Apakah Umat Katolik Menyembah Bunda Maria & Patung? (Pendalaman Iman Katolik)

Apakah Umat Katolik Menyembah Bunda Maria & Patung? (Pendalaman Iman Katolik)



Suara Numbei News - Dewasa ini Gereja sering kali dituding menyembah patung Yesus dan Maria. Mereka menyatakan bahwa kerap orang kristiani menyentuh patung tersebut, menciumi dan berdoa di hadapan patung. Tuduhan mereka adalah orang katolik menyembah berhala. Apakah benar demikian? Marilah kita teliti lebih dalam mengenai penyembahan patung sejak awal sejarah umat manusia.

Sejarah mengenai penyembahan di hadapan patung

Sebelum adanya agama-agama orang-orang mulai menyembah adanya dewa dan dewi. Hal ini dapat ditemukan dalam kitab suci, betapa bangsa-bangsa asli di daerah amori memiliki penyembahan. Dewa orang Amori adalah Amurru.  Amurru ini digambarkan sebagai seorang penggembala dan juga sebagai anak dari dewa langit Anu. Amurru juga digambarkan sebagai dewa halilintar. Amurru sendiri kadangkala disebut sebagai Ba’al dalam konteks kitab suci. Hal ini dapat terjadi karena dalam sejarah ada masa dimana bangsa Amurru inti menguasai Babilonia. Sehingga dewa mereka diangkat sebagai dewa bangsa.

Namun demikian bangsa Israel juga pernah mengalami saat bagi mereka menyembah berhala terhadap dewa dan dewi bangsa-bangsa. Saat itu Musa marah terhadap ketidakpercayaan bangsa Israel ini, sehingga mereka terserang wabah ular yang mematikan. Saat itulah Musa diperintahkan Allah membuat tiang dengan patung ular dari tembaga. Setiap kali orang memandang patung ular itu, maka ia tidak mati dan disembuhkan. Ular sendiri bagi tradisi bangsa Israel melambangkan kedosaan. Makna dari memandang patung ular itu adalah bangsa Israel mengakui dosanya di hadapan Tuhan.

Dalam sejarah diketemukan bahwa melalui patung-patung tertentu mereka mengungkapkan kepercayaan pada figure yang memiliki kekuatan terentu atau disebut dengan supernatural. Melalui pemujaan terhadap patung yang bersangkutan, mereka memuja dewa atau dewi yang mereka sembah. Dengan demikian patung bukan hanya melukiskan mengenai keberadaan dewa atau dewi tertentu melainkan merepresantisikan kehadiran kekuatan di luar kekuatan manusia.

Sisi Magis sembahan berhala

Penyembahan berhala tidak melulu diungkapkan melalui patung, melainkan juga dengan ritual tertentu. Seseorang yang ingin memperoleh kekayaan menyembah kekuatan tertentu yang memiliki kekuatan supra natural. Misalkan kisah mengenai babi ngepet. Ritual babi ngepet adalah seseorang menyembah siluman babi dan kemudian ia menutupi tubuhnya dengan pakaian warna hitam dan meminta seseorang untuk menjaga lilin. Jika orang yang menjelma menjadi babi itu ada dalam bahaya, maka lilin akan bergoyang goyang. Dengan meniup lilin orang yang menjelma menjadi babi itu akan berubah menjadi manusia kembali. Babi ngepet itu mengambil kekayaan orang dengan menggesekgesekan tubuhnya ke lemari perhiasan dan seterusnya.

Kisah ini antara benar dan tidak benar. Namun beredar cukup luas di kalangan masyarakat khususnya di daerah pedesaan. Namun entah itu benar atau tidak nyang pasti adalah adanya ritual mengenainya sungguh terjadi. Mellaui penyembahan berhala ini ada kekuatan magis atau supranatural yang ditimba seseorang. Hal itu bukan hanya terjadi di dunia luar melainkan juga terjadi dalam hidup kita sehari-hari.

Kekuatan di balik penyembahan

Dalam kegiatan penyembahan seseorang yang melakukan tindakan itu meyakini adanya kekuatan melampaui kekuatan manusia yang akan memberikan keuntungan bagi orang yang menyembahnya. Kekuatan berhala yang ditawarkan adalah kekayaan, kekuasaan dan popularitas. Ketika saya kecil ada di dekat rumah legenda mengenai seorang dukun. Dukun tersebut dapat mengundang jin untuk membuat seseorang terlihat cantik. Artis artis sering dating ke dukun tersebut. Dengan demikian artis artis itu meminta popularitas.

Kisah mengenai penyembahan terhadap babi ngepet itu merupakan contoh dimana orang ingin memperoleh kekayaan dan tidak jarang pula orang menyembah dewa tertentu seperti Amori untuk memperoleh kekuasaan. Kisah mengenai tuduhan terhadap Yesus mengenai Yesus yang mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, mengungkapkan pula kisah orang yang umum menyembah dewa tersebut untuk memperoleh kekuatan.

Jika dalam penyembahan orang orang yang tidak mengenal Alah melukiskan kekuatan supra natural, sesungguhnya dalam konteks kehidupan beragama juga memiliki makna yang kurang lebih mirip, namun berbeda dalam tujuan dan pelaksanaan. Penyembahan berhala membuat kita semakin buruk, penyembahan kepada Allah membawa kita pada semangat kebaikan.

Kisah mengenai dewa Wisnu bagi orang beragama Hindhu merupakan dewa pemelihara kebaikan bagi dunia. Penyembahan kepada Tuhan Yesus membawa kita pada semangat untuk mengasihi sesama. Isi dari penyembahan kepada Tuhan adalah kebaikan bagi banyak orang. Seseorang yang berdoa mohon kelulusan dan ketika doanya dikabulkan maka orang itu bersyukur dan mau berbagi kepada orang lain. Jika seseorang berdoa kepada kekuatan gelap, maka yang dihasilkan adalah melulu untuk keperluan pribadi.  Sedangkan berdoa kepada Tuhan membawa orang pada semangat melayani dan berbagi

Apakah perlu patung?

Seorang ahli budaya Ernest Casiree pernah mengatakan bahwa manusia adalah animale simbolicum, artinya makhluk yang senantiasa menggunakan symbol-simbol. Berbeda dengan bintang yang menggunakan frekwensi terntu dalam penyampaiannya, sedangkan manusia menggunakan akal budinya dan membentuk symbol. Bahasa adalah salah satu bentuk symbol yang dibuat manusia. Misalkan kata mawar bukan berarti mawar sebenarnya, melainkan representasi bunga tertentu.  Dan masih banyak hal yang lainnya.

Mellaui pembuatan patung seseorang berusaha untuk merepresentasikan figure tertentu yang dipercaya memiliki kekuatan ilahi. Patung itu sendiri adalah symbol dan bukan pribadi yang sebenarnya. Namun dengan membuat dan adanya symbol itu seseorang dapat merasakan kehadiran yang ilahi dalam hidupnya.

Simbol tidak pernah dapat merepresentasikan kehadiran yang ilahi sepenuhnya. Hanya sebagian kecil yang ditampilkan. Keberadaan ilahi sendiri dapat dihadirkan di dalam diri orang yang berdoa itu. Kepribadian dan figurnya melebihi apa yang dilihat.

Di dalam konteks agama-agama tertentu tingkat yang tertinggi adalah tidak lagi ada symbol. Orang yang menyembah Allah tidak lagi membutuhkan patung-patung atau symbol symbol tertentu, namun seluruh hidupnya dapat merasakan keberadaan Tuhan. Hal ini dapat dilihat dalam kepercayaan agama Hindu dan Budha. Tingkat pencapaian tertinggi dalam agama Hindu adalah Moksa. Tidak ada lagi pemisahan antara yang ilahi dengan yang manusiawi. Keduanya lebur menjadi satu. Dalam agama Budha dikenal sebagai Nirvana. Nirvana berarti orang tidak lagi diikat dalam hubungan dunia, melainkan sudah bersatu dengan yang ilahi dan menjadi Budha.

Dalam agama kristiani diekspresikan dalam peristiwa kebangkitan.  Kebangkitan merupakan peristiwa dimana manusia dapat bergabung bersama dengan Allah dalam Kerajaan Surga. Tidak ada lagi penderitaan yang ada adalah syukur semata di hadapan Allah yang maha kuasa dan agung, yang telah memberikan diri bagi manusia itu.

Dalam konteks kehidupan orang kristiani peristiwa kebangkitan itu sudah dapat dirasakan, yaitu melalui Yohanes 4:21-23: Percayalah kepadaKu hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi. Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.

Yesus berkata penyembahan terjadi dalam Roh dan Kebenaran. Melalui kesatuan dengan Roh Allah inilah setiap orang dapat merasakan dan melihat kehadiran Tuhan dimana-mana. Paulus mengatakan istilah “God is All in all” (Efesus 4:6). Artinya Allah adalah Segala dan segala yang ada di dunia ini. Setiap orang boleh merasakan kehadiran Allah dalam segala peristiwa hidup dan melalui segala sesuatunya.

***

Gereja Katolik tidak menyembah Bunda Maria, sebab penyembahan hanya dapat ditujukan kepada Allah. Namun demikian, Gereja Katolik menghormati Bunda Maria secara istimewa, yang dinyatakan dalam devosi kepadanya. Tentu penghormatan kepada Bunda Maria tidak untuk dipertentangkan dengan penghormatan kepada Tuhan. Sebab kita tetap dapat menghormati Tuhan, walaupun kita juga menghormati Bunda Maria dan ibu kandung kita sendiri. Kepada Tuhan, tentu kita memberikan penghormatan yang tertinggi, dan penghormatan yang kita berikan kepada ibu kita tidak mungkin setara dengan penghormatan kepada Tuhan. Dengan demikian, penghormatan kita kepada Bunda Maria, bukanlah untuk menyejajarkan dia dengan Tuhan, sebab Bunda Maria memang bukan Tuhan. Namun, kita menghormati Bunda Maria sebagai ibu rohani bagi kita. Ia adalah Bunda Kristus yang olehNya kita dilahirkan kembali untuk memperoleh hidup ilahi.

Gereja Katolik membedakan adanya latria (penyembahan) dan dulia (penghormatan). Penyembahan hanya dapat ditujukan kepada Allah. Namun penghormatan dapat ditujukan selain kepada Allah tetapi juga kepada para kudus termasuk kepada Bunda Maria, yang terdepan di antara para orang kudus-Nya. Karena perannya yang satu-satunya sebagai ibu dari Yesus Sang Putra Allah, maka penghormatan yang ditujukan kepada Bunda Maria merupakan penghormatan yang istimewa dibandingkan dengan penghormatan kepada para kudus lainnya. Karena itu, penghormatan kepada Bunda Maria dikenal dengan istilah hyper-dulia.

****

Mengapa Orang Katolik Mengarak Patung?

DALAM tradisi Katolik perarakan dikenal juga dengan prosesi. Prosesi atau perarakan dikenal di berbagai agama, pun dalam kebudayaan-kebudayaan. Secara rohani perarakan adalah ekspresi lahiriah dari penghayatan batin, yang mengungkapkan rasa keterlibatan umat secara bersama-sama di dalam misteri iman itu. Prosesi seperti itu bahkan terinspirasi dari Kitab Suci, misalnya prosesi tabut perjanjian (2 Sam. 6:12-19), dan prosesi ketika Yesus memasuki Yerusalem (Mat. 21:1-10).

Biasanya dibedakan tiga macam prosesi berdasarkan misteri iman yang direnungkan: prosesi yang terkait karya keselamatan, prosesi votif dan prosesi yang dituntut liturgi. Kategori pertama, misalnya prosesi 2 Februari yang mengenang peristiwa Tuhan dipersembahkan di bait Allah; prosesi Minggu Palma yang memperingati saat Tuhan memasuki Yerusalem sebagai Mesias; prosesi Malam Paskah mengenangkan peralihan Tuhan dari maut ke kehidupan.

Prosesi yang dituntut liturgi misalnya perarakan masuk (sekarang diwakili oleh imam, misdinar dan petugas liturgi lain), perarakan minyak Krisma, prosesi penghormatan salib pada Jumat Agung, Prosesi dalam Ekaristi seperti prosesi Injil, persiapan persembahan, prosesi mengantar jenasah dan sebagainya (Lih. Direktorium tentang Kesalehan Umat dan Liturgi no. 245 dst).

Nah, perarakan Maria bulan Oktober termasuk dalam jenis prosesi votif. Prosesi ini ungkapan devosional umat. Contoh lainnya adalah prosesi Ekaristi pada hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, prosesi Hati Kudus Yesus, atau penghormatan orang kudus tertentu lainnya.

Di sini cita rasa religius umat menentukan bentuk dan suasana perayaan. Salah satunya adalah dengan mengarak patung Maria, seperti yang dilakukan umat sedekenat Malaka Keuskupan Atambua dalam Perarakan Arca Bunda Maria Ina Maria Nain Feto Malaka berkiling ke semua paroki di wilayah Dekenat Malaka. Dengannya, umat tidak bermaksud untuk menyembah patung tetapi mengungkapkan cinta mereka pada Maria, yang adalah Bunda Tuhan Yesus dan juga ibu kita secara rohani. Biasanya prosesi disertai doa-doa seperti litani atau Rosario dan nyanyian-nyanyian indah.

Bagi Gereja Katolik pemakaian patung diijinkan, dengan kesadaran bahwa patung itu merupakan sarana untuk menghantar pada pribadi yang digambarkannya dan terutama Allah sendiri yang dalam rahmat berkarya dalam pribadi tersebut. “Karena penghormatan pada gambar-gambar melampaui gambar-gambar itu sendiri tertuju pada gambar asalinya’ (Basilius Agung) dan siapa yang menghormati gambar, menghormati Pribadi yang digambarkan dalam gambar itu” (DH 601).

Memang ada juga bahaya, yaitu bila orang terfokus hanya pada patung (atau gambar) saja, menghiasnya indah-indah, tetapi batin sendiri kurang dihiasi dengan tobat dan amal kasih. Bahaya yang sama terjadi juga bila terlalu menekankan unsur lahiriah, tetapi menyepelekan liturgi dan misteri iman yang dikenangkan. Begitu pula bila semangat persaingan mewarnai prosesi, apalagi disertai biaya besar dan budaya-budaya tidak pantas seperti mabuk dan pakaian seronok. Kalau begitu tentulah salah.

Prosesi yang baik melambangkan banyak hal dan membantu iman. Pertama-tama prosesi merupakan ‘tanda keadaan Gereja yang sedang berziarah, bersama dan mengikuti Kristus, yang sadar bahwa di dunia ini tidak ada kediaman yang abadi.’ Tujuan peziarahan kita adalah Yerusalem surgawi dan persekutuan bahagia di surga.

Prosesi juga menandakan bahwa perjalanan ini kita lakukan bersama-sama. Ada semangat doa, aktivitas serta tujuan yang sama. Maka prosesi sungguh-sunguh  akan memupuk persaudaraan iman dan komitmen Kristiani. Selain itu prosesi yang baik membangkitkan semangat untuk bersaksi dan kesadaran missioner kita sebagai Gereja.

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama