Foto: Orang tua
Janward CH Ndun dan Petrus Anderson Doko, Fians Ndun (56), saat diwawancarai
detikBali di PN Kupang, NTT, Kamis (20/6/2024). (Yufengki Bria/detikBali) |
"Setiap saat dia
(Abraham) piket, dua anak saya selalu dianiaya dan disiksa. Jadi, pas ada anak
nona (cewek) saya yang pergi besuk, baru mereka cerita kalau dapat aniaya
sampai babak belur," ujar orang tua Janward CH Ndun dan Petrus Anderson
Doko, Fians Ndun, saat ditemui detikBali di Pengadilan Negeri (PN) Kupang,
Kamis (20/6/2024).
Pria berusia 56 tahun
itu mengatakan kejadian tersebut sudah dilaporkan kepada Ombudsman RI
Perwakilan NTT dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia (Kemenkumham) NTT pada Kamis (30/5/2024). Sebab, Fians berujar,
kejadian tersebut merupakan pelanggaran HAM dan tidak bisa dibenarkan oleh
hukum.
"Sangat
disayangkan, maka saya minta oknum tersebut ditindak seadil-adilnya karena
sejak awal sudah ada indikasi pengancaman untuk membakar anak kami ketika sudah
masuk rutan. Ada videonya di sini. Sebagai orang kecil, saya tidak ada apa-apa,
saya hanya bisa berdoa saja," ungkap Fians dengan suara terbata-bata.
Kuasa Hukum Janward dan
Petrus, Mario Kore Mega, menjelaskan kliennya merupakan tahan kasus
pengeroyokan terhadap Abraham Angga Linho Telaleol saat terjadinya percekcokan
di acara pesta di Kelurahan Fatufeto, Kecamatan Alak, Kota Kupang pada Jumat
(21/7/2023) malam.
Menurut Mario,
pengeroyokan tersebut merupakan wujud pembelaan diri dari Janward dan Petrus.
Sebab, mereka terlebih dahulu dicaci maki oleh Abraham Angga Linho Telaleol
yang berujung melakukan penyerangan terhadap Janward dan Petrus.
"Kasus ini
sebenarnya upaya untuk membela diri karena dicaci maki dan diserang oleh
Abraham, maka terjadinya perkelahian sehingga dia melaporkan kasus tersebut
bahwa dia dikeroyok. Tetapi, fakta persidangan tadi terungkap bahwa klien kami
membela diri saat diserang," jelas Mario.
Sebagai kuasa hukum,
Mario melanjutkan, hanya bisa mendampingi kliennya untuk mengungkapkan fakta
yang sebenarnya agar putusan yang akan diberikan kepada dua terdakwa bisa adil.
"Jangan sampai ada fakta-fakta yang tidak terungkap kemudian hakim
memutuskan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya," imbuhnya.
Kasubbag Humas Kanwil
Kemenkumham NTT, Dian Lenggu, membenarkan kejadian tersebut. Menurutnya, kasus
itu terjadi pada Rabu (15/5/2024).
"Setelah beta
(saya) cek, memang benar adanya kejadian tersebut dan yang bersangkutan sudah
kami periksa secara internal dari tim Yankomas dan Divisi Pas
(Pemasyarakatan)," kata Dian saat dikonfirmasi detikBali.