AMANKAN - Delapan
imigran asal Bangladesh saat berada di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kelas
II TPI Atambua. Minggu, 10 Desember 2023 lalu. Hari ini mereka diberangkatkan
ke Jakarta. |
Informasi yang diperoleh, WNA itu diberangkatkan
dari Atambua, Kabupaten Belu, Kamis 14/12/2023 dini hari.
Mereka tiba di Kupang pada Jumat 15/12/2/2023 pagi.
Tiba di Kupang, 8 WNA itu diterbangkan ke Jakarta
melalui bandara El Tari Kupang.
Adapun 8 WNA itu dikawal petugas Keimigrasian
Atambua.
Selanjutnya akan ada penyerahan ke Direktorat
Keimigrasian Kementerian Hukum dan HAM RI.
Salah seorang sumber di Rudenim Kupang membenarkan
adanya rencana pemulangan itu.
Sumber itu menyebutkan, WNA dan rombongan sudah di
Kupang sekira pukul 08.00 Wita. Rombongan sempat singgah makan di salah satu rumah
makan di Kelurahan Liliba Kota Kupang, sebelum ke Bandara El Tari Kupang.
Pantauan wartawan di pintu keberangkatan bandar
udara El Tari Kupang, hingga pukul 08.58 WITA, belum ada rombongan Keimigrasian
bersama para WNA itu.
Kepala Kanwil Kemenkumham NTT Marciana Jone
dihubungi terpisah mengaku belum mendapat informasi itu.
KTP Palsu
Sebelumnya, delapan Warga Negara Asing (WNA) asal
Bangladesh, yang diamankan oleh aparat Polres Belu bersama Imigrasi Atambua di
Desa Takirin, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu pada Minggu, 10 Desember
2023, mengakui bahwa paspor mereka ditahan oleh majikan di Malaysia.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Kantor Imigrasi
Kelas IIB TPI Atambua, Indra Maulana, ketika dihubungi Pos Kupang, Rabu, 13
Desember 2023.
Maulana menjelaskan bahwa berdasarkan pengakuan
kedelapan WNA, mereka sebelumnya bekerja di Malaysia dan masuk ke wilayah
Indonesia melalui jalur ilegal di Sumatera Utara dengan tujuan bekerja.
"Mereka masuk melalui jalur ilegal karena
paspor mereka ditahan oleh majikan mereka di Malaysia. Mereka melarikan diri
tanpa membawa paspor dan tidak melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI),"
terang Maulana.
Selama di Malaysia, kata dia, mereka berkenalan
dengan seorang Warga Negara Indonesia (WNI).
"Mereka tidak diajak, tetapi diberitahu bahwa
bekerja di Indonesia lebih mudah dan nyaman. Di Belu, mereka ditampung oleh
salah satu keluarganya hingga akhirnya diamankan oleh Kepolisian dan Imigrasi
berdasarkan laporan masyarakat," ungkapnya.
Meskipun begitu, pihak Imigrasi masih terus
melakukan pemeriksaan lanjut hingga selesai.
Maulana juga menegaskan bahwa kedelapan WNA tersebut
bukan pengungsi Rohingya dan juga bukan imigran.
"Mereka adalah WNA biasa yang mencari pekerjaan
di Indonesia, namun melalui jalur ilegal," tegas Maulana.
Dalam pengakuan WNA tersebut juga, jelas dia, mereka
mengaku kewarganegaraan Bangladesh, yang dibuktikan dengan foto halaman
identitas paspor berkebangsaan Bangladesh yang mereka tunjukkan melalui telepon
seluler.
Selain itu juga, mereka juga menunjukkan Kartu Tanda
Penduduk (KTP) dengan domisili di Kota Kupang, Kabupaten Sikka, dan Kabupaten
Belu yang dicurigai palsu.
Terkait hal itu, Imigrasi Atambua akan berkoordinasi
lebih lanjut dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil yang menerbitkan KTP
kedelapan WNA untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Diberitakan sebelumnya, usai diamankan oleh Satuan
Intelkam Polres Belu bersama Imigrasi Atambua, salah satu WNA bernama Awang
(Sesuai KTP Indonesia) mengakui bahwa Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang mereka
miliki dibuat di Medan, Sumatra Utara.
Awang mengungkapkan bahwa layanan tersebut diberikan
oleh seorang warga dengan membayar sejumlah uang.
"Kami membuat KTP di Medan, Sumatra Utara,
dengan menggunakan jasa seorang warga, dengan membayar Rp 300 ribu per orang.
Kita tidak tahu dia siapa, dia ambil uang 300 ribu setiap orangnya. Dia tidak
ada gambarnya dan nomornya padam (tidak bisa dihubungi lagi)," terang M.B
Nadim pemilik nama asli sesuai KTP Bangladesh.
"Setelah mendapatkan KTP tersebut, kami
langsung berangkat menggunakan pesawat dari Medan ke Kupang dan terus ke
Atambua secara bertahap," tambahnya.
Ia juga mengakui bahwa mereka sudah berada di Desa
Takirin sejak tanggal 26 November lalu atau kurang lebih 2 minggu.
Menurutnya, tujuan kedatangan mereka ke Atambua
adalah untuk bekerja. "Tujuan kami datang ke Atambua untuk bekerja,
intinya bisa makan," pungkasnya. *** flores.tribunnews.com