![]() |
Ilustrasi Para Pemimpin Partai Politik. Sumber: kumparan.com |
Namun sebelum
pengumuman itu dibuat, terdapat fenomena mundurnya Ratu Wulla setelah dipilih
menjadi Wakil Rakyat di Senayan dari Nusa Tenggara Timur menjadi hentakan yang
cukup luar biasa dalam dunia demokrasi dan perpolitikan di Indonesia. Hal itu
terjadi karena sang caleg memperoleh suara dengan jumlah terbesar di partainya
yakni 76.331 suara itu, tiba-tiba memilih untuk mundur. Dengan alasan yang
belum terlalu jelas ini tentu menjadi pertanyaan bagi banyak orang, termasuk
klarifikasi dari partai sendiri (kompas, 13/3/24).
Namun persoalan bukan
hanya soal maju mundurnya dalam pemilihan calon legislatif. Kondisi yang lebih
serius adalah situasi ini tentunya memunculkan kekecewaan untuk pemilih
masyarakat sumba karena orang yang sudah dipercaya malah mundur. Tindakan ini
bisa menjadi salah satu tindakan yang bisa berkonsekuensi pada pembuangan suara
rakyat. Padahal rakyat yang sama mungkin sekali memiliki harapan bahwa ada
wakil mereka yang bisa menjadi corong suara di Senayan, mewakili masyarakat
Sumba dan NTT
Lebih jauh, bukankah
hal ini dapat mendatangkan konsekuensi menurunkan kepercayaan rakyat kepada
para wakilnya atau para caleg pada pemilihan yang akan datang karena mungkin
sekali muncul anggapan bahwa suara mereka bisa dipergunakan atau bahkan dibuang
untuk kepentingan Partai politik.
Atau tidak mungkinkah
muncul pertanyaan mengenai apakah kepentingan partai lebih penting dari
kepentingan rakyat? Tidak mungkinkah pertanyaan ini akan memunculkan dilema
bagi caleg dan partai politik itu sendiri berkaitan dengan kepentingan rakyat?
Hakikat Partai Politik
Menjawab pertanyaan di
atas, ada baiknya untuk melihat sejenak apa hakikat partai politik. Menurut
Sejarahnya, partai politik lahir di negara Eropa Barat dengan intensi untuk
menampung gagasan rakyat dan mengikutsertakan mereka dalam proses politik
sehingga ia menjadi penghubung antara rakyat dan pemerintah (Budiardjo, 2020).
Berdasarkan ragam
pemahamannya, partai politik sendiri bisa dilihat sebagai perantara yang besar
yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga
pemerintahan yang resmi (Neumann, 1963). Dalam negara Demokrasi, beberapa
fungsi Partai Politik seperti, menjadi sarana komunikasi politik, sarana untuk
sosialisasi politik, sarana rekrutmen politik dan sarana pengatur konflik politik
(Budiardjo, 2020).
Berdasarkan kenyataan
di atas, peran partai politik yang demikian menjadikan posisi partai politik
menjadi urgent dalam dinamika demokrasi sebuah bangsa dan negara.
Dikatakan demikian
karena selain sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan ideologi,
partai politik juga menjadi bagian dari ruang publik, di mana masyarakat dari
berbagai elemen bisa memberikan pendapat atau suara, atau pun bersosialisasi
untuk mengatur kepentingan rakyat.
Namun demikian,
berdasarkan uraian pengertian di atas, perlu digaribawahi bahwa kepentingan
rakyat dalam berpolitik menjadi salah satu elemen utama yang harus ada dan
diingat di dalam sebuah partai politik.
Partai Politik dan Dilema Kepentingan
Meskipun keberadaannya
mesti mengakomodasi kepentingan rakyat, eksistensi dari partai politik tidak
dapat menafikan perannya dalam proses pembagian kekuasaan dan kepengaturan
sebuah negara di dengan sistem-sistem negara itu termasuk demokrasi. Di situ,
fakta yang tidak bisa dihindari, selain menjadi tempat atau wadah untuk membawa
mandat dari rakyat, partai politik juga terbentuk dari manusia-manusia yang
mempunyai kepentingannya masing-masing.
Dikatakan demikian,
karena entah dalam sebuah pendirian partai, baik itu para fundator maupun
mereka yang menjadi anggota partai tentu terlibat di dalamnya pasti mempunyai
motivasi dan tujuan masing-masing ketika mereka terlibat di dalam partai.
Hal ini sangat nyata
ketika anggota partai, baik itu dari pimpinan, pengurus dan anggota lainnya
sudah tidak berada dalam sebuah visi atau tujuan yang sama, friksi atau
perpindahan di dalam sebuah partai merupakan hal yang agak sulit dihindari.
Salah satu buktinya
adalah perpecahan yang terjadi dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di masa
Orde Baru menjadi Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP) (Safrudiningsih, et.al,
2023) di masa reformasi. Atau juga ada yang belum lama terjadi yakni adalah
perpecahan dan percobaan kudeta kepemimpinan Partai Demokrat (kompas.com, 11/08/23)
Bukan hanya soal
perbedaan kepentingan yang demikian, pertarungan kepentingan juga terjadi
antara partai dengan orang-orang atau rakyat yang memilih partai bersangkutan.
Hal itu terjadi ketika rakyat mempercayakan suaranya karena lebih melihat
figure yang dipilih ketimbang partai pengusung.
Namun kepercayaan itu
dan Amanah rakyat belum tentu bisa dijalankan dengan sungguh karena figure yang
bersangkutan mesti mengalami dinamika politik, negosiasi-negosiasi kepentingan
di dalam partai sehingga tidak menjamin secara utuh dan penuh apa yang
diharapkan rakyat bisa terwujud.
Kasus yang diuraikan di
atas, yang terjadi pada salah seorang kader yang telah dipercayai oleh rakyat
secara signifikan karena memang jumlah suara yang begitu banyak menjadi salah
satu contohnya. Terlepas dari berbagai negosiasi dalam tubuh partai yang
mungkin saja terjadi, atau itu merupakan keputusan pribadi. Fakta ini sungguh
menyajikan dilema kepentingan, apakah mesti mendahulukan kepentingan partai,
ataukah lebih mempertimbangkan harapan rakyat yang telah memilih sehingga
mereka tidak menjadi kekecewaan karena suara mereka seperti tidak berguna.
Prioritas Kepentingan
Berhadapan persoalan
ini, beberapa hal yang bisa dilihat di sini adalah, pertama, kita tidak bisa
dengan serta merta mengatakan bahwa kepentingan rakyat lebih penting dari
kepentingan partai atau pun sebaliknya.
Namun yang perlu
diperhatikan adalah apakah ada keterkaitan antara kepentingan partai dengan
kepentingan yang lebih besar yakni untuk menciptakan kebaikan dan kegunaan yang
lebih besar bagi rakyat. Apabila kepentingan partai sinkron dengan kepentingan
rakyat, maka scenario seperti yang terjadi mungkin bisa menjadi salah satu
langkah yang bisa diambil.
Hal kedua yang mesti
diperhatikan dan dipertimbangkan adalah skenario seperti yang digambarkan di
atas tidak bisa dibenarkan sama sekali ketika modus yang berada di balik
tindakan itu adalah lantaran untuk memenuhi kepentingan pengurus atau pemimpin
partai. Dikatakan demikian, karena pada galibnya hadirnya sebuah partai politik
adalah tentunya tidak terlepas dari wadah untuk menampung dan menyalurkan
aspirasi rakyat.
Jadi kepentingan rakyat
dan kepentingan yang lebih besar, seharusnya menjadi kepentingan yang lebih
utama. Sangat disayangkan jika kepentingan rakyat tidak sinkron atau sama
dengan kepentingan rakyat yang lebih besar dan amat disayangkan pula jika
terjadi bahwa ada kepentingan komunal milik rakyat mesti dikorbankan untuk
kepentingan parsial dari pihak tertentu.
Oleh karena itu,
prioritas kepentingan mesti dipertimbangkan dengan baik, tentang kepentingan
rakyat atau partai dan prioritas kepentingan itu bukan hanya prioritas
kepentingan untuk masa sekarang. Tetapi prioritas kepentingan itu mesti menjadi
akumulasi dari strategi-strategi untuk membuat kehidupan rakyat, berbangsa
maupun bernegara menjadi lebih baik.
Mengulang apa yang
sering dikatakan J.F. Kennedy semasa masih menjadi Presiden Amerika Serikat,
jangan tanyakan apa yang sudah negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang
sudah kalian berikan pada negara. Dalam konteks ini, entah partai politik dan
mereka yang ada di dalamnya mungkin sebaiknya bertanya, bukan tentang hal yang
sudah diberikan rakyat kepada mereka, tetapi apa yang sudah mereka lakukan
untuk kebaikan rakyat.
Hal ini penting agar
tidak menciptakan dilema kepentingan antara partai politik dan rakyat. Rakyat
tentunya sangat berharap pertimbangan bijak dari partai maupun orang-orang di
dalamnya untuk mengambil berbagai keputusan, apalagi itu menyangkut kepentingan
rakyat.