Usut Dugaan Pengrusakan Hutan Lindung Oleh Kapolres Belu, Tim Mabes Polri Turun Langsung TKP

Usut Dugaan Pengrusakan Hutan Lindung Oleh Kapolres Belu, Tim Mabes Polri Turun Langsung TKP

Tim Mabes Polri saat melakukan pendalaman kasus dugaan pengrusakan hutan oleh Kapolres Belu, Kamis 26 April 2024. (Jude Lorenzo Taolin)


Suara Numbei News - Aktivitas diduga ilegal dalam Kawasan hutan lindung di desa Tukuneno, Kecamatan Tasifeto Barat, Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan kasus pemerasaan pengusaha yang dilakukan Kapolres Belu, AKBP Richo Nataldo Devallas Simanjuntak mendapat perhatian serius dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Informasi yang berhasil dihimpun NTTHits.com, bukti keseriusan Kapolri dalam menuntaskan dua perkara besar yang melibatkan Kapolres Belu, telah didatangkan Tim Mabes Polri ke Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT) untuk selanjutnya menelusuri persoalan serius dimaksud di Kabupaten Belu.

Dan pada Rabu, 24 April 2024 tim Mabes Polri yang dipimpin dua Kombes tiba di kota Atambua kabupaten Belu dan langsung bertemu dengan pihak - pihak terkait untuk dimintai keterangan terkait dugaan Pemerasan dan  pengrusakan hutan lindung atau konservasi oleh Kapolres Richo Simanjuntak dan jajarannya.

"Ya betul, kami semua sudah diambil keterangan terkait dua kasus yakni dugaan pengrusakan hutan lindung dan pemerasan", kata sumber terpercaya yang ikut dimintai keterangan oleh tim Mabes Polri.

Informasi lain yang diperoleh wartawan, Kepala Daerah setempat yakni Bupati Belu dan sejumlah Pimpinan Institusi Penegak Hukum turut diambil keterangan, termasuk 
Camat, Kepala Desa, UPT Lingkungan Hidup Belu dan pimpinan Bank dalam kaitan dua kasus dimaksud.

"Semua dokumen sudah diserahkan ke tim Mabes Polri", kata sumber yang dikonfirmasi, Jumat, 26 April 2024.

Terkait kedatangan tim Mabes Polri ke Kabupaten Belu yang masih merupakan wilayah hukum Polda NTT, Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Kapolda NTT), Irjen Pol. Daniel Tahi Monang Silitonga, S.H., M.A tidak merespon upaya konfirmasi wartawan.

Beberapa pertanyaan yang dikirim melalui pesan WhatsApp tidak pernah direspon Kapolda Daniel Silitonga.

Sebelumnya diberitakan, pekerjaan jalan di Dusun Weberliku, Desa Tukuneno, Provinsi NTT oleh Kapolres Belu diduga tidak mengantongi izin pakai dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Lokasi tersebut berada dalam kawasan hutan lindung atau hutan konservasi.

Hutan tersebut, diketahui sudah ada sejak tahun 1970-an. Saat itu pemerintah ingin membuka jalan tetapi karena lokasi adalah kawasan hutan lindung sehingga sampai sekarang masih menunggu izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Sayangnya, Kapolres Belu bertindak tanpa berkoordinasi dengan Pemda setempat.

Jalan itu, merupakan jalan lama yang dibuka oleh Dinas Kehutanan dengan tujuan mengangkut anakan pohon. Tahun 2009 direncanakan akan diperbaiki tetapi karena belum ada izin dan lokasi itu adalah kawasan hutan lindung sehingga belum terlaksana.

Penyimpangan yang diduga dilakukan Kapolres Belu dari aspek hukum lingkungan, jelas sangat merusak kawasan hutan lindung.

Alat berat yang digunakan, melindas pepohonan.

Adapun pembangunan tiang  lampu penerangan jalan pada 12 titik di kampung Webereliku, dari hasil pengecekan lapangan Team UPD Kesatuan wilayah Kehutanan Kabupaten Belu yang bertanggungjawab dalam pengawasan dan perlindungan hutan di kabupaten Belu, menemukan adanya pembangunana peningkatan jalan  kurang lebih 2,5 kilometer dengan pelebaran 3 meter menuju ke dalam kawasan hutan lindung Bifemnasi Sonmahole, penggalian material sirtu gunung, penebangan 10 sampai 20 pohon jati dan akasia.

"Dugaan tindak pidana perusakan hutan yang dilakukan oleh Kapolres Belu adalah dengan melakukan pembangunan pengerasan jalan pada jalan lama yang telah rusak dan hampir hilang pada lokasi sejauh kurang lebih 2,5 kilometer, dengan lebar 3 meter, pembangunan jalan baru sejauh 80 meter dengan lebar 3 meter untuk akses mobilisasi kendaraan pengangkutan material", pendapat salah satu anggota Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTT, Viktor Manbait yang ikut memantau kasus pengrusakan hutan di Belu.

Selanjutnya, penggalian material gunung sirtu  dengan kedalaman 6 meter sampai dengan 8 meter dengan diameter 80 meter dalam kawasan hutan lindung Bifemnasi Sonmahole di Webereliku untuk kepentingan pembangunan,  merupakan bentuk penambangan ilegal yang dilakukan tanpa izin dan merupakan tindak pidana yang tidak memenuhi ketentuan pasal 134 ayat (2) undang - undang mineral dan batubara no 4 tahun 2009, yang mengatur kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sebelum memperoleh izin dari instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan.

Dimana sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 2010, terang Viktor, wajib mendapat ijin usaha pertambangan bagi perorangan atau badan hukum yang akan melakukan penambangan dalam kawasan hutan. (*) ntthits.com



 

 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama