“Alhamdulillah, Pak Prabowo tidak terpancing
untuk membuka data pertahanan kita. Menurut saya ini bentuk kenegarawanan,
mementingkan negara di atas politik. Meski sudah dicecar sebegitu rupa,” ujar
Meutya kepada wartawan di Jakarta, Senin (8/1).
Menurut Meutya, para
capres yang meminta Prabowo untuk membuka data pertahanan Indonesia secara
terbuka tidak memahami risiko terbukanya data pertahanan pada kedaulatan
negara.
“Data pertahanan tidak
bisa sembarangan dibuka. Sifatnya rahasia negara, confidential. Hanya bisa
dibuka di kalangan tertentu,” tegasnya.
Menurut Meutya, para
capres yang meminta Prabowo membuka data pertahanan tidak paham masalah risiko
data pertahanan apabila dibuka di publik sembarangan. Terlebih, debat
diperhatikan oleh seluruh dunia. Artinya, menurut dia, membicarakan di publik
sama dengan membuka rahasia pertahanan negara ke negara lain.
Debat yang membahas
pertahanan negara, lanjut Meutya, seharusnya menjadi ranah persatuan antara
calon presiden karena sifatnya yang rawan terhadap kedaulatan bangsa.
“Memanfaatkan data
pertahanan yang sifatnya rahasia untuk menyudutkan lawan politik mestinya tidak
terjadi. Negara lain sangat berkepentingan terhadap isu pertahanan ini.
Harusnya kita memperlihatkan persatuan bahwa Indonesia dalam debat pertahanan,
tentunya dengan sikap calon pemimpin yang penuh jiwa negarawan,” tutur Meutya.
Meutya kemudian
mengimbau rakyat untuk berhati-hati dalam memilih pemimpin ke depan, karena
kedaulatan negara dipertaruhkan.
“Kondisi geopolitik
dunia sangat rentan. Sangat mungkin berdampak kepada kita. Untuk itu kita butuh
pemimpin kuat yang bisa menjamin kedaulatan negara untuk membawa kita
menghadapi tantangan dunia,” jelasnya.
“Seorang pemimpin
negarawan yang memikirkan negara di atas kepentingan lain, apalagi ambisi
politik pribadinya,” tutup Meutya. *** kumparan.com