Ilustrasi. Buaya sepanjang
4 meter dievakuasi di Rote Ndao. (ANTARA FOTO/BASRI MARZUKI)
|
Pelaksana Tugas Kepala
Bagian Tata Usaha Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA)
NTT Joko Waluyo, dalam keterangannya, Selasa (9/4), menuturkan interaktif
negatif antara satwa liar buaya dengan manusia di NTT cukup tinggi dibanding
provinsi lainnya di Indonesia.
Joko mengungkapkan
insiden buaya yang muncul di area publik ini dimungkinkan terjadi "karena
buaya yang mencari habitat baru akibat habitat aslinya yang rusak."
Selain itu, ada
persaingan teritorial yang mengakibatkan individu tertentu harus pindah.
Pihaknya mencatat sepanjang 2023 ada 15 warga di NTT yang menjadi
korban serangan buaya, dengan lima orang di antaranya meninggal dunia.
Konflik
buaya dengan manusia di NTT terbanyak terjadi di Pulau Timor dengan
tujuh kejadian, di Pulau Sumba enam kejadian, Flores dan Lembata satu kejadian.
"Pada tahun 2024,
hingga April 2024 terdapat 2 kejadian konflik yang mengakibatkan 1 orang
meninggal," jelas Joko.
Kasus terbaru adalah
interaksi seekor buaya sepanjang hampir 4 meter di perairan Mulut Seribu,
Deaa Daiama, Kecamatan Landu Leko, Rote Ndao, NTT.
Buaya jantan dengan
panjang 3,97 meter tersebut ditangkap dan dievakuasi BBKSDA ke Kupang pada
Senin (8/4) dini hari.
Buaya tersebut kerap
meresahkan warga setempat karena sering memangsa hewan ternak milik warga desa
dan juga merusak tempat budidaya rumput laut dan lobster dan juga meresahkan
para penayan di perairan Mulut Seribu.
"Dilaporkan bahwa
individu buaya tersebut sempat menerkam ternak warga berupa kambing, meresahkan
nelayan baik pencari ikan, budidaya rumput laut budidaya lobster serta
mengganggu aktifitas masyarakat lainnya," kata Joko.
Menurut laporan yang
diterima dari masyarakat, buaya tersebut sudah tiga kali muncul di Perairan
Mulut Seribu, yakni pada 7 Maret, 22 Maret, 2 April 2024.
Pihaknya kemudian
melakukan verifikasi lapangan. Petugas pun langsung melakukan pemasangan jerat
dan observasi pada malam hari. Pada Senin (8/4) pukul 02.00 WITA
hingga 04.00 WITA, buaya jantan itu berhasil ditangkap.
"Senin dini hari 8
April 2024 antara pukul 02:00 hingga 04.00 Wita seekor buaya jantan sepanjang
397 cm berhasil ditangkap dan selanjutnya diproses evakuasi ke kandang
penampungan sementara di Kupang untuk proses lebih lanjut," kata Joko.
Perbaikan hutan
Dia pun menyarankan
perbaikan habitat berupa hutan mangrove yang rusak serta membatasi aktifitas
masyarakat pada kawasan yang diperuntukan sebagai habitat satwa harus dilakukan
untuk mencegah terjadinya konflik antara hewan buaya dan manusia.
"Pada kasus
tertentu, buaya juga berinteraksi dengan masyarakat saat mereka melintas untuk
pindah atau mencari makan," ungkapnya.
Pihaknya juga mengimbau
masyarakat untuk tidak mengambil langkah sendiri saat terjadinya pertemuan
dengan buaya.
Di samping itu, ia
menyarankan warga tidak membuang sisa makanan di laut yang dapat memancing
kehadiran buaya serta melaporkan kejadian interaksi negatif dengan buaya kepada
BBKSDA NTT. *** cnnindonesia.com