Melihat Analisis Strategi Capres 2024 dalam Debat Pamungkas yang Antiklimaks

Melihat Analisis Strategi Capres 2024 dalam Debat Pamungkas yang Antiklimaks

Suasana saat pasangan Capres dan Cawapres berjabat tangan di Debat Kelima Pilpres 2024 di Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta, Minggu (4/2/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan


Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk) - Rangkaian debat calon presiden dan calon wakil presiden 2024 berakhir sudah dengan selesainya debat putaran kelima pada minggu malam (4/2/2024). Masyarakat disuguhi dengan tontonan yang cukup menarik sepanjang 4 putaran debat pertama. Ada banyak topik pembicaraan yang muncul, dari mulai pendekatan “all-out attack” Anies, gestur meledek Gibran, counter pertanyaan receh ala Mahfud MD, hingga istilah baru yang dipopulerkan seperti ‘omon-omon’ dari Prabowo.

Namun demikian, penyelenggaraan debat terakhir justru menutup rangkaian debat secara antiklimaks. Masing-masing capres nampak cenderung mengambil sikap hati-hati agar tidak tergelincir yang dapat membuat mereka justru menjadi bulan-bulanan kubu lawan.

Secara umum, debat terakhir berjalan di luar prediksi, karena perdebatan tidak terjadi setajam debat-debat sebelumnya. Apalagi mengingat debat ini merupakan debat pamungkas, yang menjadi kesempatan terakhir bagi para capres yang bertanding untuk menonjolkan keunggulan dirinya.

Serta di sisi lain sekaligus memperlihatkan kelemahan lawannya. Berjalannya debat secara relatif dalam suasana yang “lebih bersahabat” ini membuat debat terakhir justru terasa agak datar dan kurang berkesan.

Tulisan ini akan menyajikan penampilan debat masing-masing capres pada putaran terakhir tersebut beserta analisis strategi yang mereka gunakan.

Anies: Dari Oposisi yang Kritis menjadi Calon Pemimpin yang Mengayomi

Capres nomor urut 01 Anies Baswedan menyampaikan gagasannya saat Debat Kelima Pilpres 2024 di Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta, Minggu (4/2/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan


Barangkali penampilan yang paling di luar dugaan adalah Anies Baswedan yang justru terbilang “lunak” di debat ini dalam melancarkan serangan terhadap Prabowo dibandingkan dua penampilan debat sebelumnya.

Meskipun, dalam beberapa kesempatan, Anies masih melontarkan kritik yang tajam seperti misalnya ketika menyoroti masalah ketimpangan ekonomi akibat penguasaan segelintir elite dan pemberian bantuan sosial (bansos) yang seharusnya tanpa pamrih.

Pergeseran gaya debat Anies ini bisa diakibatkan oleh sejumlah hal. Pertama, hal ini bisa diartikan sebagai sikap kehati-hatian Anies di debat terakhir, untuk memastikan tidak terjadi “blunder” saat melakukan serangan yang dapat berakibat negatif menjelang hari pemilihan yang sudah sangat dekat.

Kedua, sebagai gestur untuk merangkul lawan dan pendukung lawan, dalam rangka menciptakan suasana yang lebih kondusif dan sejuk menjelang hari pemilihan. Ketiga, sebagai upaya untuk membangun citra diri yang lebih arif, lebih matang, dan lebih terukur dalam bersikap yang memang diperlukan dari sosok seorang pemimpin.

Anies terlihat ingin menyeimbangkan karakter dari sebelumnya sebagai sosok oposisi yang kritis menjadi sosok calon pemimpin yang mengayomi. Hal ini cukup bernilai strategis untuk memperluas akseptabilitas Anies di mata pemilih.

Dalam teori retorika, hal ini menunjukkan pergeseran dari pendekatan yang membangkitkan emosi berupa semangat perlawanan publik (melalui pembelaan atas nilai-nilai keadilan) kepada nilai-nilai moderasi yang menekankan pada nilai-nilai wisdom atau kebijaksanaan. Sikap moderasi ini, yang mencakup aspek pengendalian diri serta menjauhi ekstremitas dalam bersikap dan pemilihan kata, dianggap dapat memperkuat aspek kewibawaan (ethos) seorang komunikator.

Strategi debat Anies yang juga menarik untuk dicatat pada debat semalam adalah penggunaan apa yang disebut dalam persuasi sebagai peripheral cues. Yaitu isyarat atau kode-kode komunikasi yang membangun identifikasi emosional dengan khalayak. Hal ini antara lain digunakan Anies melalui penggunaan bahasa isyarat di awal pidatonya, yang ingin menunjukkan empati dan kepeduliannya terhadap kelompok disabilitas.

Hal ini juga ditunjukkan melalui penggunaan berbagai ungkapan bahasa daerah yang hendak memperlihatkan sikap inklusif Anies. Penggunaan wisdom dari berbagai bahasa daerah ini seakan juga hendak menunjukkan bahwa semangat keadilan dan kesetaraan yang diusung Anies berakar pada emosi dan kebijaksanaan yang dimiliki oleh masyarakat lokal di berbagai daerah di Indonesia.

Satu ungkapan yang sangat menarik digunakan Anies adalah falsafah Jawa “Suro Diro Joyoningrat Lebur Dening Pangastuti” yang bermakna arogansi dari kekuatan dan kekuasaan akan lebur atau kalah dengan kebijaksanaan dan kasih sayang. Falsafah ini pula lah yang nampaknya secara keseluruhan mengilustrasikan pendekatan Anies dalam debat kali ini.

Ganjar: Meneruskan Spirit Kepemimpinan yang Peka terhadap Perasaan dan Kebutuhan Rakyat Indonesia

Capres nomor urut 03 Ganjar Pranowo menyampaikan gagasannya saat Debat Kelima Pilpres 2024 di Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta, Minggu (4/2/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan


Sedangkan Ganjar, justru menggunakan kesempatan debat terakhir ini untuk melancarkan kritik tajam, meskipun tetap terukur, kepada Prabowo Subianto. Hal ini seolah ingin menegaskan posisi Ganjar yang kini secara terang berada di pihak oposisi pemerintah. Narasi yang dibawa Ganjar pun semakin tegas mengarah pada perubahan dan meninggalkan keberlanjutan.

Kritik tajam dan menarik yang disampaikan oleh Ganjar misalnya ditunjukkan dari pernyataannya di pembuka debat bahwa, “Pembangunan harus berorientasi kepada budi pekerti, tidak adigang, adigung, dan adiguno”. Kutipan falsafah Jawa ini secara sederhana bermakna pamer kekuasaan, atau sikap “mentang-mentang” dalam berkuasa.

Pernyataan Ganjar ini secara eksplisit mengkritik secara tajam praktik pemerintahan saat ini yang digambarkan telah eksesif dalam menggunakan kekuasaan. Hal serupa juga dapat disimpulkan dari pernyataan-pernyataannya berikut,

 “Politik harus memberi contoh…. Contoh atau teladan pemimpin yang baik dan tidak ada konflik kepentingan.”

“kita harus menjaga proses politik demokrasi dengan baik kita mesti melawan politik dinasti itu yang didukung oleh mereka yang statementnya sangat terbuka”

Ganjar juga secara cukup frontal menyerang pribadi Prabowo dengan mengungkit kembali isu pelanggaran HAM dan menyinggung gaya kepemimpinan diktator di pidato penutupnya. Seperti terlihat dari pernyataannya sebagai berikut,

“5 tahun yang lalu dalam debat Capres 2019 saya tim kampanye Joko Widodo beliau menyampaikan dan kita diingatkan untuk tidak memilih calon yang punya potongan diktator dan otoriter. Dan yang punya rekam jejak pelanggar HAM. Yang punya rekam jejak untuk melakukan kekerasan. Yang punya rekam jejak masalah korupsi. Saya sangat setuju apa yang beliau sampaikan agar kriteria ini menjadi pegangan kita semua dalam memilih pemimpin”

Menarik memperhatikan Ganjar menyerang Prabowo dengan menggunakan kata-kata Jokowi sendiri di pemilu sebelumnya. Hal ini seolah mengilustrasikan dengan baik pesan kunci dari Ganjar yaitu bahwa dirinya merupakan penerus sesungguhnya dari spirit dan nilai-nilai Jokowi, bukannya Prabowo.

Prabowo: Rekonsiliasi Politik untuk Kemakmuran Rakyat Indonesia

Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto saat Debat Kelima Pilpres 2024 di Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta, Minggu (4/2/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan


Sementara itu, untuk Prabowo, ada tiga poin menarik dari penampilannya dalam debat putaran terakhir.

Pertama, Prabowo mengandalkan narasi kebijakan makan siang gratis untuk anak-anak Indonesia sebagai program andalannya. Bahkan dalam sesi tanya jawab, Prabowo meminta lawannya untuk mengomentari kebijakannya ini. Hal ini menunjukkan Prabowo nampaknya mempersiapkan diri secara cukup serius untuk membela program andalannya ini dalam debat. Hal ini menunjukkan Prabowo cukup yakin bahwa kebijakan ini dapat menjadi daya tarik kuat bagi pemilih untuk memilihnya dalam pemilu nanti.

Kedua, Prabowo cenderung tidak banyak mengambil sikap konfrontatif dengan lawan-lawannya. Prabowo cenderung menyetujui dan menerima gagasan dari lawan-lawannya yang dinilainya masuk akal. Sebenarnya situasi debat ini yang diinginkan Prabowo dari awal debat, di mana ia dapat berfokus menceritakan program-programnya tanpa terdistraksi membela diri dari serangan yang terarah kepadanya. Pendekatan yang tidak konfrontatif ini sejalan dengan strategi Prabowo, sebagai pihak petahana, yang hendak merangkul semua kelompok politik untuk mendukung kepemimpinannya kelak.

Ketiga, Prabowo juga cukup dapat mencuri simpati publik dengan gestur kerendahan hatinya meminta maaf kepada lawan-lawannya jika terdapat hal-hal yang kurang berkenan selama debat dan kampanye. Gestur ini cukup simpatik karena dapat menunjukkan goodwill Prabowo dalam kampanye ini sehingga juga dapat berpengaruh positif pada kredibilitasnya. Gestur ini juga dapat menetralisir kesan arogansi kekuasaan yang dilekatkan pada pihaknya selama ini.

Secara keseluruhan, Prabowo menutup putaran debat dengan menekankan pada janjinya untuk membawa kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia dan janji untuk menggunakan pendekatan rekonsiliasi politik yang merangkul semua pihak.

Kata-kata penutup Prabowo berikut dalam kampanye nya cukup mengilustrasikan strategi yang digunakannya.

“Saya akan jadi presiden untuk rakyat Indonesia. Termasuk yang tidak memilih saya. Dan termasuk yang tidak percaya sama saya. Saya akan berjuang untuk seluruh rakyat Indonesia.”

Debat terakhir memunculkan dinamika yang berbeda dari putaran-putaran sebelumnya. Meskipun diawali dengan suguhan yang menarik dari debat-debat sebelumnya, debat terakhir justru menutup rangkaian dengan nuansa antiklimaks. Para calon presiden cenderung mengambil sikap hati-hati, menghindari konfrontasi yang dapat merugikan mereka menjelang pemilihan.

Anies Baswedan, dengan pergeseran gaya debatnya, mencoba membangun citra sebagai pemimpin yang mengayomi dan bijaksana. Di sisi lain, Ganjar justru menunjukkan ketegasannya sebagai oposisi dengan kritik tajam terhadap pemerintah. Sementara Prabowo fokus pada narasi kebijakan dan janji program yang ditawarkannya.

Meskipun debat terakhir terasa kurang tajam dan berkesan, strategi masing-masing calon mencerminkan upaya untuk meraih dukungan seluas-luasnya dari berbagai lapisan masyarakat, khususnya mereka yang masih belum mantap menentukam pilhan.

Dari lima putaran debat yang telah berlangsung, pemilih kini dihadapkan pada keragaman pilihan karakter dan visi pemimpin. Kita tentu berharap semoga rangkaian debat yang telah berlangsung dapat memberikan bekal yang cukup bagi calon pemilih dalam menentukan pililhannya pada 14 Februari mendatang.

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama