Selain kasus korupsi politisi, marak pula kasus
serupa yang melibatkan ketua partai politik, pimpinan BUMN, kepala daerah,
hingga petinggi organisasi masyarakat dan ormas. Misalnya kasus suap proyek
E-KTP senilai Rp 2,3 triliun yang menyeret Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan
(detikNews, 2022), kasus mantan pimpinan Pertamina Karen Agustiawan (CNBC
Indonesia, 2022), dan masih banyak kasus lainnya. Praktik korupsi ini jelas
sangat merugikan keuangan dan perekonomian negara.
Di sisi lain, korupsi petinggi organisasi tentu saja
berdampak sangat buruk terhadap reputasi, kepercayaan publik dan kredibilitas
organisasi itu sendiri. Dengan tercorengnya nama baik akibat skandal korupsi
pimpinannya, organisasi bisa kehilangan kepercayaan dan dukungan dari
konstituennya.
Hilangnya kepercayaan publik ini lambat laun akan
menggerogoti legitimasi organisasi di mata masyarakat luas. Mereka akan
meragukan kredibilitas dan kemampuan organisasi yang dipimpin oleh
pejabat-pejabat korup untuk menjalankan visi misinya dengan baik. Citra buruk
ini juga berpotensi memicu penarikan dana hibah maupun kerja sama dari mitra
organisasi, karena mereka sudah kecewa dan tidak yakin lagi dengan integritas
serta kapabilitas organisasi tersebut.
Lebih jauh, fenomena ini rawan menurunkan motivasi,
semangat kerja dan loyalitas para anggota organisasi itu sendiri. Mereka tentu
malu dan kecewa apabila harus bekerja di bawah kepemimpinan yang korup dan
serakah. Akibatnya efisiensi, produktivitas dan kinerja organisasi secara
keseluruhan akan anjlok karena tergerogoti praktik korupsi di tubuh
organisasinya sendiri.
Praktik korupsi petinggi organisasi juga berpotensi
menciptakan preseden buruk dan meluasnya budaya koruptif di tubuh organisasi.
Apalagi jika pimpinan tertinggi yang notabene seharusnya menjadi teladan justru
terlibat korupsi, hal itu bisa memberi sinyal yang salah ke anggota bahwa
korupsi adalah hal yang lumrah dilakukan. Dengan begitu, risiko praktik korupsi
semakin sulit diberantas di internal organisasi.
Kasus korupsi petinggi organisasi juga memberi
pengaruh buruk terhadap tumbuh kembang generasi muda bangsa. Sebab, perilaku
koruptif para pemimpin organisasi ini bisa menjadi contoh yang sangat buruk,
yang tanpa sadar “menularkan” cara pandang dan sikap mental korup ke kalangan
anak muda. Dengan model percontohan yang salah ini, tentu saja akan semakin
sulit menumbuhkan jiwa antikorupsi dan integritas sejak dini pada generasi
penerus bangsa.
Untuk mengatasipersoalan korupsi ini, setidaknya ada 3 solusi pencegahan yang bisa diterapkan.
Pertama, mengedepankan transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan organisasi publik agar terhindar dari perilaku
koruptif Pemimpin. Dengan keterbukaan informasi penggunaan anggaran dan aktif
melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan, diharapkan para pejabat
tidak semena-mena dalam menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangannya. Selain
itu, pemberian reward and punishment yang jelas atas kinerja positif dan
negatif juga diperlukan guna mendorong produktivitas sekaligus mencegah
inefisiensi serta penyelewengan uang publik.
Kedua, menerapkan aturan disiplin dan kode etik yang
tegas dan konsekuen bagi setiap anggota organisasi tanpa pandang bulu. Tidak
ada toleransi dan abuse of power yang dibenarkan. Siapapun yang terlibat
korupsi mesti dihukum berat, bahkan apabila pelakunya adalah pejabat tinggi
sekalipun. Hal ini penting agar tidak terjadi pandangan sinis dan apriori
miring di benak karyawan ataupun masyarakat bahwa hanya pegawai rendahan yang
bisa dihukum sementara pejabat besar bebas melakukan penyimpangan.
Ketiga, meningkatkan edukasi antikorupsi kepada
generasi muda bangsa agar mereka memiliki integritas dan etika kuat sejak dini.
Penanaman pemahaman mengenai bahaya korupsi secara dini di sekolah dan
universitas dapat menumbuhkan generasi penerus bangsa yang bersih dan
antikorupsi. Sehingga lambat laun perilaku koruptif akan semakin dikucilkan dan
dianggap tabu oleh masyarakat luas. Upaya edukasi yang intensif dari berbagai
pihak inilah yang diharapkan mampu memutus mata rantai korupsi dalam jangka
panjang di Indonesia.
Kesimpulannya, komitmen para pemimpin organisasi dalam
menjunjung tinggi integritas dan melawan korupsi sangat penting untuk menjaga
kepercayaan publik. Di sisi lain, kontrol dan pengawasan aktif dari masyarakat
sipil juga diperlukan untuk memastikan organisasi berjalan dengan bersih. Hanya
dengan sinergi semua elemen inilah upaya pemberantasan korupsi dapat berjalan
optimal dan berkelanjutan demi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.
DAFTAR BACAAN
Tim Humas KPK. 2023. “KPK Beberkan Kinerja 2022
Tangani Korupsi Politik.” https://www.kpk.go.id
detikNews. 2022. “KPK Tetapkan Zulkifli Hasan
Tersangka Suap Proyek E-KTP.” https://news.detik.com/
CNBC Indonesia. 2022. “Mantan Bos Pertamina Karen
Agustiawan Diputus Bersalah.” https://www.cnbcindonesia.com/