Hingga Kamis (1/8/2024)
pagi, banyak warga NTT sedang
mempersiapkan diri untuk berangkat ke Malaysia. ”Sudah siap semua, tinggal
tunggu jadwal kapal dua hari lagi,” ujar Tinus Ola (36), warga dari Kabupaten
Timor Tengah Utara. Tinus dijumpai di Kota Kupang.
Kapal dimaksud adalah
KM Bukit Siguntang, yang sesuai jadwal akan tiba di Kupang pada Sabtu
(3/8/2024). Kapal yang dioperasikan PT Pelni (Persero) itu melayari rute dari
Kota Kupang hingga Nunukan di Provinsi Kalimantan Utara. Dari Nunukan, Tinus
akan menyeberang ke Sabah, Malaysia, secara nonprosedural.
Tinus adalah pekerja
serba bisa. Ia mengolah kebun, memelihara ternak, dan bisa menjadi tukang
bangunan. Dalam dua tahun terakhir, hasil kerjanya tidak maksimal. ”Gagal
panen, terus ternak babi mati semua karena ASF. Saat susah begini, pemerintah
tidak datang menolong,” ujarnya.
Proses pengambilan darah untuk deteksi dini virus demam babi afrika di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, 30 Januari 2024. |
Sementara proyek
bangunan yang menjadi harapan terakhir juga nyaris tidak ada sebab kondisi
ekonomi masyarakat kian tertekan. Harga barang kebutuhan terus melejit mengurus
dompet masyarakat. Uang cukup untuk makan. Pembangunan fisik sepi.
Tinus diajak oleh
kawannya yang baru pulang dari Malaysia. Di sana mereka bekerja di perkebunan
kelapa sawit dengan gaji sekitar Rp 5 juta per bulan. Gaji itu bisa untuk
menopang hidup keluarga di NTT dan selebihnya ditabung untuk pendidikan
anaknya.
Inilah pengalaman
pertama kali Tinus menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) dan melalui jalur
nonprosedural. Ia sadar banyak risiko di depan mata, seperti akan ditangkap
aparat Malaysia, gajinya tidak sesuai standar, bahkan ancaman kehilangan nyawa.
”Demi hidup, saya harus ambil risiko ini,” ujarnya.
Hal yang sama juga akan
dilakukan oleh Agnes (40), warga Pulau Lembata. Ia sudah pernah merantau ke
Malaysia menjadi pekerja rumah tangga di sana selama sepuluh tahun. Ia
sebetulnya tidak mau pergi lagi, tetapi kondisi ekonomi memaksanya.
Selama beberapa tahun
di Lembata, ia mencoba usaha beternak babi tetapi gagal karena ASF melanda.
Modalnya sudah habis. ”Kami mau minta bantuan tetapi kata pemerintah tidak ada
anggaran. Jadi tidak bisa diam di sini. Siapa yang jamin hidup kami?” ujarnya.
Agnes juga akan masuk
ke Malaysia secara nonprosedural. Seperti Tinus, Agnes juga akan menumpang KM
Bukit Siguntang. Ia berencana akan bekerja lagi di tempat majikan yang lama.
Mereka sudah berkomunikasi. Majikan di Malaysia tidak mempermasalahkan proses yang
dilewati Agnes.
Kepala Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lembata Rafael Betekeneng mengaku, di tengah
kondisi seperti ini, pemerintah tidak bisa mencegah warganya yang ingin bekerja
di luar negeri. Pemerintah tidak bisa menjamin kebutuhan masyarakat.
Terlebih kondisi
keuangan daerah yang sangat terbatas membuat pemerintah sulit bergerak
melakukan inovasi yang bisa menyerap tenaga kerja atau melalui berbagi program
pemberdayaan. ”Kondisi sekarang sangat sulit,” ujar Rafael.
Aplonia Dhey (38) dipeluk kerabat saat menangis histeris begitu jenazah suaminya, Lenesius Soba (44), yang meninggal di Malaysia, Selasa (26/12/2023), tiba di kargo Bandara El Tari, Kupang. |
Ia menyarankan, jika
hendak berangkat ke luar negeri, sebaiknya melalui prosedur yang benar, yakni
mengikuti pelatihan dan menggunakan jasa penyalur tenaga kerja yang resmi. Saat
ini di Lembata sudah ada balai latihan kerja dan pos imigrasi. Itu sangat
membantu calon PMI.
Ia mengingatkan, calon
PMI yang nonprosedural sarat dengan risiko, mulai dari gaji tak sesuai standar,
mengalami penyiksaan, menjadi korban perdagangan orang, hingga meninggal. Hal itu sudah sering terjadi.
Pemerintah punya sumber daya yang besar. Harus kreatif mencipta lapangan kerja dan memberdayakan masyarakat.
Seperti diberitakan
sebelumnya, sepanjang 2024 hingga 20 Juli lalu, Balai Pelayanan Pelindungan
Pekerja Migran Indonesia mencatat, sebanyak 66 jenazah pekerja migran dikirim
pulang ke NTT. Dari jumlah yang meninggal itu, 65 orang atau 98 persen pergi ke
luar negeri secara nonprosedural (Kompas.id, 25/7/2024).
Aktivis
anti-perdagangan orang, Gabriel Goa, mengatakan, pemerintah tidak boleh
menyerah dengan keadaan. ”Pemerintah punya sumber daya yang besar. Harus
kreatif mencipta lapangan kerja dan memberdayakan masyarakat,” katanya. *** kompas.id