Para Guru SDK Naibone Kecamatan Sasitamean Kabupaten Malaka NTT sedang sibuk mengerjakan Pengelolaan Kinerja di aplikasi PMM |
Kalaulah tujuan dari
adanya e-kinerja ini untuk meningkatkan kinerja guru dengan peningkatan
kualitas pembelajarannya di kelas, sambil memperbaiki kekurangan pada capaian
Rapor Pendidikan, maka harusnya Kemendikbudristek sudah siap dengan aplikasi
e-kinerja di PMM tanpa ada kendala. Begitu Januari diterapkan untuk guru di seluruh
Tanah Air, sistem harus sudah tertata rapi siap dipakai guru. Pun pemahaman
para guru sudah matang betul dengan aplikasi pengelolaan kinerja ini.
Tapi pada kenyataannya,
aplikasi pengelolaan kinerja ini masih banyak kendala. Di antaranya, guru
kesulitan mengakses, data guru ada yang tidak sesuai, belum bisa memasukkan
akun kepala sekolah yang statusnya Plt, hingga salah pilih rencana yang tak
bisa dihapus. Itulah yang membuat guru-guru tak enak tidur, tak enak makan
karena kepikiran terus dengan PMM-nya.
Yang bikin susah lagi,
kendala-kendala itu yang menangangi terpusat di pihak Kemendikbubdristek. Jadi,
guru-guru di seluruh wilayah Tanah Air yang punya masalah pada sistem e-kinerja
di PMM, lapornya ke pusat bantuan langsung di Kemendikbudristek. Dinas
Pendidikan setempat tak diberi akses untuk membantu guru yang punya masalah
e-kinerja di PMM.
Terus kendala yang
dihadapi guru-guru itu bermacam-macam. Tapi pihak Kemendikbubdristek memberikan
solusi gebyah uyah, alias permasalahan yang beda solusinya sama. Ya, inilah
risiko bila ditangani pusat. Tidak tahu permasalahan yang sebenarnya di daerah.
Meningkatkan Kualitas Pembelajaran
Sesungguhnya tujuan
dari sistem Pengelolaan Kinerja di PMM sangatlah bagus. Ini merupakan cara
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah melalui tiga tahapan.
Yakni, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga penilaian. Guru melaksanakan
ketiga tahapan ini dengan mengacu pada nilai yang kurang di Rapor Pendidikan.
Dengan kata lain, sistem Pengelolaan Kinerja ini juga dipakai untuk memperbaiki
Rapor Pendidikan di satuan pendidikan.
Perbaikan Rapor
Pendidikan tersebut berorientasi pada praktik pembelajaran yang berkualitas
yang dilakukan guru di kelasnya. Pada tahap perencanaan, guru hanya perlu fokus
meningkatkan kinerja pada salah satu indikator rekomendasi berdasarkan capaian
Rapor Pendidikan yang telah terintegrasi di PMM. Di tahap pelaksanaan, kepala
sekolah akan melakukan observasi kelas dan melakukan penilaian berdasarkan
rubrik yang telah disediakan di PMM. Pada tahap penilaian, kepala sekolah dapat
melihat rangkuman pencapaian guru untuk predikat kinerja yang terintegrasi
dengan sistem e-kinerja BKN.
Sekilas tampak betul
sistem Pengelolaan Kinerja di PMM ini mirip dengan penelitian tindakan kelas
(PTK). Jadi, apabila guru melaksanakan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan
alurnya, maka kualitas pembelajaran di kelasnya akan meningkat. Guru juga dapat
meningkatkan kinerjanya sehingga menjadi profesional. Ini yang dikatakan bahwa
Pengelolaan Kinerja di PMM lebih relevan dan berdampak. Relevan karena sesuai
kebutuhan belajar murid di kelas, dan berdampak karena sasaran utamanya adalah
adanya peningkatan kualitas pembelajaran murid.
Guru harus fokus pada
aspek praktik kinerja dan perilaku. Dua hal itu yang menjadi aspek utama dalam
penilaian e-kinerja di PMM. Sedangkan pengembangan kompetensi yang berupa
rencana hasil kerja (RHK) seperti ikut diklat, pelatihan mandiri di PMM,
menyusun praktik baik di PMM, dan sebagainya. Itu akan menjadi bahan
pertimbangan saja bagi kepala sekolah dalam menilai e-kinerja guru.
Salah Penafsiran
Saat ini yang terjadi
adalah salah penafsiran pada unsur Pengembangan Kompetensi. RHK di Pengembangan
Kompetensi itu disertai poin. Guru harus mengumpulkan minimal 32 poin. Jadi,
yang disalahpahami guru yaitu mengejar target tercapainya poin itu.
Kenyataan di lapangan,
banyak guru yang memilih RHK menjadi peserta webinar, diklat online, dan
sebagainya. Jamak dilihat di sekolah-sekolah pada saat jam mengajar, guru
serius memandangi laptopnya untuk menyimak webinar. Berburu sertifikat sebagai
bukti dukung di RHK.
Sebenarnya bagus sih,
itu tanda kalau guru mau terus belajar. Guru ikut webinar kan untuk
meningkatkan kompetensi pedagogisnya. Namun, sayangnya tidak demikian.
Kebanyakan dari mereka ikut webinar untuk tujuan pragmatis semata, yakni dapat
sertifikat yang bisa di-upload di e-kinerja PMM.
Ini kelemahan dari
sistem di PMM. Bukti dukung ikut semacam diklat hanya berupa sertifikat saja.
Tidak disertai laporan diklat yang seperti diterapkan kala Permen PAN RB No. 16
Tahun 2009 masih berlaku. Dan, tidak menutup kemungkinan praktik ketidakjujuran
terjadi di kalangan guru dengan memalsukan sertifikat. Sekarang zamannya
Artificial intelligence (AI), sehingga edit dokumen gampang sekali dilakukan.
Kita berharap
Pengelolaan Kinerja di PMM ini juga merupakan tantangan bagi guru untuk tetap
menjunjung tinggi nilai kejujuran. Pendidikan sebagai tempat penyemaian
nilai-nilai utama jangan justru menjadi ladang tumbuh suburnya perilaku yang
bertentangan dengan integritas akademik. Intinya, guru tetap memegang teguh
karakter kejujuran di era perkembangan AI ini.
Sebenarnya di PMM juga
sudah disediakan fitur Pelatihan Mandiri. Ini bisa dimanfaatkan guru untuk
meningkatkan kompetensi pedagogisnya. Guru bisa belajar lebih fleksibel, di
mana pun dan kapan pun. Tetapi, tidak sedikit guru yang tidak telaten.
Di fitur Pelatihan
Mandiri itu guru diajak untuk belajar modul sesuai dengan yang diinginkan. Pada
akhir tahap belajar, guru harus mengerjakan post test. Kemudian lanjut dengan
yang namanya Aksi Nyata. Apa yang guru pelajari di modul, dipraktikkan di
kelasnya dan ditutorkan ke teman sejawat.
Dokumentasi Aksi Nyata
tersebut di-upload di PMM untuk dicek oleh tim validator. Bila hasilnya sudah
sesuai kriteria, maka guru dapat sertifikat topik. Kendalanya, masa validasi
ini lama sekali, bisa dua sampai tiga bulan. Ini yang kemudian membuat guru
menjadi tidak telaten untuk belajar modul di Pelatihan Mandiri PMM. Jadi, yang
sangat diharapkan oleh guru adalah masa validasinya dipercepat.