Mulai dari mengungkapkannya melalui media sosial dan
memberikan sebuah hadiah kepada sang ibu. Tidak ada yang salah dalam hal itu.
Namun, perlu diingat bahwa hakikat dari Hari Ibu yang ditetapkan setiap tanggal
22 Desember tidak hanya sebatas peringatan untuk memberikan simbol kasih sayang
kepada ibu. Dan bahkan peringatan Hari Ibu tidak hanya ditujukan kepada kaum
ibu saja.
Secara historis, peringatan Hari Ibu yang saat ini
telah dijadikan sebagai hari Nasional merupakan upaya untuk mengenang pahlawan
perempuan. Hal tersebut didasari karena banyaknya tokoh nasional dari kalangan
wanita yang berjuang melawan ketertindasan dan penjajahan.
Seperti Raden Ajeng Kartini, Dewi Sartika, Siti
Walidah, Cut Nyak Dien, Walanda Maramis, R. Rasuna Said dan masih banyak yang
lain. Sehingga peringatan Hari Ibu ditetapkan oleh Presiden Soekarno melalui
Dekrit Presiden RI No. 316 Tahun 1953. (AGUSTINA, 2020)
Melalui fakta sejarah tersebut, bahwa hakikat dari
diperingatinya Hari Ibu merupakan semangat perjuangan para tokoh perempuan
terdahulu agar tetap menginspirasi para perempuan saat ini. Dalam hal tersebut
juga agar perjuangan perempuan untuk mendapatkan hak-haknya dalam memaksimalkan
potensi dan mencapai hal terhebat bangsa ini.
Pergeseran Makna
Hari Ibu
Saat ini, hari Ibu oleh kebanyakan orang sekadar
dimaknai sebagai momen menyatakan rasa cinta terhadap kaum ibu dengan
memberikan simbol-simbol kasih sayang. Tentu hal ini bergeser jauh dari
pemaknaan historis-filosofis akan peringatan hari Ibu. Tapi pertanyaannya,
apakah ada yang salah jika saat ini makna hari Ibu telah bergeser?
Pemaknaan pada sebuah peristiwa senantiasa
berkembang seiring perubahan waktu dan generasi. Bermula dari inspirasi tokoh
pejuang perempuan pendahulu kita dengan dilekatkannya simbol itu kepada para
ibu dalam arti yang sesungguhnya. Peringatan hari Ibu pada hakekatnya bertujuan
untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan yang berkorban sekuat
tenaga untuk kemerdekaan bangsa dan perbaikan nasib kaum perempuan.
Pemaknaan tersebut kemudian bergeser secara alami
dengan meletakkan simbol kata Ibu pada sosok yang menjadi orang tua kita.
Akhirnya makna hari ibu menjadi sempit karena hanya diartikan sebagai ‘ibu
kandung’. Dengan dasar bahwa kehidupan manusia berawal dari rahim seorang ibu
yang kemudian memperjuangkan dirinya untuk membesarkan, mendidik, dan
menjadikan anak-anaknya menjadi yang terhebat.
Refleksi Hari
Ibu
Peringatan Hari Ibu yang pada umumnya kerap
dihubungkan dengan penghormatan terhadap peran ibu dalam keluarga. Namun,
penting untuk diingat bahwa Hari Ibu seharusnya tidak hanya menjadi momen untuk
menghargai ibu biologis saja. Lebih dari itu, peringatan ini seharusnya menjadi
kesempatan untuk mengakui peran dan kontribusi perempuan di berbagai elemen
masyarakat. Oleh karena itu, Hari Ibu seharusnya menjadi platform untuk
merayakan semua perempuan yang telah berdedikasi untuk membangun dan membentuk
dunia di sekitar kita.
Sekalipun zaman senantiasa berubah, nilai
historis-filosofis dari hari Ibu harus terus digaungkan dan diluruskan. Di mana
peringatan hari Ibu tidak hanya ditujukan untuk ibu kita masing-masing,
melainkan untuk seluruh perempuan yang ada di Indonesia. Dengan adanya hari
Ibu, diharapkan dapat mengobarkan semangat generasi masa kini untuk berjuang
melawan segala bentuk penindasan sehingga perempuan bisa hidup dengan
sejahtera, dihormati, dan dijamin hak serta martabatnya di berbagai aspek
kehidupan.
Hari Ibu dapat menjadi saat yang tepat untuk
memikirkan kembali stereotip gender dan mendorong pengakuan setara terhadap
pencapaian perempuan di berbagai bidang. Melalui peringatan Hari Ibu yang lebih
inklusif, kita dapat menciptakan kesadaran akan peran penting perempuan dalam
membentuk masyarakat yang adil dan berkelanjutan. Oleh karena itu, mari kita
jadikan Hari Ibu ini sebagai momentum untuk mengakui perjuangan mereka, dan
mendorong setiap individu untuk mendukung kesetaraan gender dalam segala aspek
kehidupan.