Marthino C. Ndun baru selesai diperiksa untuk dimintai keterangan oleh Penyidik Propam Polda NTT pada Senin, 15 April 2024 sore.
Marthino C. Ndun saat menjalani perawatan medis di RS Bhayangkara Kupang (Foto: HO) |
Pemeriksaan dirinya
berkaitan dengan laporan terhadap AKBP Febriansyah, salah satu pejabat penting
di Polda NTT.
Laporan itu, buntut
dari dugaan pengeroyokan terhadap Marthino oleh AKBP Febriansyah bersama dua
orang ajudan di kosan yang beralamat di Wali Kota pada 2 April 2024 lalu.
Kronologi
Marthino Ndun
menceritakan kejadian pengeroyokan itu berawal dari masalah sepele yakni tempat
parkir di depan kosan.
“Pemicunya itu siang
sebelum terjadi pengeroyokan itu Jam 17.40 wita,” katanya,
Pada 2 April siang
Marthino baru pulang dari tempat kerja.
“Siang itu saya baru
balik ke kosan kira-kira jam 11.00. Kebetulan parkiran di depan kamar dia
kosong yah sudah saya parkir saja di situ,” ceritanya.
“Lalu teman kerja saya
datang. Saya keluar lalu kami lagi ngobrol di depan kamar kosan saya di
bagian luar,” tambahnya lagi.
Saat sedang asyik
ngobrol dengan teman kerja, kata Marthino, sopir AKBP Febriansyah kemudian
datang dan meminta agar mobilnya dipindahkan.
“Saya langsung bilang
iya nanti saya pindahin. Setelah teman saya pulang lalu saya antar
sampai di depan gerbang lalu saya mundurkan mobil saya dan langsung masuk ke
kosan melanjutkan pekerjaan memeriksa dokumen,” katanya.
Selang 20-30 menit
kemudian pintu kamar miliknya digedor.
“Saya sih tidak
tahu. Biasanya jika saya lagi sibuk dengan pekerjaan meskipun ada teman atau
keluarga yang gedor pintu tidak saya buka. Makanya setiap teman atau kerabat
yang ingin bertemu pasti mereka menelepon dulu sebelum datang.”
Karena beberapa kali
digedor, dirinya kemudian keluar dan membuka pintu.
Di depan pintu kamar
kos ternyata ada AKBP Febriansyah dan di belakang ada sopir dan ajudan.
“Pas saya buka dia
sudah marah-marah dan ancam saya. Dia tanya kamu tidak terima masalah parkir
mobil yah,” katanya.
“Saya diam saja. Saya
tidak respons. Saya dalam hati pikir ini orang kok lagi puasa ngamuk-ngamuk orang.
Saya kemudian masuk lagi ke kamar dan kunci pintu. Saya pakai headset lalu
melanjutkan pekerjaan saya.”
Marthino kemudian
langsung melaporkan kejadian itu kepada penjaga kos.
“Saya sempat kirim
pesan WhatsApp ke penjaga kos.
Saya beritahu apa yang terjadi. Si penjaga kosan bilang mobilnya diundur lagi,
saya bilang sudah sesuai dengan tempatnya nanti tidak cukup,” beber Marthino.
Setelah melanjutkan
pekerjaan setengah jam kemudian Marthino keluar dari kos dan sempat
mengambil beberapa dokumen di mobilnya.
“Setelah itu saya
kembali ke kamar dan lanjut kerja. Sekitar jam 14.00 Wita saya keluar
menggunakan motor untuk cari makan,” kata dia.
“Kebetulan saya kuliah
magister di Undana saat itu saya ke kampus.”
Setelah selesai kuliah
dan kembali ke kos, menurut Marthino, saat itu ada banyak orang di depan kos.
“Saya buka pagar lalu
masuk kamar dan ganti celana serta ambil laptop. Waktu saya keluar mereka
tanya kenapa tidak tutup pagar, saya jawab saya mau keluar lagi makanya pagar
tidak saya tutup,” kata dia.
“Saya menuju mobil
pintu depan sebelah kiri untuk simpan laptop,” tambahnya.
Menurutnya, saat itu
AKBP Febriansyah dan ajudannya lagi sementara duduk di depan kamarnya.
“Waktu saya menuju
pintu pagar, ketiganya datang menghampiri saya. Mereka bangun bersamaan
sudah ngamuk-ngamuk. Ada rekamannya.”
Karena capeh, Marthino
lantas tidak mau merespons dan langsung bilang “saya ada urusan di luar dan
saya tidak mau cari masalah.”
“Mereka datang langsung
pukul saya. Saya menghindar. Mereka pukul sampai didepan pagar dipinggir jalan.
Saya sudah jatuh mereka tendang. Muka saya sidah berdarah. Lalu saya bangun dan
menghindar lalu masuk ke mobil,” ujar Marthino.
Setelah mengalami
pengeroyokan, Marthino mengalami luka dan darahnya pun saat itu terus mengalir.
Setelahnya, ia duduk di
kursi sopir dan mencari tisu untuk membersihkan darah. Namun tisu tidak ada,
sehingga dia membuka baju untuk membersihkan darah.
“Sopirnya itu tendang
saya dari kanan pintu dirampas baju yang pakai lap darah saya. Lalu dia rampas
kunci mobil saya. Saya ambil HP dan keluar. Lalu saya kirim pesan ke penjaga
kosan.”
“Saya beritahu jika
saya dikeroyok oleh polisi dan ajudannya. Saya foto kepala saya yang berdarah.”
Sesudah itu, lanjut
Marthino, HP miliknya dirampas AKBP Feberiasnyah.
“Sempat saling tarik.
Dia masih sempat tendang saya lalu saya tahan pakai kaki saya lalu HP saya
mereka lagi. Saya minta mereka tidak kasih.”
“Dia sempat ancam saya
kamu mabuk yah, saya bilang saya dalam keadaan normal. Dia sempat bilang akan
panggil polisi dan tes urine. Saya bilang silakan,” bebernya.
Selang beberapa saat
kemudian beberapa anggota kepolisian dari Polresta Kupang Kota datang ke lokasi
kejadian.
“Sekitar 7-8 orang
anggota polisi kemudian datang. Dia kemudian cerita versi dia jika saya pukul
duluan,” katanya.
Marthino dan beberapa
anggota kepolisian kemudian menuju ke Polresta.
“Saya minta untuk
divisum kemudian saya diantar ke RS Bhayangkara untuk di visum,” katanya.
Menurutnya, saat itu
dirinya langsung membuat laporan polisi di Polresta Kupang.
Buat Dua Laporan
Atas kejadian itu
Marthino membuat sebanyak dua laporan.
Laporan pertama adalah
laporan pidana umum di Polresta Kupang Kota. Laporan itu tercatat dalam surat
bernomor LP/B/322/SPKT/POLRESTA KUPANG KOTA/ POLDA NTT.
Dalam surat yang sama
tercatat terlapor yakni Febrian Cs dengan aduan dugaan tindakan pengeroyokan
sesuai UU Nomor 1 1946 KUHP.
O
Lapora kedua disampaikan ke Propam Polda NTT. Laporan tercatat dalam surat
bernomor STPL/11/IV/Huk.12.10/2023/Yanduan.
Laporan itu terkait
dengan pelanggaran anggota polisi berupa penganiayaan dan pengeroyokan yanh
diduga dilakukan oleh AKBP Febriansyah Irbid Itwasda Polda NTT, tertanggal 15
April 2024.
VoxNtt.com sudah
meminta konformasi ke Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol. Ariasandy. Meski pesan
sudah WhatsApp terbaca, namun dia belum merespons.