Tak Miliki Gedung Sendiri, SMA Negeri di Perbatasan Belu NTT Pinjam Gedung SD untuk KBM

Tak Miliki Gedung Sendiri, SMA Negeri di Perbatasan Belu NTT Pinjam Gedung SD untuk KBM

POS KUPANG HARI INI - Koran Pos Kupang edisi hari ini Rabu 5 Juni 2024.Maria V Selu, Siswi Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Perbatasan Belu mengaku semangat belajarnya berkurang lantaran fasilitas dan sarana belajar di sekolah itu sangat kurang. 



Suara Numbei News - Maria V Selu, Siswi Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Perbatasan Belu mengaku semangat belajarnya berkurang lantaran fasilitas dan sarana belajar di sekolah itu sangat kurang.

Sudah dua tahun mereka pinjam pakai Gedung Sekolah Dasar (SD) Wekakeu, dengan berbagai keterbatasan.

Hal ini dikemukakan Maria saat dikonfirmasi Pos Kupang, Selasa (4/6) terkait kondisi SMA Perbatasan Belu.

"Kami senang sekali bisa bersekolah di SMA Perbatasan, karena dekat dengan rumah. Tapi kami belum memiliki gedung sendiri dan kursi meja juga masih sangat kurang, dan sekolahnya siang hari. Ini yang membuat semangat belajar kami berkurang," ujar Maria.

Maria berharap Pemerintah bisa membantu dia dan teman-temannya agar bisa mendapatkan sekolah baru dengan fasilitas yang memadai.

Siswa lain, Juliana Soi juga menyampaikan harapan yang sama. "Kami harap Pemerintah bisa bantu kami untuk membangun gedung baru dan fasilitas pendukung lain. Apa lagi kami ini berada di garda terdepan Indonesia dan Timor Leste," ungkapnya.

Apa yang dikemukakan Maria dan Juliana itu adalah fakta yang dialami sekolah itu

Mereka terpaksa belajar dengan kondisi keterbatasan, karena hingga kini belum memiliki gedung sendiri dan mengalami kekurangan fasilitas pendukung seperti meja dan kursi.

Kondisi demikian sudah dialami sejak dua tahun lalu sejak sekolah tersebut berdiri. Bahkan para siswa juga mengaku terkadang mereka kurang bersemangat karena harus sekolah di siang hari. Belum lagi jumlah meja dan bangku yang kurang.

Wakil Kepala SMAN Perbatasan, Eduard SL, menjelaskan, pembangunan sekolah ini, dilakukan atas inisiatif masyarakat dan pemerintah desa setempat. Hal ini bermaksud untuk memudahkan siswa SMP melanjutkan pendidikan tanpa harus menempuh jarak yang jauh.

Sebanyak 87 siswa berasal dari beberapa desa di Kecamatan Lamaknen dan Lamaknen Selatan. “Sekolah ini mengalami keterbatasan tidak hanya pada fasilitas gedung, tetapi juga pada tenaga pendidik," jelasnya.

Pinjam pakai gedung sekolah SD Wekakeu di Desa Ekin, Kecamatan Lamaknen Selatan ini sudah dialami mereka selama dua tahun.

Sebanyak 87 siswa SMA Perbatasan itu masuk sekolah siang hari mulai pukul 12.00 Wita hingga 17.00 Wita. Sebab, pagi hari gedung sekolah itu ditempati oleh murid SD Wekakeu. "Meski dengan kondisi yang serba terbatas, semangat para siswa tetap tinggi demi mengejar cita-cita mereka," tambahnya.

Eduard berharap Pemerintah Provinsi NTT dan Kabupaten Belu dapat menjawab kebutuhan siswa SMAN Perbatasan ini. Selain gedung, demikian Eduard, tantangan lainnya yang dialami SMA Perbatasan adalah status tenaga pendidik, dimana lebih banyak bestatus honorer.

"Para tenaga pendidik dan tenaga pendidikan, statusnya hononer. Kami tetap menjalankan tugas dengan baik demi tercapainya generasi unggul di wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste," ujarnya.

Selain itu, tenaga pendidik di sekolah ini berstatus honorer dan digaji setiap tiga bulan sekali dari uang komite sekolah. "Guru ada 14 orang, PNS hanya satu orang, sisanya adalah guru honorer," pungkasnya.

Eduard menjelaskan, sejak sekolah ini berdiri, Dinas Pendidikan Provinsi NTT meminta sekolah untuk menginput kondisi sekolah di Dapodik. "Kita masih menunggu penilaian atau petunjuk lebih lanjut dari Dinas. Semoga proses ini dipercepat mengingat sudah dua tahun," tuturnya.

 

Guru digaji Komite

Ketua Komite SMAN Perbatasan, Alfonsius Bere, menjelaskan, SMAN Perbatasan merupakan satu-satunya SMA Negeri yang ada di Kecamatan Lamaknen dengan sekolah pendukung terdiri dari 5 SMP. “Masyarakat sangat senang dengan adanya SMA Negeri yang sudah diberikan izin pada Tahun 2022 lalu, dan mulai bulan Juli ini sudah ada kelas 3. Namun, gedungnya belum ada," ungkap Bere.

Karena itu, Alfonsius mewakili masyarakat dan orang tua siswa/I SMAN Perbatasan, dia agar Pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi NTT untuk menyediakan gedung sekolah yang layak.

"Kami sebagai masyarakat dan orang tua membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat dan juga provinsi untuk memberikan gedung-gedung sebagai ruang belajar, perpustakaan, dan juga laboratorium. Dengan cara ini, siswa-siswa sudah dapat belajar dengan baik," tambahnya.

Saat ini, jumlah rombongan belajar (rombel) di SMA Negeri Perbatasan Lamaknen Selatan terbatas karena keterbatasan ruang kelas.

Dari kelas 10 dan kelas 11 yang semula berjumlah 2 rombel, sekarang hanya 4 rombel. Namun, mulai bulan Juli ini sudah bisa mencapai 6 rombel.

“Oleh karena itu, kami sangat membutuhkan ruang-ruang belajar. Itu harapan kami, semoga pemerintah bisa memperhatikan," ungkapnya.

Selain itu, dia juga berharap ada perhatian untuk guru-guru di sekolah itu karena hingga saat ini guru masih digaji dari uang Komite.

Selama ini Komite sangat mendukung sekolah tersebut walaupun masih sangat terbatas dalam hal keuangan. “Dukungan Komite Sekolah hanya sebatas mengadakan rapat-rapat dengan orang tua siswa sehingga ada pengumpulan uang komite sebesar Rp 75 ribu perbulan,” katanya.

Namun hal itu banyak yang tidak terealisasikan. Karena, sekolah itu berada di pedalaman sehingga banyak anak yang mengalami kendala untuk membayar uang sekolah. “Sampai akhir semester, ada sekitar 20 persen siswa yang belum melunasi uang sekolah," ungkapnya.

Meskipun demikian, Bere mengapresiasi pengorbanan guru-guru SMAN Perbatasan yang rela berjuang meskipun dengan honor yang tidak sebanding.

"Guru-guru juga betul-betul suka rela berkorban untuk mendidik anak-anak di SMA Perbatasan. Walaupun dengan honor terbatas mereka terus menjalanan tugasnya,” kata Bere.

 

Usulkan ke BNPP

Sekretaris Daerah (Sekda) Belu, Johanes A Prihatin memastikan, pihaknya akan segera mengusulkan pengembangan SMAN Perbatasan itu ke Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) RI.

"Dari pendekatan pembangunan perbatasan negara, tentu sekolah ini berada di lokasi prioritas (lokri) Kecamatan Lamaknen Selatan, sehingga usulan pengembangan sekolah ini juga kami sampaikan ke BNPP," ujar Johanes.

Mantan Kepala Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Belu ini juga menyampaikan terima kasih atas kehadiran Sekolah SMA Negeri Perbatasan. "Tentu masyarakat sangat berterima kasih atas kehadiran sekolah ini, karena selama ini sekolah terdekat hanya di weluli kecamatan lamaknen," ungkapnya.

Merespon aspirasi yang berkembang, Mantan Kadis Kominfo Belu ini menyampaikan pemerintah Kabupaten mengharapkan perhatian dari Pemerintah Provinsi untuk terus membenahi sekolah ini, terutaman dari sarana prasarananya.

"Kita berharap perhatian dari Pemerintah Provinsi untuk terus membenahi sekolah ini, terutaman dari sarana prasarananya," pungkasnya.

 

Pemda Belu Mesti Proaktif

ANGGOTA DPRD Belu, Melkiyaris Lelo meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Belu untuk proaktif menjawab permasalahan yang dialami oleh SMAN Perbatasan yang berada di Kecamatan Lamaknen Selatan, Kabupaten Belu.

Menurut Melki, meski SMAN Perbatasan menjadi tanggung jawab atau kewenangan dari Pemerintah Provinsi NTT melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, tetapi siswa-siswi sekolah itu adalah masyarakat Belu.

"Saya meminta Pemerintah Kabupaten agar berupaya secepat mungkin melakukan kordinasi dengan Pemerintah Provinsi melalui Dinas Pendidikan, karena bagaimanapun SMAN tersebut berada di wilayah Kabupaten Belu," ujarnya, Selasa (4/6).

Melki juga dari Dapil III Belu meliputi Lamaknen Selatan ini juga meminta Dinas Pendidikan Kabupaten Belu membantu sekolah itu.

"Karena anak-anak itu merupakan anak belu yang harus dibantu lewat proses belajar mengajar yang baik sehingga tidak terjadi kesenjangan dengan SMA lain yang ada di belu sini apalagi Lamaknen sebagai daerah perbatasan," pungkasnya.

 

Libatkan OPD Urusan Perbatasan

KONDISI yang dialami siswa/I Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Perbatasan, di Kabupaten Belu, Provinsi NTT, membuat kita semua ikut prihatin. Naifnya, kondisi ini ada di wilayah Kecamatan Lamaknen Selatan yang merupakan kecamatan terluar-terdepan karena berbatasan langsung dengan Timor Leste. Saya kira ada sesuatu yang tersumbat dalam rencana pembangunan pendidikan kita.

Menurut saya, alokasi anggaran pendidikan seharusnya menjadi prioritas sesuai dengan amanat UUD 1945. Namun kenyataannya, distribusinya tidak merata, terutama di daerah terpencil seperti Lamaknen Selatan.

Proporsi 20 persen anggaran bidang pendidikan yang merupakan mandatory spending belum terealisasi secara adil di daerah. Ada dana besar untuk beasiswa dan bantuan sosial, tetapi implementasinya di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) seperti ini sangat minim.

Kendala utama sering kali adalah masalah teknis administratif dan mekanisme penganggaran yang rumit. Alasan teknis administratif sering menjadi penghambat karena kriterium dan persyaratan mendapatkan alokasi anggaran hingga ke tingkat bawah cukup ribet dan menjenuhkan.

Bagaimana juga dengan tanggung jawab bersama antara pemerintah provinsi dan kabupaten. Walaupun kewenangan penanganan SMA/SMK berada di tangan pemerintah provinsi, dampak dan manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat kabupaten. Maka, masalah pendidikan harusnya menjadi tanggung jawab semua stakeholder di berbagai tingkatan.

Hal yang perlu dipertanyakan juga adalah data keberadaan sekolah ini apakah sudah terakomodir dalam Dapodikdasmen atau terlewatkan saat dua tahun lalu ada stimulus program SMA unggulan.

Padahal, rintisan awal sekolah ini diinisiasi oleh masyarakat setempat dan direspon oleh pemerintah provinsi dengan memberikan izin. Tetapi kenapa tidak dilanjutkan dengan intervensi lanjutan.

Karena, jika sekolah ini didirikan dua tahun lalu, seharusnya dalam anggaran 2024 sudah ada aktivitas penyediaan sarana dan prasarana pendidikannya berupa gedung. Kemudian diikuti dengan penyediaan fasilitas penunjang lainnya dan sumber daya tenaga didik serta kependidikan.

Namun jika hingga kini belum ada realisasi maka tentu ada yang salah. Karena itu, seharusnya pemerintah provinsi mempercepat langkah-langkah yang diperlukan. Bahkan mestinya pemprov NTT juga melibatkan OPD yang menangani urusan perbatasan.

Jika pemerintah provinsi masih berkutat dalam argumentasi penganggaran, maka Pemerintah Kabupaten Belu bisa mengajukannya dalam skala prioritas pembangunan kawasan 3T.

Masyarakat dan elemen lainnya mestinya juga berpartisipasi aktif untuk menangani permasalahan di SMA Perbatasan ini.

Caranya, Pemerintah desa bisa memasukkan dalam penganggaran Dana Desa untuk menopang sebagian kecil tanggung jawab sosialnya. Pemerintah kabupaten bisa membantu dari sisi pendidikan luar sekolah, dan kampus bisa mengalokasikan KKN dan MBKM ke sana. LSM/NGO dan komunitas sosial juga bisa bergerak dengan caranya.

Pemerintah provinsi NTT bisa melakukan langkah cepat dan memudahkan mekanisme serta prasyarat BOSP untuk sekolah-sekolah di perbatasan. Jangan ikuti syarat umum. Demikian juga beasiswa PIP dan ADEM yang sempat viral menjadi komoditi politik tahun lalu, harus menjadi skala prioritas meskipun populasinya terbatas. ***






 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama