Howard Gardner
menegaskan bahwa kecerdasan terbagi atas beberapa bentuk meliputi word smart (kecerdasan linguistik), number smart (kecerdasan logika atau
matematis), self smart (kecerdasan
intrapersonal), people smart (kecerdasan
interpersonal), music smart (kecerdasan
musikal), picture smart (kecerdasan
spasial), body smart (kecerdasan
kinetik), dan nature smart
(kecerdasan naturalis).
Sekolah merupakan salah
satu wadah bagi peserta didik untuk mengembangkan berbagai kecerdasan yang
mereka miliki yang sejatinya tidak sama antara satu siswa dengan yang lainnya.
Peserta didik diharapkan menjadi pembelajar yang mampu membelajarkan dirinya
secara mandiri maupun kolaboratif dengan guru sebagai fasilitator.
Sebagai fasilitator guru
juga harus mampu mengembangkan apa yang disebut sebagai growth mindset (berpikir berkembang bahwa belajar sebagai suatu
kebutuhan) di kalangan peserta didik. Apabila mereka telah memahami cara
berpikir berkembang tersebut, maka segala usaha yang dipandang dapat mengubah
kecerdasan mereka akan dilakukan, diikuti atas dasar kemauan mereka.
Pentingnya
Growth Mindset
Dalam ranah akademik,
seseorang tidak dapat terhindar dari berbagai halangan yang sejatinya dapat
memperlambat proses perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh sebab
demikian, butuh suatu ruang yang lebih lebar sebagai alternatif solusi dalam
merespons masalah tersebut. Pada taraf ini, memiliki pola pikir berkembang atau
growth mindset sejatinya sangat diperlukan sebagai suatu solusi supaya
keinginan untuk terus belajar dimiliki oleh setiap anak yang sedang berjuang di
tingkat/bidang pendidikan masing-masing.
Untuk mengatasi kesenjangan dalam prestasi akademik, seringkali diperlukan
pendekatan yang holistik, seperti penerapan konsep growth mindset untuk
menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung pertumbuhan akademik dan
pribadi yang merata bagi semua siswa (Laily, 2023). Secara teoritis, growth
mindset adalah pola pikir yang meyakini bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat
berkembang melalui usaha, ketekunan, dan pembelajaran yang tepat (Putri &
Wilman, 2023).
Berdasarkan pemikiran
tersebut, hakikatnya peserta didik perlu diberi pemahaman yang fundamental
terkait dengan pentingnya growth mindset untuk mendukung perkembangan pengetahuan
bahkan bagi sikap serta keterampilan mereka.
Saya pernah berbincang
dengan salah seorang siswa yang baru lulus dari Sekolah Menengah Atas yang
tempat tinggalnya cukup berdekatan dengan saya. Pada saat itu, ditanyakan
tentang rencana yang disusun pascatamat dari sekolah. Dia menceritakan bahwa
ada keinginan untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi, namun di lain sisi
timbul keraguan akan kemampuan akademis yang dimiliki. Pada akhirnya dia
memutuskan tidak merespons keinginan tersebut secara serius dan memilih mencari
peruntungan di bidang lain (memutuskan tidak kuliah).
Pada dasarnya saya
tidak mempermasalahkan keputusannya tersebut, namun hendak dijadikan suatu
pelajaran bahwa kemampuan akademis ataupun kendala finansial ataupun hal
lainnya jangan dijadikan sebagai dasar untuk tidak mencari ilmu
setinggi-tingginya dalam tataran formal.
Dari percakapan
tersebut, saya menangkap benang merah bahwa terdapat suatu anggapan bahwa
kecerdasan yang dimilikinya menjadi faktor penghambat yang mematahkan keinginannya
untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Berdasarkan kasus tersebut, dapat
diinterpretasikan bahwa ia belum memahami apa yang disebut sebagai growth
mindset itu. Bahwa dirinya yang telah berkeinginan untuk melanjutkan studi ke
tingkat yang lebih tinggi namun disebabkan tidak memiliki growth mindset, pada
gilirannya keinginan untuk menimba ilmu lebih tinggi dalam tataran formal
menjadi layu bahkan mati.
Saya pada sesi percakapan tersebut telah pula memberi suatu gambaran
berdasarkan pengalaman yang diperoleh tentang proses perkuliahan. Bahwa
sejatinya perkuliahan tidak semata-mata soal intelektualitas, tetapi bagaimana
mengubah pola pikir bahwa belajar tersebut merupakan suatu kebutuhan.
Kecerdasan atau kemampuan akademis bukan timbul secara ujug-ujug, namun ada
serangkaian proses yang mesti dilalui dengan semangat dan sungguh-sungguh.
Peran Guru
Selain fasilitator
untuk mengembangkan kemampuan siswa pada tataran akademis (kognitif, afektif, dan psikomotor) dalam proses
pendidikan/pembelajaran, guru merupakan sosok yang seharusnya juga mampu
menjadi wadah yang dapat membekali peserta didik untuk memiliki sudut
pandang/pikiran berbeda atas dirinya secara personal (kelebihan yang dimiliki)
dengan siswa lain.
Guru sangat berperan
dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mencapai tujuan hidup secara
optimal. Keyakinan ini muncul karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam
perkembangan senantiasa membutuhkan orang lain, sejak lahir, bahkan pada saat
meninggal. Supaya tujuan hidup peserta didik itu dapat mereka capai dengan
optimal maka seorang guru harus mampu berkata objektif dan harus paham terkait
kecerdasan masing-masing anak didiknya yang beragam agar tidak ada siswa yang
merasa sebagai pribadi yang "bodoh" di tengah teman-teman di kelas/sekolah
memperoleh nilai sempurna.
Guru harus menekankan
kepada peserta didik supaya mereka memiliki growth mindset. Dengan memahamkan
peserta didik terkait growth mindset tersebut seterusnya guru juga harus terus
memotivasi mereka, bahwa kecerdasan dapat diperoleh dengan selalu belajar tanpa
lelah, dan kelebihan yang berbeda/beragam yang menjadi ciri khas tersendiri,
dapat dilatih dan dipertajam melalui aktivitas belajar/latihan yang
sungguh-sungguh, selalu meluangkan waktu untuk mengembangkan diri tanpa harus
membuktikan kehebatan pada orang lain.
Seorang guru juga harus
menekankan kepada peserta didik bahwa tolok ukur kecerdasan tidak mesti
sama/sesuai seperti apa yang dimiliki oleh salah satu siswa yang lain.
Fokuslah pada
kecerdasan yang dimiliki masing-masing tanpa mengesampingkan mata pelajaran
yang lain sebagai suatu rangkaian yang mesti dibelajarkan.
Peran Orang tua
Selain tugas guru,
peran orangtua juga tidak bisa dikesampingkan untuk memahamkan anak terkait
dengan growth mindset. Orangtua tidak harus mengambil parameter kecerdasan
anak-anak lain untuk dibandingkan dengan kecerdasan anaknya yang sudah jelas
tidak sama. Laporan hasil belajar kadangkala menjadi tolok ukur mereka, untuk
seterusnya timbul spekulasi bahwa si anak A cerdas dan si anak B kurang cerdas.
Mereka lupa atau bahkan
tidak tahu bahwa kecerdasan tersebut memiliki macam bentuk. Bisa saja di sisi
lain, anak yang mereka lahirkan dan besarkan memiliki kecerdasan musikal,
kecerdasan kinestetik, ataupun kecerdasan lainnya seperti yang telah dibagi
oleh Howard Gardner di atas. Oleh sebab itu, mereka hanya perlu mempertajam
kecerdasan tersebut dengan menambah pendidikan anak pada ranah informal. Jika
mereka memiliki kecerdasan musikal, dapat dipupuk dengan privat dengan guru
musik (jika kondisi ekonomi mendukung), atau belajar secara otodidak melalui
platform online yang pada hari ini sudah banyak berkembang.
Tetapi timbul masalah,
bagaimana jika para orangtua juga tidak mengetahui terkait berbagai bentuk
kecerdasan itu? Tatkala situasi tersebut ditemukan, guru dapat
mensosialisasikan kepada mereka ketika penyerahan laporan hasil belajar. Pada
momen tersebut, guru dapat menceritakan kepada segenap wali murid supaya mereka
tidak perlu bersedih hati atau marah jikalau anak-anak mereka belum memperoleh
nilai sempurna pada beberapa mata pelajaran.
Sebab di lain sisi,
sebagian anak yang belum memperoleh nilai maksimal itu telah berhasil
menorehkan prestasi pada ranah lain seperti juara lomba atletik, sepakbola,
musik, puisi, menulis esai, terpilih paskibraka daerah, dan prestasi lainnya di
luar akademik. Artinya mereka memiliki kecerdasan lain di luar akademik.
Memang benar dia masih
lemah di pelajaran X, Y, Z, tetapi di bidang lain ia sangat handal bahkan mampu
berprestasi hingga tingkat nasional. Pada aspek ini, kita harus terus
mengingatkan kepada mereka untuk selalu berpikir berkembang (growth mindset) supaya dapat mengejar
apa yang masih menjadi kekurangan dan memperdalam apa telah menjadi suatu
kelebihan. Sinergi guru dan orangtua dalam memahamkan anak terkait growth
mindset sangat perlu dilakukan secara serius dan konsisten supaya segenap
peserta didik dapat mencapai aktualisasi diri secara kompleks dan sampai pada
titik puncak kariernya dalam kehidupan.