Sejarah mengenai penyembahan di hadapan patung
Sebelum adanya
agama-agama orang-orang mulai menyembah adanya dewa dan dewi. Hal ini dapat
ditemukan dalam kitab suci, betapa bangsa-bangsa asli di daerah amori memiliki
penyembahan. Dewa orang Amori adalah Amurru. Amurru ini digambarkan
sebagai seorang penggembala dan juga sebagai anak dari dewa langit Anu. Amurru
juga digambarkan sebagai dewa halilintar. Amurru sendiri kadangkala disebut
sebagai Ba’al dalam konteks kitab suci. Hal ini dapat terjadi karena dalam
sejarah ada masa dimana bangsa Amurru inti menguasai Babilonia. Sehingga dewa
mereka diangkat sebagai dewa bangsa.
Namun demikian bangsa
Israel juga pernah mengalami saat bagi mereka menyembah berhala terhadap dewa
dan dewi bangsa-bangsa. Saat itu Musa marah terhadap ketidakpercayaan bangsa
Israel ini, sehingga mereka terserang wabah ular yang mematikan. Saat itulah
Musa diperintahkan Allah membuat tiang dengan patung ular dari tembaga. Setiap
kali orang memandang patung ular itu, maka ia tidak mati dan disembuhkan. Ular
sendiri bagi tradisi bangsa Israel melambangkan kedosaan. Makna dari memandang
patung ular itu adalah bangsa Israel mengakui dosanya di hadapan Tuhan.
Dalam sejarah
diketemukan bahwa melalui patung-patung tertentu mereka mengungkapkan
kepercayaan pada figure yang memiliki kekuatan terentu atau disebut dengan
supernatural. Melalui pemujaan terhadap patung yang bersangkutan, mereka memuja
dewa atau dewi yang mereka sembah. Dengan demikian patung bukan hanya
melukiskan mengenai keberadaan dewa atau dewi tertentu melainkan
merepresantisikan kehadiran kekuatan di luar kekuatan manusia.
Sisi Magis sembahan berhala
Penyembahan berhala
tidak melulu diungkapkan melalui patung, melainkan juga dengan ritual tertentu.
Seseorang yang ingin memperoleh kekayaan menyembah kekuatan tertentu yang
memiliki kekuatan supra natural. Misalkan kisah mengenai babi ngepet. Ritual
babi ngepet adalah seseorang menyembah siluman babi dan kemudian ia menutupi
tubuhnya dengan pakaian warna hitam dan meminta seseorang untuk menjaga lilin.
Jika orang yang menjelma menjadi babi itu ada dalam bahaya, maka lilin akan
bergoyang goyang. Dengan meniup lilin orang yang menjelma menjadi babi itu akan
berubah menjadi manusia kembali. Babi ngepet itu mengambil kekayaan orang
dengan menggesekgesekan tubuhnya ke lemari perhiasan dan seterusnya.
Kisah ini antara benar
dan tidak benar. Namun beredar cukup luas di kalangan masyarakat khususnya di
daerah pedesaan. Namun entah itu benar atau tidak nyang pasti adalah adanya
ritual mengenainya sungguh terjadi. Mellaui penyembahan berhala ini ada
kekuatan magis atau supranatural yang ditimba seseorang. Hal itu bukan hanya
terjadi di dunia luar melainkan juga terjadi dalam hidup kita sehari-hari.
Kekuatan di balik penyembahan
Dalam kegiatan
penyembahan seseorang yang melakukan tindakan itu meyakini adanya kekuatan
melampaui kekuatan manusia yang akan memberikan keuntungan bagi orang yang
menyembahnya. Kekuatan berhala yang ditawarkan adalah kekayaan, kekuasaan dan
popularitas. Ketika saya kecil ada di dekat rumah legenda mengenai seorang
dukun. Dukun tersebut dapat mengundang jin untuk membuat seseorang terlihat
cantik. Artis artis sering dating ke dukun tersebut. Dengan demikian artis
artis itu meminta popularitas.
Kisah mengenai
penyembahan terhadap babi ngepet itu merupakan contoh dimana orang ingin
memperoleh kekayaan dan tidak jarang pula orang menyembah dewa tertentu seperti
Amori untuk memperoleh kekuasaan. Kisah mengenai tuduhan terhadap Yesus
mengenai Yesus yang mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, mengungkapkan pula
kisah orang yang umum menyembah dewa tersebut untuk memperoleh kekuatan.
Jika dalam penyembahan
orang orang yang tidak mengenal Alah melukiskan kekuatan supra natural,
sesungguhnya dalam konteks kehidupan beragama juga memiliki makna yang kurang
lebih mirip, namun berbeda dalam tujuan dan pelaksanaan. Penyembahan berhala
membuat kita semakin buruk, penyembahan kepada Allah membawa kita pada semangat
kebaikan.
Kisah mengenai dewa
Wisnu bagi orang beragama Hindhu merupakan dewa pemelihara kebaikan bagi dunia.
Penyembahan kepada Tuhan Yesus membawa kita pada semangat untuk mengasihi
sesama. Isi dari penyembahan kepada Tuhan adalah kebaikan bagi banyak orang.
Seseorang yang berdoa mohon kelulusan dan ketika doanya dikabulkan maka orang
itu bersyukur dan mau berbagi kepada orang lain. Jika seseorang berdoa kepada
kekuatan gelap, maka yang dihasilkan adalah melulu untuk keperluan
pribadi. Sedangkan berdoa kepada Tuhan membawa orang pada semangat
melayani dan berbagi
Apakah perlu patung?
Seorang ahli budaya
Ernest Casiree pernah mengatakan bahwa manusia adalah animale simbolicum,
artinya makhluk yang senantiasa menggunakan symbol-simbol. Berbeda dengan
bintang yang menggunakan frekwensi terntu dalam penyampaiannya, sedangkan
manusia menggunakan akal budinya dan membentuk symbol. Bahasa adalah salah satu
bentuk symbol yang dibuat manusia. Misalkan kata mawar bukan berarti mawar
sebenarnya, melainkan representasi bunga tertentu. Dan masih banyak hal
yang lainnya.
Mellaui pembuatan
patung seseorang berusaha untuk merepresentasikan figure tertentu yang
dipercaya memiliki kekuatan ilahi. Patung itu sendiri adalah symbol dan bukan
pribadi yang sebenarnya. Namun dengan membuat dan adanya symbol itu seseorang
dapat merasakan kehadiran yang ilahi dalam hidupnya.
Simbol tidak pernah
dapat merepresentasikan kehadiran yang ilahi sepenuhnya. Hanya sebagian kecil
yang ditampilkan. Keberadaan ilahi sendiri dapat dihadirkan di dalam diri orang
yang berdoa itu. Kepribadian dan figurnya melebihi apa yang dilihat.
Di dalam konteks
agama-agama tertentu tingkat yang tertinggi adalah tidak lagi ada symbol. Orang
yang menyembah Allah tidak lagi membutuhkan patung-patung atau symbol symbol
tertentu, namun seluruh hidupnya dapat merasakan keberadaan Tuhan. Hal ini
dapat dilihat dalam kepercayaan agama Hindu dan Budha. Tingkat pencapaian
tertinggi dalam agama Hindu adalah Moksa. Tidak ada lagi pemisahan antara yang
ilahi dengan yang manusiawi. Keduanya lebur menjadi satu. Dalam agama Budha
dikenal sebagai Nirvana. Nirvana berarti orang tidak lagi diikat dalam hubungan
dunia, melainkan sudah bersatu dengan yang ilahi dan menjadi Budha.
Dalam agama kristiani
diekspresikan dalam peristiwa kebangkitan. Kebangkitan merupakan
peristiwa dimana manusia dapat bergabung bersama dengan Allah dalam Kerajaan
Surga. Tidak ada lagi penderitaan yang ada adalah syukur semata di hadapan
Allah yang maha kuasa dan agung, yang telah memberikan diri bagi manusia itu.
Dalam konteks kehidupan
orang kristiani peristiwa kebangkitan itu sudah dapat dirasakan, yaitu melalui
Yohanes 4:21-23: Percayalah kepadaKu hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa
kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Kamu
menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab
keselamatan datang dari bangsa Yahudi. Tetapi saatnya akan datang dan sudah
tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh
dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.
Yesus berkata
penyembahan terjadi dalam Roh dan Kebenaran. Melalui kesatuan dengan Roh Allah
inilah setiap orang dapat merasakan dan melihat kehadiran Tuhan dimana-mana.
Paulus mengatakan istilah “God is All in all” (Efesus 4:6). Artinya Allah
adalah Segala dan segala yang ada di dunia ini. Setiap orang boleh merasakan
kehadiran Allah dalam segala peristiwa hidup dan melalui segala sesuatunya.
***
Gereja Katolik tidak menyembah Bunda Maria, sebab penyembahan hanya dapat ditujukan kepada Allah. Namun demikian, Gereja Katolik menghormati Bunda Maria secara istimewa, yang dinyatakan dalam devosi kepadanya. Tentu penghormatan kepada Bunda Maria tidak untuk dipertentangkan dengan penghormatan kepada Tuhan. Sebab kita tetap dapat menghormati Tuhan, walaupun kita juga menghormati Bunda Maria dan ibu kandung kita sendiri. Kepada Tuhan, tentu kita memberikan penghormatan yang tertinggi, dan penghormatan yang kita berikan kepada ibu kita tidak mungkin setara dengan penghormatan kepada Tuhan. Dengan demikian, penghormatan kita kepada Bunda Maria, bukanlah untuk menyejajarkan dia dengan Tuhan, sebab Bunda Maria memang bukan Tuhan. Namun, kita menghormati Bunda Maria sebagai ibu rohani bagi kita. Ia adalah Bunda Kristus yang olehNya kita dilahirkan kembali untuk memperoleh hidup ilahi.
Gereja Katolik
membedakan adanya latria (penyembahan) dan dulia (penghormatan). Penyembahan
hanya dapat ditujukan kepada Allah. Namun penghormatan dapat ditujukan selain
kepada Allah tetapi juga kepada para kudus termasuk kepada Bunda Maria, yang
terdepan di antara para orang kudus-Nya. Karena perannya yang satu-satunya
sebagai ibu dari Yesus Sang Putra Allah, maka penghormatan yang ditujukan
kepada Bunda Maria merupakan penghormatan yang istimewa dibandingkan dengan
penghormatan kepada para kudus lainnya. Karena itu, penghormatan kepada Bunda
Maria dikenal dengan istilah hyper-dulia.
****
Mengapa Orang Katolik Mengarak Patung?
DALAM tradisi Katolik
perarakan dikenal juga dengan prosesi. Prosesi atau perarakan dikenal di
berbagai agama, pun dalam kebudayaan-kebudayaan. Secara rohani perarakan adalah
ekspresi lahiriah dari penghayatan batin, yang mengungkapkan rasa keterlibatan
umat secara bersama-sama di dalam misteri iman itu. Prosesi seperti itu bahkan
terinspirasi dari Kitab Suci, misalnya prosesi tabut perjanjian (2 Sam.
6:12-19), dan prosesi ketika Yesus memasuki Yerusalem (Mat. 21:1-10).
Biasanya dibedakan tiga
macam prosesi berdasarkan misteri iman yang direnungkan: prosesi yang terkait
karya keselamatan, prosesi votif dan prosesi yang dituntut liturgi. Kategori
pertama, misalnya prosesi 2 Februari yang mengenang peristiwa Tuhan
dipersembahkan di bait Allah; prosesi Minggu Palma yang memperingati saat Tuhan
memasuki Yerusalem sebagai Mesias; prosesi Malam Paskah mengenangkan peralihan
Tuhan dari maut ke kehidupan.
Prosesi yang dituntut
liturgi misalnya perarakan masuk (sekarang diwakili oleh imam, misdinar dan
petugas liturgi lain), perarakan minyak Krisma, prosesi penghormatan salib pada
Jumat Agung, Prosesi dalam Ekaristi seperti prosesi Injil, persiapan
persembahan, prosesi mengantar jenasah dan sebagainya (Lih. Direktorium tentang
Kesalehan Umat dan Liturgi no. 245 dst).
Nah, perarakan Maria
bulan Oktober termasuk dalam jenis prosesi votif. Prosesi ini ungkapan
devosional umat. Contoh lainnya adalah prosesi Ekaristi pada hari Raya Tubuh
dan Darah Kristus, prosesi Hati Kudus Yesus, atau penghormatan orang kudus
tertentu lainnya.
Di sini cita rasa
religius umat menentukan bentuk dan suasana perayaan. Salah satunya adalah
dengan mengarak patung Maria, seperti yang dilakukan umat sedekenat Malaka
Keuskupan Atambua dalam Perarakan Arca Bunda Maria Ina Maria Nain Feto Malaka berkiling ke semua paroki
di wilayah Dekenat Malaka. Dengannya, umat tidak bermaksud untuk menyembah
patung tetapi mengungkapkan cinta mereka pada Maria, yang adalah Bunda Tuhan
Yesus dan juga ibu kita secara rohani. Biasanya prosesi disertai doa-doa
seperti litani atau Rosario dan nyanyian-nyanyian indah.
Bagi Gereja Katolik
pemakaian patung diijinkan, dengan kesadaran bahwa patung itu merupakan sarana
untuk menghantar pada pribadi yang digambarkannya dan terutama Allah sendiri
yang dalam rahmat berkarya dalam pribadi tersebut. “Karena penghormatan pada
gambar-gambar melampaui gambar-gambar itu sendiri tertuju pada gambar asalinya’
(Basilius Agung) dan siapa yang menghormati gambar, menghormati Pribadi yang
digambarkan dalam gambar itu” (DH 601).
Memang ada juga bahaya,
yaitu bila orang terfokus hanya pada patung (atau gambar) saja, menghiasnya
indah-indah, tetapi batin sendiri kurang dihiasi dengan tobat dan amal kasih.
Bahaya yang sama terjadi juga bila terlalu menekankan unsur lahiriah, tetapi
menyepelekan liturgi dan misteri iman yang dikenangkan. Begitu pula bila
semangat persaingan mewarnai prosesi, apalagi disertai biaya besar dan
budaya-budaya tidak pantas seperti mabuk dan pakaian seronok. Kalau begitu
tentulah salah.
Prosesi yang baik
melambangkan banyak hal dan membantu iman. Pertama-tama prosesi merupakan
‘tanda keadaan Gereja yang sedang berziarah, bersama dan mengikuti Kristus,
yang sadar bahwa di dunia ini tidak ada kediaman yang abadi.’ Tujuan peziarahan
kita adalah Yerusalem surgawi dan persekutuan bahagia di surga.
Prosesi juga menandakan
bahwa perjalanan ini kita lakukan bersama-sama. Ada semangat doa, aktivitas
serta tujuan yang sama. Maka prosesi sungguh-sunguh akan memupuk
persaudaraan iman dan komitmen Kristiani. Selain itu prosesi yang baik
membangkitkan semangat untuk bersaksi dan kesadaran missioner kita sebagai
Gereja.