Terkait peristiwa
tersebut, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan:
Pertama, peristiwa
tersebut merupakan pelanggaran atas Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB)
sekaligus cerminan dari lemahnya ekosistem toleransi di tengah tata kebinekaan
Indonesia. Kasus ini mempertegas bahwa situasi pelanggaran KBB stagnan serta
gangguan atas tempat ibadah dan peribadatan masih terus terjadi. Data SETARA
Institute menunjukkan, dalam periode tahun 2007-2022 terdapat 573 kasus
gangguan terhadap tempat ibadah dan peribadatan yang terjadi di Indonesia.
Kedua, kasus pembubaran
ibadah Rosario Mahasiswa Katolik UNPAM menunjukkan bahwa intoleransi dan
kebencian terus menjadi ancaman terhadap hak atas KBB yang secara
konstitusional harus dijamin oleh negara dan pemerintah.
Dalam kasus pembubaran
rosario di Unpam, ada dua faktor utama yang mendorong pembubaran, yaitu
intoleransi di kalangan masyarakat dan kegagalan elemen negara, dalam konteks
ini RT/RW sebagai unsur negara di tingkat terkecil, di ranah masyarakat, untuk
menjamin hak seluruh warga atas KBB.
Ketiga, upaya pihak
kepolisian untuk mendamaikan para pihak mesti kita apresiasi. Namun demikian,
kepolisian perlu memastikan adanya dugaan tidak pidana yang terjadi. Penegakan
hukum atas kasus-kasus persekusi penting untuk dilakukan, untuk mencegah
perluasan persekusi dan pelanggaran KBB. Dalam pemantauan SETARA Institute
selama ini, lemahnya penegakan hukum sering terjadi berkenaan dengan
pelanggaran KBB dan secara umum menjadikan kelompok minoritas sebagai korban.
Keempat, sangat
diharapkan seluruh pihak untuk menahan diri. Narasi-narasi lanjutan terkait
peristiwa yang mereproduksi kebencian dan menaikkan tensi konfliktual mesti
dihentikan. Para pihak diharapkan untuk melakukan upaya-upaya cooling down. Hal
ini juga diharapkan mendesak para pihak untuk menolak politisasi terkait kasus
tersebut dalam rangka dinamika elektoral, khususnya terkait Pilkada pada
November 2024 mendatang. Selain itu, sangat diharapkan agar pemerintah
melakukan tindakan lanjutan yang dibutuhkan, seperti penanganan korban, jaminan
perlindungan hak atas KBB, dan penegakan hukum atas tindak kekerasan yang
terjadi.
Kelima, berkenaan
dengan banyaknya kasus pembubaran, persekusi, dan pelanggaran-pelanggaran lain
atas KBB, agenda besar yang harus menjadi perhatian bersama yaitu membangun
ekosistem toleransi di tingkat masyarakat. Ekosistem toleransi ini mesti
dibangun dengan prakarsa kepemimpinan politik, yang mana wali kota dan seluruh
kepemimpinan politik mesti memberikan perhatian untuk agenda pemajuan
toleransi.
Di samping itu,
diperlukan inisiatif dan kepemimpinan birokrasi, termasuk birokrasi di tingkat
Kecamatan dan RT/RW. Lebih dari itu, pembangunan ekosistem juga membutuhkan
prakarsa dan kepemimpinan sosial. Seluruh elemen masyarakat terkait, baik dalam
bentuk entitas resmi seperti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Forum
Pembauran Kebangsaan (FPK), dan Majelis-Majelis Keagamaan, maupun
komunitas-komunitas sosial di berbagai bidang, seperti kebudayaan tradisional,
kesenian, dan sebagainya, mesti terlibat dalam pembangunan ekosistem toleransi.