Video Viral, Puisi Kritik Sosial Pakai Bahasa Kupang saat HUT ke 79 RI di Pakubaun Amarasi NTT

Video Viral, Puisi Kritik Sosial Pakai Bahasa Kupang saat HUT ke 79 RI di Pakubaun Amarasi NTT

BACA PUISI - Seorang pelayan Tuhan saat membacakan puisi kritik sosial pakai bahasa Kupang di Pukubaun Amarasi, Kupang, NTT, Sabtu 17 Agustus 2024. 



Suara Numbei News - Sebuah video berdurasi 8 menit 24 detik viral di Media Sosial (Medsos) beberapa hari ini.

Video itu diberi judul Puisi Keritik Sosial dari seorang Pelayan Tuhan pada saat HUT ke 79 RI di Pakubaun Amarasi, Kabupaten Kupang, NTT.

Setaapak Rai Numbei menerima dan mencermati video tersebut Rabu 21 Agustus 2024.

Nampak dalam video tersebut seorang perempuan dengan suara lantang menyampaikan puisi. Dia berdiri di sebuah mimbar dan tampak ada ornamen-ornamen perayaan dengan motif bendera dan lainnya.

Ada juga terlihat seorang yang berdiri di tengah tempat acara memakai baju putih, diduga seorang pemimpin upacara.

Hingga saat ini belum diketahui pasti siapa sosok pelayan Tuhan yang disebutkan itu. Puisinya dinilai sangat bermakna dan kontekstual.

Berikut kutipan lengkap puisi yang viral tersebut:

YANG TAK SEMPAT KUKATAKAN 

Setelah lama hidup dalam sunyi, 
merangkak dalam gelisah yang berusaha berdiri
kembali menatap kehidupan setelah lama melawan rindu.

Yang meriang ditulang-tulang berseru didalam perasaan.

Aku ingin merdeka hari ini maka saat ini akan kusampaikan beberapa hal yang tak sempat kukatakan padamu waktu itu.

Wahai ibuku pertiwi, 79 tahun aku bertanya pada diriku, apakah aku sudah dewasa sedangkan untuk usia sudahlah tua?

Rumah dengan beragam corak aku dilahirkan dan dibesarkan.

Tanah yang kaya dengan seluruh tumpah darah.

Tongkat dan kayu tidak lagi jadi tanaman, tempatnya padi ditanam bangunan-bangunan di bangun mengisi tikus.

Daun-daun menutup kendang, didalam kandang ada kasur dan sofa.
 
Hiduplah rakyat hiduplah bangsaku. 
Rakyat melarat penguasa hidup utuh 
Demokrasi semuanya rakyat adil dan jujur telah tamat.

Daun tembakau menutup hukum, nurani mati dalam kedinginan malam. 

Aku tertidur tanpa diam karena bintang terlalu tinggi untuk kugenggam.

Tanah dan rumah yang kutinggal harus dipajak, 
merdeka atau bebas masih harus kuberpikir lagi.

Kini dibawah langit Timor Amarasi memberkati.
Dihadapan merah putih ingin kukatakan.
 
Seragam su tarobek 
Bajalan deng kaki kosong menatap cinta merah putih 
Su paleng lama ini negri merdeka.

Ma pendidikan di Timor masih terjajah. 
katong pung musuh bukan lai Belanda  
ma pejabat korup yang maha kuasa.

Sekolah belum ada, guru masih sukarelawan 
Siapa yang pantas dibilang pahlawan?

Sekolah su mau rubuh guru honor tanpa bayaran 
Sapa yang dapat pujian sapa yang telah makian?

Dipulau-pulau terpencil, dirumah-rumah miskin 
yang su lupa arti kata adil, lahir anak-anak Timor yang tumbuh dalam diskriminasi.

Usaha pembangunan di ibu kota, kampong-kampong cuma didata.

Bantuan cair dari Jakarta belum sampai kampong dong bagi rata. Dana hilang dimana-mana kasus muncul diberita.

Nah sampai kapan ana-ana Timor mesti hadapi fakta 
Pendidikan di Timor terendah.

Ada buta huruf son tau hitung, sementara guru makan gaji tiga bulan sekali dikampong.

Sampai kapan generasi hadapi realita bahwa Timor termasuk daerah miskin?
Sengaja dimiskinkan 

Terlalu banyak kepentingan terlalu banyak politik 
Sampai hampir su son ada hati. 

Tolong buka mata buka hati buka berangkas 
Tolong bergerak tolong bangun cepat
Su terlalu banyak negri tanpa sekolah 
Musti bajalan kilo-kilo langgar hutan baku taruh nyawa.

Demi baca ini budi, ini bapak budi, ini ibu budi
Mamanya nurani negara punya budi.

Tolong turun pi kampong-kampong jang cuma foto pamer kamera bawa seragam.
 
Terus bale pi kota dengan nol besar. 

Masih terlalu banyak sekolah yang cuma dinding 
Tiang su ancor dinding su ba lobang atap su bocor-bocor.

Ma ana-ana tetap semangat bajalan pi sekolah 
Bawa cita-cita bawa harapan bapa deng mama 
Masok keluar hutan hanya mo baca 

Ini ani, ini ibu ani
Mamanya pemerintah pung nurani.

Tolong adil buat ini generasi 
Tolong jang pilih kasih 
Jang liat suku agama keluarga  
Jang pikir orang dalam
Sampe lupa orang di pulau-pulau terluar.

Dinding sekolah masi bebak   
Atap masih alang-alang
Tulis impian deng kapur 
Hapus air mata deng piru

Besong sonde tau bagaimana ana-ana bangun hampir siang.

Supaya tidak terlambat sekolah untuk upacara 
Untuk baca pembukaan Undang-Undang Dasar  
Baca pancasila keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia sambil telan air ludah 
Liat sekolah yang cuma dinding 
Dan semua pura-pura Bahagia, 
Pemerintah amnesia.

Basong son mengerti liat berapa banyak impian kandas di rumah-rumah 
Gantong cita-cita didapur 
Lalu kawin piara anak

Mo sampe kapan makan pencuri hak asasi manusia di katong pung tanah
Mo sampe katong jadi korban sistim.
 
Sementara dong ambil katong pung kekayaan 
Kebenaran tak selalu ada dalam program-program.

Janji-janji hanya ada di baliho
Dan keadilan adalah mimpi dalam tidur siang yang Panjang.

Hei bung 
Akarmu adalah Alkitab 
Hei bung
Aku percaya padamu 
Kau adalah garam dan terang 
Maka sinarmu harus lebih terang  
Dari rembulan di tengah kegelapan 
Maka semangatmu harus lebih asing 
Dari air mata para guru dan mereka yang tertindas 

Ingat bung akarmu adalah Alkitab 
Bukan Undang-Undang atau hasil rapat 
Kekuatanmu adalah Mazmur 
Kesadaranmu adalah Amsal
Kau tidak boleh buta 
Sebab mata hatimu adalah wahyu Tuhan
Sebab mata hatimu adalah wahyu Tuhan 

Kini disini dibawah langit biru Timor Amarasi
Ditanah tumpah darah 
Tolong bantu Timor 
Kalo lu memang Timor 
Kalo lu memang Amarasi 
Jangan bangga bilang lu Antoni Pametot.

Demikian puisi yang dikutip setapakrainumbei.blogspot.com dari video viral tersebut. (gg).



Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama