Para elit partai
politik tengah sibuk melakukan lobi- lobi antar elite ditengah problematika
bangsa pada umumnya yang begitu kompleks dan tak kunjung selesai, mesin-mesin
partai politik sedang dan sudah all out digerakkan untuk membangun dan menjalin
komunikasi antar elit partai politik guna membangun sebuah koalisi yang kuat
agar bisa mendapatkan sebuah tiket dalam pencalonan Pilkada serentak nantinya.
Politik menurut teori
klasik Aristoteles adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan
kebaikan bersama, berangkat dari teori klasik Aristoteles tersebut, penulis
berpendapat bahwa politik merupakan sebuah konsensus bersama antar kelompok
atau antar organisasi dengan tujuan untuk kebaikan kemaslahatan umat, dan
kepentingan masyarakat menjadi tujuan yang utama dan sangat penting yang akan
dicapai, Politik adalah sebuah seni mempengaruhi dan seni yang dimainkan oleh
kelompok atau sebuah organisasi untuk memperoleh kekuasaan secara
konstitusional, meskipun secara empiris apa yang dilakukan oleh para elit
politik seringkali mengabaikan kepentingan masyarakat, namun sibuk dengan
kepentingan kelompoknya saja, para elit seringkali muncul dipublik dengan
jualan kata-kata bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk kepentingan yang
“katanya” untuk kepentingan masyarakat namun secara de facto hanya ajang para
elit untuk berebut kursi “empuk” alias bagi-bagi kekuasaan.
Kadang masyarakat
menjadi korban politik ketika para ‘juragan partai’ melakukan akrobat-akrobat
politik yang membuat masyarakat terpukau sehingga terlena seolah langkah dan
kebijakan politik yang diambil oleh elit adalah kebijakan parsitipatif dari
masyarakat dengan dibungkus ucapan dan janji-janji manis, dan masyarakat
seringkali dibingungkan dengan sikap elit yang tidak konsisten dalam mengambil
keputusan, hari ini jadi lawan besok menjadi kawan, pagi kedelai sore jadi
tempe, bahkan etika dan moral sudah tidak lagi menjadi fondasi untuk mengambil
sebuah langkah kebijakan politik, justru nilai-nilai etika dan moral sering
diabaikan oleh para elit dan tidak peduli dengan kritikan masyarakat terutama
kaum civil society.
Yang menjadi kritik
paling krusial saat ini bagi penulis adalah adalah ketika ada partai politik
yang bercorak ideologis agama justru cenderung mengabaikan nilai-nilai religius
dalam menjalankan sistem politiknya, bahkan secara terang mereka menggunakan
politik pragmatisme bukan politik ideologis yang semata-mata bertujuan untuk
mencapai keuntungan dan kepentingan kelompok mereka, sehingga partai yang
bercorak ideologis agama tersebut hanya sebatas identitas ideologis semata
untuk mencari suara atau basis massa, dan pada akhirnya implikasi buruknya
adalah dalam tataran implementasi pengambilan keputusan politik justru tidak
merefleksikan kepentingan umat atau masyarakat namun justru merefleksikan
kepentingan partai politik semata. Anehnya, ucapan dan janji - janji manis yang
diucapkannya oleh elit kepada masyarakat cenderung tidak takut dan tidak
mempertimbangankan dari aspek ketuhanan karena jika janji-janji tidak ditepati
atau tidak terealisasi mak kelak kemudian diakhirat kesemuanya itu akan ditagih
oleh sang pencipta.
Akrobat politik yang
para elit pertontonkan dipublik saat ini membuat kita berfikir bahwa politik
adalah kepentingan yakni kepentingan individu atau kepentingan kelompok semata
untuk mencari keuntungan semata bukan untuk kepentingan masyarakat. Bahwa
Politik adalah transaksional karena tidak ada makan siang yang gratis.