Kasus tersebut terjadi
di Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Berdasarkan hasil
penyelidikan awal dan proses pidana ekstra yudisial, tindak pidana yang
didakwakan terhadap Romo Agustinus Iwanti Pr bersifat berat, lahiriah dan
mengandung kesalahan dan dapat dibuktikan secara yuridis.
"Romo Agustinus
Iwanti terbukti melakukan tindak pidana contra sextum decalogi praeceprum,
melawan perintah ke-6 dekalog (kan.1395 - $1),” ujar Vikaris Jenderal (Vikjen)
Keuskupan Ruteng, Romo Alfons Segar, dalam keterangan tertulis yang diterima
Kompas.com, Kamis (6/6/2024).
Ia melanjutkan, secara
internal gerejawi, penanganan kasus ini telah mengikuti ketentuan dan mekanisme
prosedural hukum kanonik yang ketat serta arahan Uskup Ruteng, Mgr Sipnanus
Hormat, selaku otoritas tertinggi gereja lokal Keuskupan Ruteng.
Sehubungan dengan hal
ini, penyelidikan awal (urvextigario previa) telah dilakukan secara hati-hati
yang ditindaklanjuti dengan proses pidana administratif ekstrayudisial yang
ditangani secara langsung ahli hukum gereja Keuskupan Ruteng.
Uskup Ruteng juga
menilai tindakan Romo Agusunus Iwanti mengandung potensi destruktif yang dapat
menghancurkan bahtera perkawinan dan keluarga Valentinus Abur, melukai hati
anak-anak serta membawa beban psikologis yang sangat berat yang tak mudah
disembuhkan.
Selain itu, tindakan
tersebut melukai Gereja, memberi beban tertentu kepada pihak Keuskupan Ruteng
dan membawa efek psikologis tertentu bagi rekan-rekan imam serta membawa
sandungan berat (grave acandalum) bagi umat beriman.
Atas dasar itu, Uskup
Ruteng yang memiliki kewenangan menurut hukum kanonik memberikan sanksi kepada
Romo Agustinus.
Setelah berkonsultasi
dengan berbagai pihak terkait, Uskup Ruteng selaku otoritas tertinggi gereja
lokal Keuskupan Ruteng menjatuhkan hukuman suspensi “a divins" (kan. 1333)
terhadap Romo Agustinus Iwanti, dan menarik kembali yurisdiksi dari tugas
imamatnya.
Konsekuensi dari
hukuman ini, Romo Agustunus Iwanti dilarang melakukan tindakan pastoral yang
berhubungan dengan kuasa tahbisan imamatnya dan kuasa kepemimpinan
(mempersembahkan Ekaristi Kudus secara publik, mengajar umat, melayani
sakramen-sakramen dan memimpin umat).
“Keputusan Bapa Uskup
Ruteng ini dituangkan secara resmi dalam Surat Keputusan Uskup Ruteng Nomor
152/11 1/V/2024 tertanggal 0 Mei 2024."
"Keputusan ini
telah dikomunikasikan secara personal kepada Romo Agustinus Iwanti, Bapak
Valentinus Abur, keluarga Ibu Helmince Dyabur, dan keluarga Romo Agusunus
Iwanti,” ujarnya.
Ia menambahkan,
Keuskupan Ruteng tetap berkomitmen mendampingi dan melakukan mediasi dengan
pihak keluarga Valentinus Abur, keluarga Heimince Dyjabur, dan keluarga Romo
Agustinus Iwanti.
Diharapkan, ada jalan
terbaik dalam menyelesaikan secara tuntas kasus ini sesuai dengan semangat
kasih dan pengampunan kristiani, serta kearifan lokal.
Gereja lokal Keuskupan
Ruteng, tambah dia, menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang terkena dampak langsung dari kasus ini.
Khususnya keluarga
Valentinus Abur dan anak-anak serta keluarga besar, baik dari Valentinus Abur
maupun dari Helmuince Djabur.
Permohonan maaf yang
sama juga disampaikan kepada umat beriman di wilayah Keuskupan Ruteng yang
bagaimana pun ikut merasakan kepedihan akibat kasus ini.
Sumber: tribunnews