
pendidikan karena melakukan kesalahan yang biasanya dilakukan pada lingkungan
keluarga yang tidak mencegah perlakuan tersebut sehingga anak tersebut sampai
ke lingkungan satuan pendidikan secara langsung anak mendapatkan tindakan
kekerasan dari lingkungan sebagai korban atau melakukan kekerasan sebagai pelaku.
Faktor terjadinya kekerasan atau pelanggaraan terhadap hak hak anak adalah
tidak dimilikinya pendidikan atau pengetahuan religi yang memadai. Kekerasan di
sekolah banyak berasal dari sesama teman. Namun jika menekan pada hubungan
antara anak dengan orang dewasa, pelaku kekerasan yang dominan adalah para
guru, terlepas dari soal motivasi tindakan kekerasan mereka, apakah mengajar
atau menghajar. Kemudian dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan pembelajaran
yang aman, nyaman, dan menyenangkan dilakukan upaya pencegahan, penanggulangan
tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. Pendidikan memang tidak bisa
dilepaskan dengan kenyataan dan problem sosial yang terjadi. Bila hal ini
dilakukan,sudah tentu para peserta didik yang dihasilkan dari pendidikan akan
gagap menghadapi kehidupannya sendiri. Bahkan, proses pendidikan seakan menjadi
tidak berarti. Oleh karena itu, Freire menggunakan konsep Problem Possing
Education dalam pendidikan membebaskan yang diterapkan. Sebuah pendidikan yang
dikonsep untuk bisa menghadapi masalah yang terjadi agar anak didik mampu
menghadapi realitas sosial. Adapun tindakan pencegahan yang dilakukan oleh
satuan pendidikan yaitu, menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang bebas
dari tindakan kekerasan.
Membangun
lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan, serta jauh
dari tindak kekerasan antara lain dengan melakukan kegiatan dalam rangka
pencegahan tindak kekerasan, wajib menjamin keamanan, keselamatan dan
memberikan kenyamanan bagi peserta didik dalam pelaksanaan
kegiatan/pembelajaran di sekolah maupun kegiatan sekolah di luar satuan
pendidikan, dan wajib segera melaporkan kepada orangtua dan wali ketika ada
tindak kekerasan yang terjadi pada peserta didik. Sedangkan ketika telah
terjadi hal yang tak di inginkan seperti tindak kekerasan yang selama ini
dicegah oleh pihak satuan pendidikan telah diberitahukan bahwa untuk
menanggulangi kasus seperti itu ada berbagai proses dan cara, yaitu wajib
memberikan pertolongan dan melaporkan kepada orang tua setiap tindak kekerasan
yang melibatkan peserta didik baik sebagai korban maupun sebagai pelaku.
Kemudian dilakukan identifikasi fakta kejadian tindak kekerasan dalam rangka
penanggulangan tindak kekerasan peserta didik. Menindaklanjuti kasus secara
proporsional sesuai dengan tingkat tindak kekerasan yang dilakukan. Serta
memberikan rehabilitas kepada siswa baik sebagai korban atau sebagai pelaku
kekerasan.
Di
sini saya akan merefleksi cara memutus mata rantai Kekerasan di Sekolah
berdasarkan fakta yakni Pada bulan Juni 2022, dunia pendidikan di
kejutkan dengan kabar yang menyedihkan. Terjadi kasus kekerasan yang
dilakukan sejumlah siswa kepada siswa lainnya, di salah satuan pendidikan di
Kotamobagu. Kasus kekerasan tersebut bahkan mengakibatkan korban meninggal
dunia. Korban sempat bercerita dugaan penganiayaan terjadi di dalam area satuan
pendidikan pada siang hari selepas ujian. Kasus ini telah ditangani oleh pihak
kepolisian.
Kekerasan
di sekolah bukan pertama kali ini terjadi. Berdasarkan data yang ada,
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sebanyak 17 kasus kekerasan
dengan melibatkan murid dan guru terjadi selama 2021. Kasus kekerasan tersebut
terjadi di dalam lingkungan sekolah, tapi ada juga kekerasan berbentuk
tawuran pelajar; terjadi di luar sekolah namun melibatkan murid sekolah.
17
kasus kekerasan bukanlah jumlah yang sedikit, karena idealnya kasus kekerasan
sama sekali tidak terjadi atau 0 kasus kekerasan. Perlu dicermati pula bahwa
tahun 2021, sebagian aktivitas belajar mengajar dilakukan dengan Pembelajaran
Jarak Jauh (PJJ) di mana siswa belajar dari rumah dan keberadaan di sekolah
lebih sedikit dibanding sebelum pemberlakukan PJJ, sehingga seharusnya kasus
kekerasan di sekolah dapat ditekan atau dihilangkan sama sekali.
Pada
tahun 2019, di mana aktivitas belajar mengajar masih berjalan normal, kasus
kekerasan yang diketahui jumlahnya jauh lebih besar. Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) menerima 153 pengaduan kekerasan fisik dan psikis di
lingkungan sekolah sepanjang 2019. Kasus kekerasan di sekolah bahkan
menimbulkan korban jiwa baik siswa maupun guru (Anadolu Agency).
Tindak
kekerasan di sekolah juga berdampak buruk bagi siswa yang menjadi korban tindak
kekerasan. Menurut Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di
Sekolah Dasar yang diterbitkan oleh Direktorat Sekolah Dasar, semua jenis
kekerasan terhadap anak akan menyebabkan gangguan psikologis, emosional dan
terkadang fisik, terutama jika terjadi dalam jangka waktu panjang.
Semakin
dini anak mengalami kekerasan, mereka akan semakin tinggi risiko terdampak dari
kekerasan tersebut. Kekerasan fisik yang parah dapat menyebabkan kerusakan
otak, kecacatan fisik, kesulitan belajar dan kelambatan pertumbuhan.
Penelantaran dapat menyebabkan kegagalan atau terhambatnya perkembangan dan
pertumbuhan anak. Kekerasan seksual yang parah dapat menyebabkan kerusakan
fisik selain juga masalah psikologis yang serius. Jika anak dibiarkan berada
dalam situasi kekerasan, hal ini akan memberikan dampak yang serius terhadap
masa depan dan perkembangan emosional, sosial, pendidikan dan psikologis
mereka.
Sebagai
langkah pencegahan dan penanggulangan kasus kekerasan di sekolah, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan telah membuat regulasi yaitu dengan menerbitkan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 tahun 2015 tentang
Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Peraturan
tersebut mengatur upaya pencegahan, penanggulan dan juga sanksi bagi pelaku
tindak kekerasan. Adapun yang dimaksud tindak kekerasan pada peraturan tersebut
antara lain adalah pelecehan, perundungan, penganiayaan, perkelahian,
perpeloncoan, pemerasan, pencabulan, pemerkosaan, tindak kekerasan atas dasar
diskriminasi terhadap SARA, dan tindak kekerasan lainnya seperti yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
Meski
peraturan tentang pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di satuan
pendidikan telah diterbitkan, kasus kekerasan masih saja terjadi dari tahun ke
tahun. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi dunia pendidikan untuk
menyelesaikannya. Dalam perspektif kebijakan publik, untuk menyelesaikan sebuah
permasalahan publik dibutuhkan upaya mencari penyebab permasalahan sesungguhnya.
Apa yang tampak menjadi permasalahan saat ini adalah sebuah gejala yang perlu
dianalisis untuk mencari akar masalah dan merumuskan rekomendasi
kebijakannya.
Salah
satu penyebab terjadinya kekerasan secara umum adalah pelaku merasa leluasa
untuk melakukan tindak kekerasan. Hal ini terjadi karena pengawasan yang lemah.
Kembali ke konteks tindak kekerasan di sekolah, pengawasan yabg lemah juga
menjadi salah penyebab terjadinya tindak kekerasan di sekolah. Hal ini seperti
yang dikatakan oleh Arief Rahman, seorang tokoh pendidikan, menurutnya tindak
kekerasan di sekolah terjadi lantaran minimnya pengawasan sekolah.
Senada
dengan hal tersebut, Menteri Pedayagunaan Perempuan dan Perlindungan Anak
meminta satuan pendidikan tidak perlu menunggu terjadinya kekerasan, untuk
memperketat pengawasan terhadap potensi perundungan di sekolah. Menurutnya
pihak yang terlibat dalam pengelolaan satuan pendidikan bertanggung jawab untuk
menjamin hak-hak anak dalam lingkungan sekolah terpenuhi. Jangan menunggu ada
kasus kekerasan, baru pengelola satuan pendidikan menyadari perlunya melakukan
pengawasan (medcom).
Namun
bukan hanya sekolah yang dapat berperan dalam melakukan pencegahan dan
penanggulangan tindak kekerasan di sekolah. Pemerintah Daerah dan Pemerintah
mempunyai andil untuk meujudkan dunia pendidikan tanpa tindak kekerasan. Hal
ini seperti yang tertuang dalam Permendikbud 82/2015 yang menyebutkan peran
Pemerintah Daerah dan Pusat dalam hal pencegahan, penanggulangan, dan juga
sanksi terhadap tindak kekerasan di satuan pendidikan.
Dengan
demikian pengawasan yang dilakukan adalah pengawasan yang berjenjang oleh
satuan pendidikan, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah. Satuan pendidikan dapat
melakukan pengawasan terhadap aktivitas di sekolah maupun kegiatan
sekolah di luar satuan pendidikan untuk menjamin keamanan,
keselamatan dan kenyamanan bagi peserta didik
dalam pelaksanaan kegiatan/pembelajaran di sekolah.
Pengawasan
juga dapat dilakukan satuan pendidikan dengan menciptakan lingkungan
satuan pendidikan yang bebas dari tindak kekerasan. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan memperketat pengawasan melalui CCTV terutama
pada bangunan sekolah yang didesain secara tertutup, gelap, serta jauh dari
keramaian.
CCTV
juga dapat ditempatkan pada area yang banyak diakses publik seperti gerbang
masuk, tempat parkir, perpustakaan, lapangan, ruang laboratorium, ruang guru,
dan di dalam kelas. Lalu bagaimana dengan satuan pendidikan yang belum
mampu menghadirkan fasilitas CCTV? Satuan pendidikan dapat memaksimalkan peran
tim pencegahan tindak kekerasan yang telah dibentuk Kepala Sekolah. Tim
pencegahan tindak kekerasan dapat melakukan pengawasan ekstra dengan melakukan
patroli pada tempat-tempat dan waktu yang rawan akan tindak kekerasan di
sekolah.
Pemerintah
Daerah dapat berperan dengan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tindakan
pencegahan, penanggulangan dan pelaksanaan sanksi yang telah di lakukan satuan
pendidikan di wilayahnya. Pemerintah Daerah dapat memastikan antara lain apakah
sekolah sudah membentuk tim pencegahan tindak kekerasan, sudah menyusun dan
menerapkan prosedur operasional standar pencegahan tindak kekerasan, melaporkan
kepada aparat penegak hukum setempat apabila
terjadi tindak kekerasan yang mengakibatkan luka fisik
yang cukup berat/cacat fisik/kematian, dan memberikan
sanksi kepada pelaku tindak kekerasan. Ini rangka pembinaan
berupa teguran lisan/teguran tertulis/tindakan lain yang bersifat edukatif.
Pengawasan yang dilakukan dapat disertai sanksi apabila satuan pendidikan tidak
melakukan hal yang menjadi tugasnya.
Pemerintah
Pusat dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tindakan pencegahan,
penanggulangan dan pelaksanaan sanksi yang telah dilakukan Pemerintah Daerah di
wilayahnya. Pemerintah Pusat dapat memastikan antara lain apakah Pemerintah
Daerah telah membentuk gugus pencegahan tindak kekerasan, membentuk tim
penanggulangan untuk melakukan tindakan awal penanggulangan
tindak kekerasan yang dilaporkan oleh satuan pendidikan atau
pihak lain yang mengakibatkan luka fisik yang
cukup berat/cacat fisik/kematian, dan memfasilitasi satuan
pendidikan dalam upaya melakukan penanggulangan tindakan
kekerasan. Pengawasan yang dilakukan dapat disertai sanksi apabila Pemerintah
Daerah tidak melakukan hal yang menjadi tugasnya.
Pentingnya
pengawasan juga ditekankan oleh KPAI. KPAI mendorong Pemerintah untuk melakukan
monitoring dan evaluasi terkait implementasi dari Permendikbud Nomor 82 tahun
2015 tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan di satuan pendidikan. Karena
dari hasil pengawasan KPAI di sejumlah sekolah yang terdapat kasus kekerasannya
ternyata pihak sekolah tidak mengetahui Permendikbud tersebut.
Selain
itu Dinas-Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama di kabupaten dan kota
dan Provinsi untuk melakukan pembinaan dan pengawasan secara berimkala terhadap
sekolah, madrasah, pondok pesantren untuk memastikan perlindungan anak-anak
dari berbagai bentuk kekerasan di satuan pendidikan.
Pengawasan
berjenjang diharapkan akan berhasil menekan angka kekerasan di sekolah atau
bahkan menghilangkannya sama sekali. Pemberian sanksi yang tegas berdasarkan
hasil pengawasan dapat menjadi lecutan agar semua pihak dapat berupaya maksimal
mencegah dan menanggulangi tindak kekerasan di sekolah.