Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Abraham Liyanto |
Bahkan berpotensi
hingga akhir Maret ini. Setelah hujan berlebih, diprediksi NTT akan
mengalami kekeringan yang panjang hingga akhir tahun.
Anggota Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dari Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT), Abraham Liyanto mengingatkan,
situasi sekarang mengancam ketersediaan pangan NTT. Para petani akan gagal
panen karena hujan berlebih dan kekeringan yang
terlalu panjang.
“Ini situasi pelik ke
depan. Harus bisa diatasi bersama,” kata Abraham di Jakarta, Senin, 18 Maret
2024. Ia mengingatkan, ketiadaan stok pangan yang cukup diperparah karena
program food estate atau lumbung pangan di NTT
juga gagal menjalankan tugasnya.
Program yang telah
dibangun dua tahun lalu dan menghabiskan dana triliun rupiah, tidak
menghasilkan pangan seperti diharapkan.
“Food estate itu
harapan untuk menjaga ketersediaan pangan di NTT. Tetapi faktanya, tidak ada
yang dihasilkan,” tegas anggota Komite I DPD RI ini.
Senator yang kembali
terpilih pada Pemilu 2024 ini untuk periode keempat meminta, agar program food estate itu
harus dievaluasi. Perencanaan dan studi kelayakan lokasi harus benar-benar
tepat untuk mencegah apa yang ditanam tidak sia-sia.
“Mengatasi ancaman
krisis pangan, kita tetap berharap pada program food estate.
Ada tanaman yang umurnya singkat. Itu bisa dilakukan dalam dua-tiga bulan ke
depan, tetapi tidak boleh salah tempat,” jelas Abraham.
Meski mendukung
program food estate, mantan Ketua Kadin Provinsi NTT
ini meminta Satuan Kerja (Satker) dan pelaksana di lapangan harus diperiksa.
Hal itu untuk memastikan mengapa program tersebut gagal. Di sisi lain, Pemda
dan masyarakat setempat harus dilibatkan dalam program tersebut. Hal itu agar
program tersebut benar-benar sukses karena didukung banyak pihak.
“Saya sudah dua kali
mengunjungi dua lokasi food estate di
NTT, yaitu Kabupaten Belu dan Kabupaten Sumba Tengah. Koordinasinya tidak
jelas. Pemda sampai tidak tahu ada kegiatan seperti itu. Gimana mau berhasil
kalau kerjanya seperti ini,” ungkap Abraham.
Menurutnya, yang salah
bukan konsep program food estate.
Yang salah bukan pula Menteri Pertahanan Prabowo Subianto atau Partai Gerindra
yang getol mengampanyekan program tersebut. Yang salah adalah pelaksanaan di
lapangan.
“Pak Prabowo harus cari
mengapa itu gagal. Partai Gerindra harus mencari tahu siapa pelaksana di Belu
dan Sumba Tengah. Supaya nama Pak Prabowo tidak ikut jelek. Karena masyarakat
tahunya program food estate itu dari Pak Prabowo,” saran Abraham.
Dia menilai program
yang sudah berjalan, terkesan hanya menjual NTT yang gersang dan rawan pangan.
Ujungnya, hanya modus mau ambil uang negara karena program tersebut tidak
dijalankan secara serius. “Ini harus dievaluasi total jika ingin dilanjutkan.
Jangan hanya mengejar proyek, tetapi benar-benar bekerja untuk meningkatkan
ketersediaan pangan di NTT,” tutup Abraham.
Sebagaimana diketahui,
ada dua lokasi program food estate di
NTT. Pertama, berada di Kabupaten Belu dengan luas potensial 365 hektar.
Di lahan ini sudah
dilayani irigasi sprinkler dan ditanami sekitar 43,9 hektar, di mana 3,3 hektar
untuk tanaman Sorgum dan 40,6 untuk tanaman jagung. Lokasi kedua berada di
Kabupaten Sumba Tengah dengan luas potensial mencapai 5.000 hektar.
Dari luas ini, ada
3.000 hektar direncanakan akan ditanam padi dan 2.000 hektare akan ditanam
jagung. Peluncuran kedua program itu dihadiri langsung oleh Presiden Joko
Widodo pada tahun 2022 dan 2023 lalu.
Namun hasil dari
program itu tidak jelas. Masyarakat tidak menyaksikan ada panen raya atas
lokasi food estate yang dibangun. (*/pol) poskupang.com