Janganlah Salahkan Alam: Efisiensi Anggaran dan Ancaman Bencana pada Rakyat

Janganlah Salahkan Alam: Efisiensi Anggaran dan Ancaman Bencana pada Rakyat



Suara Numbei News - Dalam beberapa pekan terakhir, berbagai berita semakin memperjelas bagaimana efisiensi anggaran yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia berisiko melemahkan penanggulangan bencana dan kesiapsiagaan masyarakat. Namun, hingga saat ini, belum ada kejelasan yang transparan mengenai pos anggaran mana yang akan dipangkas dan bagaimana dampaknya secara luas.

Pemerintah tampaknya belum memiliki arah kebijakan yang jelas dalam efisiensi anggaran ini. Keputusan yang diambil terkesan reaktif, mengikuti tren isu yang berkembang di publik. Ketika satu kebijakan dikritik, pemerintah buru-buru mengklarifikasi -seperti terkait pemotongan gaji dan PHK, namun tanpa memberikan kejelasan strategi jangka panjangnya. Seolah-olah pemerintah hanya berperan sebagai pemadam kebakaran terhadap berita viral, tanpa memiliki peta jalan yang konkret dalam pengelolaan fiskal dan prioritas pembangunan.

Lebih mengkhawatirkan lagi, transparansi terhadap pemangkasan anggaran ini masih sangat minim. Pemerintah tidak memberikan informasi yang lugas dan terbuka mengenai program mana yang akan dipotong atau dikurangi. Hal ini menciptakan ketidakpastian, terutama bagi sektor-sektor yang memiliki dampak langsung terhadap keselamatan masyarakat, seperti penanggulangan bencana, adaptasi perubahan iklim, dan layanan publik lainnya.

Pemotongan Anggaran yang Mengorbankan Keselamatan Rakyat

Salah satu dampak paling serius dari kebijakan ini adalah melemahnya sistem penanggulangan bencana. Indonesia adalah salah satu negara paling rawan bencana, mulai dari gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, hingga tanah longsor. Namun, dengan pemotongan anggaran yang signifikan terhadap BNPB, BMKG, Basarnas, dan kementerian terkait, kapasitas pemerintah dalam mencegah, memitigasi, dan merespons bencana semakin terbatas.

Dan di sinilah letak bahayanya. Pemotongan anggaran yang menyasar sektor-sektor krusial ini akan berdampak langsung terhadap keselamatan masyarakat.

Jangan salahkan gempa bumi, tapi lihat bagaimana anggaran untuk edukasi kesiapsiagaan, pengecekan gedung tahan gempa, serta penguatan bangunan justru tidak mencukupi, sehingga ketika gempa terjadi, bangunan runtuh dan korban berjatuhan.

Jangan salahkan hujan deras saat banjir dan longsor terjadi, tapi periksa bagaimana anggaran untuk pemeliharaan dan perbaikan infrastruktur untuk sungai, drainase, dan reboisasi justru dikurangi, menyebabkan bencana semakin sulit dikendalikan.

Jangan salahkan tsunami yang datang tiba-tiba, tapi tanyakan di mana anggaran untuk sistem peringatan dini, pemeliharaan hutan bakau, serta latihan evakuasi masyarakat yang terus ditekan atas nama efisiensi.

Jangan bilang kita tidak bisa menduga kejadian bencana ini terjadi, namun dana penelitian kerap berkurang yang diperlukan untuk kita mampu memprediksi, mengkaji, dan mencari inovasi untuk mengantisipasi ancaman bencana yang akan datang

Bukan alam yang membunuh, tetapi kebijakan yang tidak berpihak pada keselamatan rakyat.

Bencana Bukan Sekadar Takdir, tapi Akibat dari Pilihan Kebijakan

Kita sering melihat pejabat pemerintah atau kepala daerah menyalahkan alam setiap kali bencana melanda. Mereka mengatakan bahwa ini adalah bencana alam yang tidak bisa dihindari. Namun, kita perlu bertanya lebih jauh:

Apakah benar tidak ada yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampaknya?

Faktanya, negara-negara lain telah membuktikan bahwa dampak bencana bisa diminimalkan melalui regulasi yang ketat, infrastruktur tahan bencana, sistem peringatan dini yang modern, serta edukasi kesiapsiagaan yang masif. Jepang, misalnya, berhasil mengurangi dampak gempa dan tsunami dengan investasi besar dalam infrastruktur dan pelatihan masyarakatnya. Sementara itu, negara-negara yang gagal memprioritaskan mitigasi justru mengalami korban jiwa dan kerugian ekonomi yang lebih besar.

Di Indonesia, setiap tahun kita menghadapi ancaman bencana, tetapi anggaran untuk pencegahan dan kesiapsiagaan justru terus berkurang.

Jadi, ketika bencana terjadi, jangan salahkan alam.

Salahkan kebijakan yang gagal melindungi rakyatnya. Salahkan pemotongan anggaran yang membuat upaya pencegahan dan mitigasi terabaikan. Salahkan kurangnya komitmen dan political will untuk menjadikan keselamatan masyarakat sebagai prioritas utama.

Untuk negara yang mengalami sekitar 3,000 hingga 5,000 kejadian bencana setiap tahunnya, pertanyaannya adalah dimana giliran kejadian bencana besar berikutnya yang akan terjadi di Indonesia.

Karena pada akhirnya, bencana bukan hanya tentang alam yang bergerak. Bencana juga tentang bagaimana kita, sebagai sebuah negara, memilih untuk bersiap atau membiarkan diri kita tidak siap sama sekali.



 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama