Komposer Flores NTT Ferdy Levi Telah Tiada, Karyanya Abadi bagi Gereja Katolik Indonesia

Komposer Flores NTT Ferdy Levi Telah Tiada, Karyanya Abadi bagi Gereja Katolik Indonesia

Karya Ferdy Levi tersebar dalam dalam buku-buku lagu Gereja Katolik


Suara Numbei News - Rabu 30 Juli, kabar itu tiba-tiba ramai dibicarakan di kalangan orang-orang Flores, juga umat Katolik di Indonesia; Ferdy Levi telah berpulang.

Ucapan belasungkawa spontan mengalir di media sosial Facebook dan aplikasi percakapan WhatsApp, mengenang jasa awam Katolik yang dikenal sebagai komposer  lagu-lagu gereja itu.

Levi meninggal dalam usia 76 tahun di kampung halamannya, Ende, Flores.

Nama Levi begitu akrab di kalangan umat Katolik, berkat lagu-lagu ciptaannya yang sangat populer dan terdapat pada sejumlah buku lagu Gereja Katolik.

Beberapa di antaranya adalah Yubilate, Madah Bakti dan Syukur Kepada Bapa.

Salah satu buku lagu gereja Exsultate yang terbit pada 1997 dan dicetak berulang kali  khusus berisi lagu-lagu gubahannya.

Levi menulis lagu-lagu sesuai Masa Liturgi, yang kini banyak dinyanyikan kelompok koor, seperti pada Natal dan selama Pekan Suci.

Ia juga dikenal pengagum Bunda Maria, seperti tampak dalam lagu-lagunya Hymne Maria, Di Lourdes di Gua dan Ave Maria yang dibukukan dalam panduan Doa Rosario.

Tak hanya lagu gereja, Levi juga menjadi komposer untuk mars lembaga-lembaga, termasuk sekolah, kampus dan lembaga pemerintah.

Guru yang Tegas

Levi adalah guru Bahasa Inggris di SMA Syuradikara Ende yang dikelola para misionaris Serikat Sabda Allah atau SVD, hingga ia pensiun pada 2008.

Di sekolah itu, ia menciptakan lagu-lagunya, juga mengajari murid berlatih musik dan vokal.

Dalam sebuah pernyataan pada 30 Juli di akun Facebook resmi, SMA Syuradikara menyatakan, dalam setiap kesempatan latihan nyanyi atau hendak tampil bersama koor, Levi selalu mengulang kalimat ini: Qui Bene Cantat, Bis Orat.

Ungkapan Bahasa Latin yang berasal dari Pujangga Gereja St Agustinus itu berarti ‘Ia yang bernyanyi dengan baik sama dengan berdoa dua kali.’”

Levi terkenal disiplin dan kadang keras kepada murid-muridnya, agar mereka bisa berkembang.

Cerita Makarius Paskalis Baut, seorang penyanyi lagu daerah Manggarai yang menjadi murid Levi pada 1984-1986 jadi contoh menarik tentang ini.

Ia berkata kepada Floresa, Levi yang mengenal bakat musiknya mewajibkan dia menguasai alat musik saxophon dansuling serta wajib ikut paduan suara.

Ia menentang Levi kala itu, terutama untuk bisa menguasai saxophone “yang sangat sulit” dan latihannya menggunakan setiap jam istirahat sekolah.

“Saya harus ke ruangannya untuk latihan, sementara teman-teman saya asyik bermain, Empat bulan saya harus melakukan hal tersebut,” katanya.

Suatu ketika, kata Paskalis, ada kegiatan pekan olahraga dan seni di Kabupaten Ende dan ia memilih tim sepak bola.

“Pada saat saya ikut latihan tim inti sepak bola, dari luar lapangan ia teriak memanggilsaya dan meminta segera bergabung dengan tim grup vokal,” kenangnya.

“Masih dengan sepatu bola dan pakaian olahraga, saya terpaksa bergabung dengan tim grup vokal.”

Paskalis memang tidak suka dengan cara Levi itu, hingga ia memilih pindah ke sekolah di Ruteng pada tahun terakhir SMA.

Namun, ketika pada 1994, bersama grup musik Lalong Liba berhasil menerbitkan album pertama lagu daerah Manggarai, ia merasa hal itu jadi mungkin karena Levi.

“Ilmu Ferdy Levi yang saya gunakan sehingga saya bisa melahirkan karya sederhana itu,” kata Paskalis, yang kini juga berprofesi sebagai pengacara.

Lagu-lagunya Mudah Dinyanyikan

Banyak di antara lagu-lagu Levi begitu popular di kalangan orang Katolik, salah satunya karena mudah dinyanyikan, sebagaimana pengakuan Elfridus Ngabur, yang sering menjadi dirigen kelompok paduan suara.

Elfridus sering menggunakan lagu-lagu Levi, baik saat masih bekerja di Jakarta dan memimpin kelompok koor di sekolah dan paroki, maupun saat kini kembali ke kampung halamannya di Manggarai dan mengajar di SMP Negeri 6 Satar Mese Langke Majok, Kecamatan Satar Mese.

“Saya mulai mengenal lagu-lagu karangan Ferdy Levi sejak sekolah dasar, terutama dari buku Exultate milik orang tua saya,” katanya kepada Floresa.

“Sekarang pun saya sering memakai karya-karya beliau pada momen Natal, Paskah, ataupun Misa Komuni Pertama,” tambahnya.

Ia berkata, gubahan lagu Levi sederhana dan memiliki irama khas Flores “sehingga masih sangat favorit untuk dibawakan orang-orang tua.”

Ia menambahkan, “hal yang paling unik dari karya Levi adalah lagu-lagu gereja yang memiliki ritmik khusus kedaerahan, misalnya Gaya Ende Lio, Gaya Timor dan Gaya Manggarai.”

Bagi Elfridus, kendati Levi sudah meninggal, “lagu-lagu ini tidak akan usang karena dalam misa-misa tematik pasti akan selalu dinyanyikan.”

Gregorius Djakos, alumnus SMA Syuradikara yang kini berdomisili di Bogor, Jawa Barat berkata, “sebagai salah satu siswa beliau saya kadang bangga kalau dalam beberapa Misa di paroki kami, lagu ciptaan Pak Levi dinyanyikan.”

“Spontan saya bilang ke umat yang lain kalau itu lagu ciptaan guru SMA saya,” katanya.

Ia sepakat dengan sebutan maestro untuk Levi karena kepiawaiannya menulis lagu.

“Pak Levi kalau mengajar bahasa Inggris paling banyak kasih soal ujian. Selama kami mengerjakan soal, ia menulis lagu-lagu sambil berdengung, kemudian tulis syair dan isi nadanya. Selesai kami kerjakan soal bahasa Inggris, jadi juga lagu ciptaan Pak Levi,” kenang Gregorius yang sekolah di Syuradikara pada 1991-1994.

“Itulah kenapa Pak Levi dikenal sebagai maestro musik gereja, dalam sehari saat jam sekolah ia bisa menciptakan lima lagu,” katanya.

Menyentuh Hati Banyak Orang

Bruder Kristianus Riberu, SVD, Kepala SMA Syuradikara menggambarkan warisan karya Levi “selalu memiliki sentuhan spiritual yang mampu menyentuh hati banyak orang.”

Dalam sebuah artikel mengenang Levi, ia menyebut maestro itu “menunjukkan bahwa musik dapat menjadi sarana yang kuat untuk menghubungkan manusia dengan yang Ilahi.”

“Warisannya akan terus hidup dalam setiap nada yang dimainkan, dalam setiap lagu yang dinyanyikan, dan dalam setiap hati yang telah beliau sentuh dengan karya dan ajarannya,” katanya.

Ia menyebut Levi “teladan sejati tentang bagaimana seni dan dedikasi dapat berperan dalam memperkaya kehidupan rohani dan membangun komunitas yang lebih baik.”

“Banyak murid yang telah dibimbingnya menjadi musisi andal dan pengajar yang kompeten, meneruskan warisan musik liturgi yang telah beliau bangun dengan susah payah,” kata Kristianus. *** floresa.co



 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama