Pengamat Politik NTT Dr Ahmad Atang dan Dr Yohanes Jimmy Nani menyebut para caleg dilema untuk maju pada Pilkada 2024. (Dok. Pusdatin VN) |
Kendati demikian,
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 12/PUU-XXI/2024 dinilai sangat penting
agar para Partai Politik menyiapkan kader secara baik untuk bertarung serius di
Pilkada, bukan menjadi ajang coba-coba.
Pernyataan itu
disampaikan Pengamat Politik Universitas Muhamadiyah Kupang, Dr Ahmad Atang, dan Pengamat
Politik Undana, Dr Yohanes Jimmy Nani menanggapi Putusan Mahkamah Konstitusi
(MK) Nomor 12/PUU-XXI/2024 yang diketok pada Kamis (29/2/2024) lalu.
Lewat putusan tersebut,
MK mengingatkan KPU untuk mempersyaratkan caleg terpilih yang
mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk membuat surat pernyataan bersedia
mengundurkan diri jika telah dilantik secara resmi menjadi anggota DPR, DPD,
dan DPRD apabila tetap ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Ahmad Atang mengatakan,
keputusan itu membuat para caleg terpilih menjadi dilematis, antara
mempertahankan posisinya di legislatif yang baru saja direbutnya, atau
melepaskannya dan maju mengikuti kontestasi pada pilkada mendatang.
"Tentunya ini
putusan (MK) yang pasti membuat para caleg terpi8lih sangat dilematis. Antara
mempertahankan posisi di legislatif atau maju ikut Pilkada," kata Dr Atang.
Posisi ini, kata Atang,
mestinya dibaca dari awal oleh partai politik dalam melakukan distribusi kader.
Partai harus
mempersiapkan kader untuk kepentingan Pilkada dan untuk maju dalam Pileg.
Dengan demikian, tidak terjadi pilihan dilematis seperti saat ini.
Namun, yang terjadi
saat ini justru partai memasang target untuk sukses Pileg dan sukses Pilkada,
sehingga potensi kader dimaksimalkan untuk Pileg kemudian didorong untuk maju
di Pilkada.
"Jika hal ini yang
terjadi, maka kader parpol lolos Pileg (kursi Dewan) telah menghabiskan banyak
energi dan finansial untuk bertarung di Pileg, dan harus dipaksa untuk maju
Pilkada dengan melepaskan jabatan yang telah diraihnya," bebernya.
Terlepas dari itu,
lanjut Dr Atang, Pilkada merupakan salah satu ranahnya partai politik, sehingga
suka atau tidak suka harus ambil bagian.
Fenomena ini akan
membuat kehilangan figur potensial untuk maju di Pilkada jika kader lebih
memilih tetap pada posisinya sekarang sebagai anggota legislatif.
"Jika ini yang
terjadi maka partai akan membuka diri bagi kader-kader non partisan untuk
didorong. Karena itu, dapat dipastikan bahwa langkah partai, yakni
memprioritaskan kadernya atau membuka ruang bagi figur non kader," kata
Ahmad Atang.
Kader yang Siap
Dr Yohanes Jimmy Nani
mendukung putusan MK yang mewajibkan Caleg terpilih harus mundur jika maju
Pilkada.
Pasalnya, Pilkada bukan
ajang coba-coba, tetapi butuh kader yang benar-benar siap melayani masyarakat.
Menurut Jimmy, partai
politik harusnya menyiapkan para kader untuk Pilkada jauh hari sehingga tidak
hanya terkesan menyiapkan kader untuk Pileg.
Parpol harus menentukan
kader yang bertarung di Pilkada.
"Ya kita dukung,
selain taat azas, memastikan Pilkada berjalan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Kita tentu butuh tokoh politik yg memang sudah
mempersiapkan diri untuk menjdi kepala daerah, bukan sekedar coba-coba, Parpol
harus bisa mengfasilitasi ini, kader-kader Parpol harus disiapkan jauh hari melalui
kaderisasi ideologis parpol," tandas Jimmy.
Lanjut Jimmy, Pileg
2024 bisa saja menjadi instrumen ukur bagi elit politik untuk menakar kadar
popularitas, dan elektabilitas.
Tetapi bukan menjadi
tolok ukur utama karena ruang kontestasinya beda antar Pileg dan Pilkada.
"Penting untuk
memastikan roh ideologis Parpol bisa representasi melalui kader-kadernya yang
secara ideologis siap menjadi kepala daerah," ujarnya.
Ia menambahkan,
kontestasi Pilkada
2024 harus berjalan dengan memberikan keadilan bagi semua Parpol
maupun kontestannya.
Tembok Demokrasi hanya
bisa tegak melalui kontestasi yang beradab dan berkeadilan.
"Setiap parpol
maupun politisi yang berkontestasi berada pada level politik yang sama untuk
memastikan ruang kontestasinya fair," pungkasnya.*** victorynews.id