Polisi menangkap dua
tukang servis HP yang mencuri dan menyebar video syur pegawai bank di NTT.
(Foto: Yufengki Bria/detikBali) |
"Para pelaku
mengancam korban untuk menyebar video bugilnya ke media sosial," ungkap
Wadirreskrimsus Polda NTT, AKBP Yoce Marten saat konferensi pers di Mapolda
NTT, Rabu (3/4/2024) sore.
Adapun korban adalah
seorang wanita berusia 22 tahun, NNM. Kejadian itu berawal saat NNM meminta
tolong kepada saudaranya, NND, untuk memperbaiki HP-nya di salah satu tempat
reparasi di Kota Kupang pada Sabtu (3/2/2024).
Sehingga salah satu
karyawan menyampaikan bahwa HP itu harus ditinggalkan baru bisa diperbaiki
karena mengalami kerusakan pada mesinnya.
Setelah itu, pada
Selasa (13/2/2024), NND, kembali ke tempat reparasi dan memberikan kata sandi
kepada GMK atas permintaan dari admin servis HP. Tanpa, sepengetahuan korban,
GMK mengakses tempat penyimpanan fotonya dan didapati lima video syur milik
korban.
Selanjutnya, GMK
membawa HP milik NNM untuk memutar video seks tersebut. Dia lalu merekamnya
tiga video asusila itu menggunakan HP miliknya di dalam toilet.
Tak hanya itu, dia lalu
mencuri dan mengirim dua video ke akun Instagramnya. Kemudian menyebarkan
kepada sejumlah temannya. Akhirnya video itu viral di media sosial pada awal
Maret 2024.
"Sehingga pada
Selasa (5/3/2024), korban baru menyadari kalau videonya sudah viral di media
sosial dan lingkungan kerjanya," jelas Yoce Marten.
Sedangkan peran NRA,
Yoce Marten menjelaskan, dalam kasus ini yaitu membuat akun TikTok lalu
melakukan direct message (DM) kepada NNM untuk berhubungan seks dengan
iming-iming akan memberikannya uang sebesar RP 10 juta.
Jika, tidak menuruti
keinginannya, maka dia mengancam akan menyebarkan video telanjang korban ke
media sosial dan kepada kantor tempat korban bekerja.
"Karena merasa
tidak nyaman, korban lalu membuat laporan polisi. Sehingga kami lakukan
pendalaman dan menangkap para pelaku," imbuhnya.
GMK dan NRA sudah
ditetapkan sebagai tersangka. GMK disangkakan dengan Pasal 35 Juncto Pasal 51
Ayat (1) Undang-Undang (UU) nomor 11 tahun 2008 tentang Transaksi dan Informasi
Elektronik (ITE) dengan ancaman penjara 12 tahun dan denda Rp 12 miliar.
Sedangkan NRA
disangkakan dengan Pasal 27b Ayat (2) Juncto Pasal 45 Ayat (10) UU Nomor 1
Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE
dengan ancaman penjara 6 tahun dan denda Rp 1 miliar.
"Tidak menutup
kemungkinan adanya potensi tersangka baru. Namun, tergantung bagaimana modus
yang digunakan oleh para pelaku," tandasnya.