Secarik Sajak untuk Sang Filsuf ( Coretan Tanjakan Beitara Kateri)

Secarik Sajak untuk Sang Filsuf ( Coretan Tanjakan Beitara Kateri)

Filsuf mulai menafsirkan “keindahan” sampai lupa ajaran 𝗧𝗵𝗮𝗹𝗲𝘀.



1/

Bukankah cahaya 𝒑𝒉𝒊𝒍𝒐𝒔𝒐𝒑𝒉𝒊𝒂 tetap tersembunyi bagi filsuf
yang selalu mendengarkan dan memperjuangkan
𝒆𝒑𝒉𝒊𝒕𝒖𝒎𝒊𝒂,
temperamen, emosional, dan uang?

2/

Tapi di pelataran perpustakaan tua—𝑑𝑖 𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑇𝑎𝑙𝑒𝑠, 𝑋𝑒𝑛𝑜𝑝𝑎𝑛𝑠, 𝐻𝑒𝑟𝑎𝑐𝑙𝑖𝑡𝑢𝑠,𝑃𝑎𝑟𝑚𝑒𝑛𝑖𝑑𝑒𝑠, 𝐴𝑛𝑎𝑥𝑎𝑔𝑜𝑟𝑎𝑠, 𝐸𝑚𝑝𝑒𝑑𝑜𝑐𝑙𝑒𝑠, 𝑃𝑟𝑜𝑡𝑎𝑔𝑜𝑟𝑎𝑠, 𝑃𝑖𝑙𝑜𝑙𝑎𝑢𝑠, 𝐷𝑒𝑚𝑜𝑐𝑟𝑖𝑡𝑢𝑠, 𝑃𝑙𝑎𝑡𝑜, 𝐴𝑟𝑖𝑠𝑡𝑜𝑡𝑒𝑙𝑒𝑠, 𝐸𝑝𝑖𝑐𝑢𝑟𝑢𝑠, 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖 𝑆𝑙𝑎𝑣𝑜𝑗 𝑍̌𝑖𝑧̌𝑒𝑘 𝑚𝑎𝑠𝑖𝑎𝑑𝑎 𝑑𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔-𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑔𝑢𝑟𝑢 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑘𝑎—seorang filsuf duduk membungkuk, memangku dagu dan berdecak heran terhadap gadis yang dilukiskan begitu indah oleh Tuhan melintasi lorong itu. Filsuf mulai menafsirkan “keindahan” sampai lupa ajaran 𝗧𝗵𝗮𝗹𝗲𝘀, leluhurnya; 𝑲𝒆𝒏𝒂𝒍𝒊 𝑫𝒊𝒓𝒊 𝑺𝒆𝒏𝒅𝒊𝒓𝒊.

Filsuf itu pun ingat nasihat mulia 𝗠𝗮𝗿𝘅 𝗱𝗮𝗻 𝗘𝗻𝗴𝗲𝗹𝘀; ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑜𝑙𝑒𝑘𝑒𝑠𝑎𝑑𝑎𝑟𝑎𝑛, 𝑡𝑎𝑝𝑖 𝑘𝑒𝑠𝑎𝑑𝑎𝑟𝑎𝑛𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖t𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑜𝑙𝑒ℎ ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝. Gadis tak bertuan itu adalah dunia-kehidupan seperti kata Edmund Husserl, bapak fenomenolog, yang belum ditafsikan secara filosofis dan ilmiah.

Mengamini 𝐏𝐥𝐚𝐭𝐨, Filsuf bergumam; 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑐𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑒𝑏𝑖𝑗𝑎𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑒𝑡𝑎𝑢𝑖 𝑏𝑎ℎw𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑓𝑖𝑙𝑠𝑎𝑓𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙-𝑎𝑙𝑖𝑗𝑖𝑤𝑎𝑛𝑦𝑎, 𝑑𝑖𝑎 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎𝑠𝑒𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑛𝑎𝑟𝑎𝑝𝑖𝑑𝑎𝑛𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑟𝑑𝑎𝑦𝑎, 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑘𝑖𝑛𝑦𝑎 𝑑𝑖𝑟𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖 𝑑𝑖 𝑡𝑢𝑏𝑢𝑛𝑦𝑎, 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑘𝑠𝑎 𝑚𝑒𝑙𝑖𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑛𝑦𝑎𝑎𝑡𝑎𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑐𝑎𝑟𝑎 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔, 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑏𝑎𝑙𝑖𝑘 𝑗𝑒𝑟𝑢𝑗𝑖 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑎𝑟𝑎, 𝑏𝑒𝑟𝑘𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑘𝑒𝑏𝑜𝑑𝑜𝑎𝑛. Dengan sedikit ragu, Filsuf itu sependapat dengan Aristoteles; 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘵𝘢𝘩𝘶𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢 𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘪𝘯𝘪 𝘥𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘶𝘭𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘶𝘭𝘢𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘧𝘪𝘭𝘴𝘢𝘧𝘢𝘵.

Di mata filsfuf, gadis itu adalah objek penelitan filosofis yang tepat. Meskipun dengan rumusan yang lain, Filsuf itu pun suka perkataan Valentin Weigel ini; 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑎𝑘𝑢 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑎𝑑𝑎, 𝑔𝑎𝑑𝑖𝑠 𝑗𝑢𝑔𝑎 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑎𝑑𝑎. 𝑆𝑒𝑏𝑎𝑏 𝑎𝑘𝑢 𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑓𝑖𝑙𝑠𝑎𝑓𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑖𝑘𝑎𝑛-𝑝𝑒𝑟𝑐𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑓𝑖𝑙𝑜𝑠𝑖𝑓𝑖𝑠 𝑏𝑎𝑔𝑖 𝑔𝑎𝑑𝑖𝑠 𝑖𝑡𝑢.

3/

Bukankah seperti misteri, kebenaran tetap rahasia kepada orang
yang takut mendengar suara kebenaran. Di mana-mana kebenaran dibungkamkan,
sebab ia berbahaya bagi mereka yang alergi kebenaran.

Tak perlu mengemis ke batok kepala para filsuf di seberang sana,

aku suka puisi Joko Pinurbo; 𝐼𝑎 membungkus pisau dengan namaMu. Ia ingin melukai kau dengan melukaiku. Menurut Joko Pinurbo itulah kebenaran bagi para pemeluk agama, yang mudah diombang-ambingkan oleh uang itu.

4/

Bukankah kebebasan dipenjarakan dari perjalanan philosophia,
yang meluluhlantakkan tidak sedikit orang dari zaman ke zaman.

Lagi Joko Pinurbo sedikit keluh; kepalaku rumah sakit jiwa yang kesepian / ditinggal penghuninya mudik liburan. Pemeluk agama dan filsuf memudik dari nuos-akal budi, filsafat dan puisi.

Kepalaku adalah medan pertarungan ide-ide filosofis, kata-kata puitis, dan nasihat-nasihat moral agama, tapi tidak punya arah.

Aku teringat Pramoedya Ananta Toer; hidup sunggu sangat sederhana. Yang hebat-hebat tafsirannya

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama