Hajatan rakyat menjadi
tempat memberikan sumbangan sebagai akses politiknya. Alur pendekatan yang
merakyat sebagai alternatif simpati. Waktu yang singkat dalam menebarkan
selembaran kepada masyarakat dinilai layak untuk diapresiasi sebab membantu
ekonomi meskipun dampaknya sedikit. Namun demikian pemberian serangan fajar
cukup diterima namun tidak merubah arah pilihan. Sangat disayangkan jika goyang
akibat selembaran dominan yang hanya menghidupi kecukupan dua hari.
Mengingat hari besar
politik selalu dibayangi serangan kilat. Masa tenang menjadi sasaran menebar
kejutan fajar. Jika melihat definisi masa tenang Pemilu tercantum dalam
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye
Pemilu. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 34 PKPU Nomor 23 Tahun 2018, masa tenang
adalah masa yang tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas kampanye
Pemilu.
Berdasarkan ketetapan
KPU, jadwal masa tenang Pemilu 2024 yakni 11-13 Februari 2024. Dalam Pasal 24
ayat 3 PKPU Nomor 23 Tahun 2018, masa tenang Pemilu berlangsung selama tiga
hari sebelum hari pemungutan suara. Hari tenang menjadi hari yang tidak bisa
ditebak ketenangan akan saingan para pasangan calon. Hidup tenang tanpa adanya
kampanye dadakan perlu diharapkan untuk menciptakan pemilu damai. Usaha yang
negatif perlu kita hindari. Tetap fokus pada suara diri dengan menilai hasil
debat yang telah disiarkan secara nasional
Hari tenang menjadi
waktu terbaik untuk masyarakat dalam memastikan hatinya dalam memilih calon
pemimpin. Tiga hari menjadi bahan perenungan bagi suara rakyat dalam memberikan
mandat kepada pilihannya. Namun, kenyataan ini sering berubah akibat serangan
fajar yang menjerumuskan pilihan berubah arah. Realitas ini tidak semua untuk masyarakat,
sebab sebagian masyarakat juga ada yang kejujuran mampu menangkis serangan
fajar.
Setiap pilihan punya
konsekuensi ke depannya. Memilih dengan prinsip kemurnian hati tentu diawali
dengan cara jitu. Makna sebuah pilihan atas sentuhan suara hati jauh lebih
berkesan dari pada atas pilihan tanpa keinginan. Dalam harapan paling dalam
dari rakyat tidak lain mengharapkan pemimpin yang terbaik dan bijaksana. Yang
mampu mengayomi, memberikan regulasi yang berfaedah. Mensejahterakan alih-alih
memperburuk keadaan.
Menjalankan mandat
setelah dipilih harus segera diatasi. Makanya, obsesi terkadang peninggalan di
setiap pasca pemilihan karena suaranya tidak mampu merebut kursi. Tingkat
keinginan tinggi untuk dipilih menjadikan kewarasan tidak logis lagi. Jalan
apapun diambil asalkan mendapatkan mandat rakyat. Hari tenang tetap menjadi
sasaran sebagai hari final pemilu nantinya. Memaksimalkan hari akhir sebelum
pemungutan suara kerap menjadi acuan target setiap relawan hingga tim sukses.
Dengan demikian, akhir
sebuah harapan masyarakat dalan transisi kepemimpinan agar memberikan peluang
yang sebesar-besarnya dalam menentukan pilihannya sendiri tanpa gangguan suara
lain. Semua hati memilih dengan caranya sendiri. Semua rasionalisasi bekerja
dengan arah nasibnya sendiri. ***
·