“The prayer is a way to unify and harmonize our own will with God’s will.”
Suara Numbei News - Bahasa atau kalimat yang selalu terucap dari bibir para pendoa ketika jatuh dalam kesalahan adalah; “namanya juga manusia lemah.” Kalimat ini seakan menjadi pembenaran bahwa kesalahan atau dosa yang dilarang oleh Tuhan seakan-akan wajar dan biasa saja sekaligus juga menyiratkan bahwa buah dari rajinnya kita berdoa adalah lebih banyak melakukan kesalahan daripada melakukan kebaikan dan memperjuangkan kebenaran.
Siapapun kita, tentu melakukan
kesalahan dan dosa, namun bukan berarti membenarkan diri kita sebagai manusia
yang lemah. Bahwa kita manusia yang lemah, tanpa perlu menjadi pembenaran, kita
semua sudah tahu dan menyadarinya. Justru karena kita lemah, maka kita berdoa
agar memperoleh kekuatan untuk tidak atau paling kurang mengurangi kesalahan
kita dengan kebaikan dan kebenaran.
Maka ungkapan; “namanya
juga manusia lemah” menjadi ungkapan yang tidak menggambarkan iman kita akan
kekuatan doa bahwa kita berdoa karena mengimani kuasa dan kehendak Allah.
Ungkapan seperti itu hanya menjauhkan kita dari kehendak dan kuasa Allah
meskipun kita rajin berdoa. Kita berdoa bukan semata-mata menjadi orang yang
suci melainkan pertama-tama adalah menyatukan dan menyelaraskan kehendak
pribadi kita dengan kehendak Allah.
Kita boleh meminta apa
saja kepada Allah melalui doa-doa kita, namun ketika kita tidak menjadi
kehendak Allah sebagai pemandu hidup kita maka kita hanya menjadi perayu Tuhan.
Kita memanipulasi kebaikan Allah untuk kepentingan pribadi kita namun menolak
untuk mengikuti, menghidupi dan menjalani kehendakNya.
Ketika kita mulai
menjauh dari kehendak Allah, maka apapun yang baik yang diberikan kepada kita
entah itu nasehat bijak dari pemimpin Gereja kita, selalu kita tolak karena
merasa berlawanan dengan keinginan dan kehendak pribadi kita. Kebebasan dan
kehendak pribadi kita dalam ruang sosial termasuk dalam kehidupan beragama juga
dibatasi oleh pedoman dan aturan untuk mengasah suara hati kita untuk lebih
peka mendengarkan dan mengikuti kehendak Allah dan bukan kemauan pribadi.
Seorang pendoa bukan
semata karena rajin berdoa, melainkan karena mengarahkan hati dan menyatukan
kehendak serta kemauan pribadi dengan kehendak Allah dan melaksanakan kehendak
Allah dalam kebaikan dan kebenaran entah dalam tutur kata maupun perilaku.
Sebaliknya seorang dikatakan pendoa namun selalu menganggap kesalahan dan dosa
sebagai bagian dari kelemahan manusiawi, maka ia adalah “perayu” Tuhan agar
kebutuhan pribadinya dikabulkan namun tidak siap untuk mengikuti dan
melaksanakan kehendak Allah.
Samal-Davao City:
20-Februari, 2024
Tuan Kopong msf