Komisi X DPR menilai
ketimpangan kesejahteraan guru antara ddaerah besar dan daerah terpencil masih
kerap terjadi di Indonesia.
Anggota Komisi X DPR RI
Andreas Hugo Pareira menyatakan hal Ini adalah potret miris pendidikan
Indonesia di daerah-daerah.
“Kondisi seperti ini
sering sekali kita temui di daerah-daerah terpencil,” tegas Andreas dalam
keterangan yang diterima redaksi, Senin (5/8).
Politisi Fraksi PDIP
itu mengatakan, banyak guru-guru di daerah merasakan kesejahteraan yang sangat
minim. Satu di antaranya adalah guru-guru honorer, yang bahkan seringkali
gajinya baru dibayar berbulan-bulan kemudian.
Belum lagi, gaji yang
didapat para guru-guru di daerah tersebut tidak sebanding dengan perjuangan
mereka untuk mengajar. Dirinya menyoroti banyaknya guru di daerah terpencil
yang harus melewati medan berat untuk sampai ke sekolah demi mengajar
anak-anak.
“Hanya dengan modal
semangat mengabdilah yang membuat guru-guru ini bertahan mendidik siswa-siswi
yang juga dengan kesederhanaan bertekad mengubah nasib melalui dunia
pendidikan,” jelasnya.
“Kita sering temukan
guru-guru daerah terpencil harus berjalan kaki berjam-jam untuk mengajar,
mereka keluar masuk hutan dan lembah, lewat jalur terjal, menyeberang sungai
dengan fasilitas seadanya, dan lain sebagainya,” sambungnya.
Oleh karena itu, DPR
terus mendorong pemerintah untuk hadir membantu meningkatkan sumber daya guru
dan fasilitas di daerah 3T (Tertinggal, Terluar dan Termiskin) agar tidak ada
ketimpangan kualitas pendidikan.
Dia menyebutkan
ketimpangan sumber daya guru menjadi salah satu penyebab adanya ketimpangan
kualitas pendidikan di kota dan daerah.
“Salah satu persoalan
pendidikan di Indonesia adalah ketimpangan kualitas pendidikan antara sekolah
dan kualitas pendidikan yang ada di kota dan yang ada di desa. Karena miskinnya
fasilitas infrastruktur, kualitas guru dan jaminan kesejahteraan untuk
guru," bebernya.
Andreas mengingatkan
pentingnya negara untuk menangani permasalahan kesejahteraan guru honorer,
khususnya di wilayah 3TP dan luar Pulau Jawa.
Apresiasi dan
penghargaan yang besar harusnya dilakukan Pemerintah terhadap guru yang rela
mengabdi dengan ketulusan untuk pendidikan anak Indonesia agar tidak
tertinggal.
"Kehadiran negara
sangat penting dalam dunia pendidikan khususnya untuk mengubah nasib guru,
peserta didik dengan memperoleh kesejahteraan yang memadai untuk kehidupan dan
masa depannya,” jelasnya lagi.
“Mereka telah mengabdi
dengan tulus dan memberikan sumbangsih besar untuk kemajuan bangsa dan negara
dengan mendidik anak bangsa. Kita harus perhatikan," imbuhnya.
Andreas pun menekankan
bahwa untuk mencapai pendidikan yang berkualitas, diperlukan juga tenaga
pendidik yang berkualitas. Sehingga generasi penerus bangsa dapat menerima
pendidikan yang layak dari tenaga pendidik yang profesional dan berkualitas.
Legislator Dapil NTT I
ini menilai pemerintah belum mengambil langkah pasti terhadap nasib guru
honorer di Indonesia yang jumlahnya sangat besar. Padahal, banyak guru honorer
yang tetap loyal mengajar dengan kondisi terbatas dan memprihatinkan hingga
puluhan tahun lamanya.
“Janji-janji Pemerintah
yang akan mengangkat guru honorer menjadi PPPK juga belum terealisasi
sepenuhnya dan masih dalam pembahasan yang berlanjut. Harusnya prioritaskan
guru yang betul-betul mengabdi untuk diangkat sebagai ASN,” sebutnya.
"Bangsa ini
tidak akan mencapai pendidikan yang berkualitas kalau miskin guru yang
berkualitas. Dan kalau guru berpenghasilan seadanya, mereka juga tidak maksimal
dalam mengajar. Ini semua adalah sebab akibat," lanjut Andreas.
Seperti diketahui,
video yang diunggah oleh Karyn, pemilik akun TikTok @Karryn11 berhasil menarik
perhatian para netizen. Dalam video itu, Karyn bersama beberapa orang temannya
mengaku tetap bertahan dan semangat mengajar meski hanya digaji Rp250 ribu per
bulan.
Video viral itu
mendapat respons dari Pj Bupati Ende, Agustinus G Ngasu yang menyatakan akan
mengadukan aksi sejumlah guru SMKN 6 Ende ke Pemprov NTT. Ia mempersoalkan
etika para guru tersebut, dan mempersoalkan status kepegawaian mereka karena
diduga ada yang merupakan PPPK.
Dirinya menilai, Pemda
seharusnya menjadikan aspirasi para guru sebagai bagian dari evaluasi.
“Seharusnya tidak perlu
resistensi. Jadikan hal itu sebagai masukan dan bagaimana Pemerintah melakukan
perbaikan. Karena memang kondisi guru-guru di daerah cukup memprihatinkan,
terutama para guru honorer,” tukasnya. *** rmol.id