Pemimpin Korupsi: Kanker yang Menginfeksi dan Melumpuhkan Integritas Organisasi (Goresan Kertas Usang Moment Natal 2023)

Pemimpin Korupsi: Kanker yang Menginfeksi dan Melumpuhkan Integritas Organisasi (Goresan Kertas Usang Moment Natal 2023)



Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk) Maraknya pemberitaan kasus korupsi yang melibatkan petinggi dan pimpinan organisasi menjadi sorotan yang memprihatinkan. Data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat bahwa sepanjang 2022 terdapat 56 anggota DPR/D yang menjadi tersangka korupsi dengan total kerugian negara diperkirakan hingga Rp 722 miliar (Tim Humas KPK, 2023). Kasus-kasus ini jelas melunturkan kepercayaan publik dan merusak integritas lembaga perwakilan rakyat.

Selain kasus korupsi politisi, marak pula kasus serupa yang melibatkan ketua partai politik, pimpinan BUMN, kepala daerah, hingga petinggi organisasi masyarakat dan ormas. Misalnya kasus suap proyek E-KTP senilai Rp 2,3 triliun yang menyeret Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (detikNews, 2022), kasus mantan pimpinan Pertamina Karen Agustiawan (CNBC Indonesia, 2022), dan masih banyak kasus lainnya. Praktik korupsi ini jelas sangat merugikan keuangan dan perekonomian negara.

Di sisi lain, korupsi petinggi organisasi tentu saja berdampak sangat buruk terhadap reputasi, kepercayaan publik dan kredibilitas organisasi itu sendiri. Dengan tercorengnya nama baik akibat skandal korupsi pimpinannya, organisasi bisa kehilangan kepercayaan dan dukungan dari konstituennya.

Hilangnya kepercayaan publik ini lambat laun akan menggerogoti legitimasi organisasi di mata masyarakat luas. Mereka akan meragukan kredibilitas dan kemampuan organisasi yang dipimpin oleh pejabat-pejabat korup untuk menjalankan visi misinya dengan baik. Citra buruk ini juga berpotensi memicu penarikan dana hibah maupun kerja sama dari mitra organisasi, karena mereka sudah kecewa dan tidak yakin lagi dengan integritas serta kapabilitas organisasi tersebut.

Lebih jauh, fenomena ini rawan menurunkan motivasi, semangat kerja dan loyalitas para anggota organisasi itu sendiri. Mereka tentu malu dan kecewa apabila harus bekerja di bawah kepemimpinan yang korup dan serakah. Akibatnya efisiensi, produktivitas dan kinerja organisasi secara keseluruhan akan anjlok karena tergerogoti praktik korupsi di tubuh organisasinya sendiri.

Praktik korupsi petinggi organisasi juga berpotensi menciptakan preseden buruk dan meluasnya budaya koruptif di tubuh organisasi. Apalagi jika pimpinan tertinggi yang notabene seharusnya menjadi teladan justru terlibat korupsi, hal itu bisa memberi sinyal yang salah ke anggota bahwa korupsi adalah hal yang lumrah dilakukan. Dengan begitu, risiko praktik korupsi semakin sulit diberantas di internal organisasi.

Kasus korupsi petinggi organisasi juga memberi pengaruh buruk terhadap tumbuh kembang generasi muda bangsa. Sebab, perilaku koruptif para pemimpin organisasi ini bisa menjadi contoh yang sangat buruk, yang tanpa sadar “menularkan” cara pandang dan sikap mental korup ke kalangan anak muda. Dengan model percontohan yang salah ini, tentu saja akan semakin sulit menumbuhkan jiwa antikorupsi dan integritas sejak dini pada generasi penerus bangsa.

Untuk mengatasipersoalan korupsi ini, setidaknya ada 3 solusi pencegahan yang bisa diterapkan.

Pertama, mengedepankan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan organisasi publik agar terhindar dari perilaku koruptif Pemimpin. Dengan keterbukaan informasi penggunaan anggaran dan aktif melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan, diharapkan para pejabat tidak semena-mena dalam menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangannya. Selain itu, pemberian reward and punishment yang jelas atas kinerja positif dan negatif juga diperlukan guna mendorong produktivitas sekaligus mencegah inefisiensi serta penyelewengan uang publik.

Kedua, menerapkan aturan disiplin dan kode etik yang tegas dan konsekuen bagi setiap anggota organisasi tanpa pandang bulu. Tidak ada toleransi dan abuse of power yang dibenarkan. Siapapun yang terlibat korupsi mesti dihukum berat, bahkan apabila pelakunya adalah pejabat tinggi sekalipun. Hal ini penting agar tidak terjadi pandangan sinis dan apriori miring di benak karyawan ataupun masyarakat bahwa hanya pegawai rendahan yang bisa dihukum sementara pejabat besar bebas melakukan penyimpangan.

Ketiga, meningkatkan edukasi antikorupsi kepada generasi muda bangsa agar mereka memiliki integritas dan etika kuat sejak dini. Penanaman pemahaman mengenai bahaya korupsi secara dini di sekolah dan universitas dapat menumbuhkan generasi penerus bangsa yang bersih dan antikorupsi. Sehingga lambat laun perilaku koruptif akan semakin dikucilkan dan dianggap tabu oleh masyarakat luas. Upaya edukasi yang intensif dari berbagai pihak inilah yang diharapkan mampu memutus mata rantai korupsi dalam jangka panjang di Indonesia.

Kesimpulannya, komitmen para pemimpin organisasi dalam menjunjung tinggi integritas dan melawan korupsi sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik. Di sisi lain, kontrol dan pengawasan aktif dari masyarakat sipil juga diperlukan untuk memastikan organisasi berjalan dengan bersih. Hanya dengan sinergi semua elemen inilah upaya pemberantasan korupsi dapat berjalan optimal dan berkelanjutan demi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.

DAFTAR BACAAN

Tim Humas KPK. 2023. “KPK Beberkan Kinerja 2022 Tangani Korupsi Politik.” https://www.kpk.go.id

detikNews. 2022. “KPK Tetapkan Zulkifli Hasan Tersangka Suap Proyek E-KTP.” https://news.detik.com/

CNBC Indonesia. 2022. “Mantan Bos Pertamina Karen Agustiawan Diputus Bersalah.” https://www.cnbcindonesia.com/

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama