Inspiratif! Kisah Inja, Alumni Beasiswa LPDP yang Tolak Kerja di AS demi Mengajar di NTT

Inspiratif! Kisah Inja, Alumni Beasiswa LPDP yang Tolak Kerja di AS demi Mengajar di NTT

Inja adalah alumni LPDP yang kini mengabdi sebagai pengajar di NTT. Foto: Media Keuangan Kemenkeu



Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk) Bekerja di Amerika Serikat (AS) dengan gaji tinggi atau memilih mengajar di kampung halaman dengan gaji seadanya? Pertanyaan tersebut mungkin akan membuat bingung beberapa orang.

Namun tidak bagi Maria Regina Jaga, salah satu alumni beasiswa LPDP angkatan 2017 asal Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia secara tegas memutuskan untuk mengabdi di kampung halaman setelah menyelesaikan S2 di Auburn University, AS.

Di sana, Inja, panggilannya, mengambil program master Early Childhood Education. Bukan tanpa alasan memilih kuliah jurusan tersebut, Inja adalah sosok yang kritis terhadap masalah pendidikan anak-anak terutama di kampung halamannya.

Punya Omzet Rp 80-100 Juta per Bulan, Ini Rahasia Lulusan SMK Bisnis Minuman
Inja mengatakan pilihan S2-nya dan apa yang ia upayakan saat ini bertolak belakang dengan pendidikan S1-nya. Ia adalah lulusan S1 pendidikan bahasa Inggris.

"Saya juga punya momen di mana masa kecil saya, kami tidak mendapatkan secara proper atau secara baik proses belajar untuk anak-anak. Kami langsung diarahkan untuk belajar sesuatu yang mempersiapkan kami untuk karir atau mempersiapkan kami untuk belajar hal-hal yang ada di pendidikan dasar," terang Inja, dikutip dari laman Media Keuangan Kemenkeu, Jumat (12/1/2024).


Ditawari Pekerjaan di AS

Inja lulus S2 dan mendapatkan gelar masternya dengan IPK sempurna. Atas prestasinya selama di kampus, ia mendapatkan beberapa tawaran pekerjaan dari perusahaan di AS bahkan ada yang menawarinya gaji fantastis.

Akan tetapi, Inja mengingat komitmen saat mendaftar beasiswa untuk pulang ke Indonesia sehingga ia menolak tawaran-tawaran tersebut. Selain itu, tekad kuatnya untuk mengembangkan pendidikan di NTT masih menjadi impiannya.

"Ilmu saya akan mati kalau hanya akan dipakai oleh saya sendiri. Segala sesuatu mungkin yang dianggap biasa-biasa saja di luar negeri akan menjadi sangat luar biasa buat orang yang membutuhkan. Jadi saya harus pulang. Uang bisa saya cari, berkat tidak saja semata-mata berupa uang, tapi berkat adalah ketika kamu tahu bahwa apa yang kamu pelajari bermakna dan berguna buat orang lain," katanya.

Perjuangan Mengajar: Kesulitan-Ditolak Warga

Sejak 2013, Inja mengajar pendidikan luar sekolah di Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) di daerah tambang mangan. Wilayah tersebut merupakan lahan tambang kecil yang dimanfaatkan masyarakat untuk mencari rezeki.

Di PKBM tersebut terdapat program kerja paket A, B dan C atau setara SD, SMP dan SMA. Pada awal mengajar bahasa Inggris di sana, Inja mengaku sempat kesulitan.

Pasalnya, anak-anak di sana memiliki gap year yang jauh antara waktu putus sekolah dan waktu ujian. Mereka banyak yang sudah lupa dengan materi dasar termasuk bahasa Inggris.

Pada tiga bulan awal mengajar, Inja pun tak bisa tenang karena mendapat penolakan warga. Ia dianggap wartawan yang tengah mengungkap praktik ilegal di sekitar pertambangan.

Pantang menyerah, Inja tetap datang ke sana dan mengajar anak-anak. Kemudian ia mendapat ide untuk menerapkan media pembelajaran lewat vocabulary card.

Ia memakai vocabulary card dalam permainan sikidoka atau semacam permainan engklek. Setiap anak-anak istirahat, Inja mengajak mereka bermain di buktit.

"Anak-anak itu tanpa diminta pun mereka pulang dengan antusias bercerita tadi kami belajar tentang ini, belajar tentang ini, terus dia mulai tunjuk benda-benda di dalam rumah. Oh ini. Terus papa dan mamanya tanya, kamu belajar dari mana? Oh sama Ms Inja yang tadi datang," tuturnya.

Perjuangan Inja akhirnya berbuah hasil, anak-anak pun bisa belajar 10-30 vocabulary dalam satu hari. Awalnya hanya tiga anak yang bergabung, tapi lama-kelamaan ada 58 anak yang ikut bermain.

Kini, Inja sudah sukses menjadi dosen di Universitas Katolik Widya Mandira Kupang.


Semangat Melanjutkan Pendidikan

Sebagai pengajar, ia sadar bahwa kapasitasnya harus bertambah lewat belajar lagi. Kini, Inja tengah mengikuti kursus bahasa sebagai calon awardee LPDP dari daerah Timur.

Ia akan meneruskan pendidikannya ke jenjang S3. Inja mengambil konsentrasi Language Science and Human Development.

"Saya ingin menulis dalam disertasi saya bagaimana saya akan melakukan penelitian dan pulang ke daerah untuk merekrut dan mengkonservasi kembali semua cerita rakyat dan permainan tradisional yang akan saya bakukan ke dalam kurikulum. Jadi produk akhir saya adalah kurikulum yang menitikberatkan pada pembelajaran inklusif," jelas Inja.

Harapannya, Inja bisa lulus cepat dan pulang untuk mendirikan sebuah foundation untuk siapa saja yang ingin belajar pendidikan anak usia dini. Menurutnya, di NTT masih banyak guru PAUD yang belum memiliki dasar pendidikan anak usia dini.

"Ketika mereka mendapat akreditasi, credibility mereka terbukti melalui sertifikasi itu, mereka bisa turun ke lapangan dan membantu mempersiapkan anak-anak usia dini dengan lebih proporsional dan lebih baik. Dibandingkan hanya tamat SMA terus "eh ngajar dong" tapi tidak punya basic itu sama sekali," harapnya. *** detik.com






Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama