![]() |
Maria Evin (42), adalah warga Dusun Heso, Desa Golo Wune, Kecamatan Lamba Leda Selatan Kabupaten Manggarai Timur, NTT, tinggal di gubuk reyot nyaris ambruk. |
Sudah bertahun-tahun
lamanya, ia bersama 3 anaknya hidup di sebuah gubuk yang sudah reyot dan nyaris
ambruk.
Maria sendiri tinggal
di Dusun Heso, Desa Golo Wune, Kecamatan Lamba Leda Selatan, Kabupaten
Manggarai Timur, NTT.
Seorang diri, Maria
menjadi single parents demi menghidup ketiga anaknya.
Gubuk yang mereka
tempati pun hanya berukuran 2 x 3 meter.
Kondisinya pun sudah
sangat menyedihkan, di mana selain reyot, dinding gubuk yang terbuat dari
pelepah bambu tersebut sudah usang dimakan usia.
Dinding gubuk itu kini
lebih banyak bolongnya, termasuk di bagian atap.
Akibatnya, saat hujan,
ia dan anak-anaknya terpaksa harus mengungsi ke rumah tetangga.
Selain itu, gubuk reyotnya
itu tidak memiliki sekat kamar tidur.
Segala aktivitas
dilakukan di ruangan sempit yang juga menyatu dengan dapur.
Mama Maria dan anaknya
juga tidur di tenda beralaskan tikar usang tanpa spon ataupun kasur.
Kondisinya menyedihkan.
Di gubuk reyot itu pula
mereka hidup tanpa listrik.
Padahal di dusun itu
sudah tersedia jaringan listrik negara.
Namun, karena
keterbatasan biaya, Mama Maria belum bisa memasang listrik.
Untuk penerangan malam,
mereka masih menggunakan lampu pelita dengan bahan bakar minyak tanah.
“Saat hujan kami tidak
bisa tidur karena di sini bocor."
"Kalau hujannya
lama, kami terpaksa lari ke rumah keluarga atau tetangga,” tutur Maria
kepada Kompas.com, Minggu (18/2/2023).
Ia mengaku sudah
belasan tahun menempati gubuk reyot itu. Ia tak mampu memperbaiki rumahnya
karena kondisi ekonomi serba terbatas.
Suaminya sudah lama
merantau ke Kalimantan, tetapi tidak pernah ada kabar apalagi mengirimkan
mereka uang.
“Mau perbaiki rumah
atau beli makan sehari-hari, mau makan saja kami ini susah,” ujarnya.
Untuk bisa makan,
lanjut dia, ia harus banting tulang dengan bekerja harian membersihkan kebun
orang dengan upah Rp 25.000.
Pekerjaan itu pun tak
menentu.
Adapun uang harian itu
dimanfaatkan sebagian untuk membeli beras dan kebutuhan pokok lainnya.
“Ya, kalau tidak dapat
harian berarti tidak bisa beli beras."
"Kalau tidak ada
uang beli beras, terpaksa saya harus pergi ngemis bon di kios."
"Kadang juga pergi
ke keluarga."
"Kalau itu juga
tidak ada, kami makan apa saja yang ada."
"Makan ubi,
intinya perut kenyang,” katanya sambil mengusap air mata.
Ia menyebut,
keluarganya memang mendapat bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) dari
pemerintah pusat.
Namun, jumlahnya
sedikit dan tidak mencukupi kebutuhan keluarga."
""Paling
besar Rp 150.000."
"Jumlah ini tidak
cukup untuk kebutuhan kami," ungkapnya.
===
Malam hari pakai pelita
Meski dusun Heso Desa
Golo Wune sudah tersambung listrik, Mama Maria tetap menggunakan lampu pelita
untuk penerangan malam hari.
Karena itu, ia harus
membeli minyak tanah sebagai bahan bakar pelita.
"Kadang kalau
tidak ada minyak tanah, kadang kami hanya andalkan nyala api saja."
"Malam tidur gelap
kalau tidak minyak tanah," katanya.
Ia memang sangat
merindukan adanya penerangan listrik, tetapi apalah daya kondisi sangat tidak
memungkinkan untuk memasang listrik.
"Kami hanya pasrah
saja dengan kondisi ini."
"Mau bagaimana
lagi."
"Saya sendiri
berjuang supaya anak-anak bisa makan dan tetap sekolah," katanya.
Selain merindukan
listrik, Mama Maria juga sangat mendambakan gubuk reyot mereka diperbaiki.
"Semoga ada orang
baik yang bisa membantu dan peduli dengan keadaan kami ini."
"Semoga pemerintah
yang di atas juga bisa melihat penderitaan keluarga saya," imbuh dia.
"Mohon bantu
keluarga kami ini," sabung dia. *** KOMPAS.COM