Pemerintah tampaknya
belum memiliki arah kebijakan yang jelas dalam efisiensi anggaran ini.
Keputusan yang diambil terkesan reaktif, mengikuti tren isu yang berkembang di
publik. Ketika satu kebijakan dikritik, pemerintah buru-buru mengklarifikasi
-seperti terkait pemotongan
gaji dan PHK,
namun tanpa memberikan kejelasan strategi jangka panjangnya. Seolah-olah
pemerintah hanya berperan sebagai pemadam kebakaran terhadap berita viral,
tanpa memiliki peta jalan yang konkret dalam pengelolaan fiskal dan prioritas
pembangunan.
Lebih mengkhawatirkan
lagi, transparansi terhadap pemangkasan anggaran ini masih sangat minim.
Pemerintah tidak memberikan informasi yang lugas dan terbuka mengenai program
mana yang akan dipotong atau dikurangi. Hal ini menciptakan ketidakpastian,
terutama bagi sektor-sektor yang memiliki dampak langsung terhadap keselamatan
masyarakat, seperti penanggulangan bencana, adaptasi perubahan iklim, dan
layanan publik lainnya.
Pemotongan Anggaran yang Mengorbankan Keselamatan
Rakyat
Salah satu dampak
paling serius dari kebijakan ini adalah melemahnya sistem penanggulangan
bencana. Indonesia adalah salah satu negara paling rawan bencana, mulai dari gempa bumi,
tsunami, letusan gunung berapi, banjir, hingga tanah longsor. Namun, dengan
pemotongan anggaran yang signifikan terhadap BNPB,
BMKG,
Basarnas,
dan kementerian terkait, kapasitas pemerintah dalam mencegah, memitigasi, dan
merespons bencana semakin terbatas.
Dan di sinilah letak
bahayanya. Pemotongan anggaran yang menyasar sektor-sektor krusial ini akan
berdampak langsung terhadap keselamatan masyarakat.
Jangan salahkan gempa bumi,
tapi lihat bagaimana anggaran untuk edukasi kesiapsiagaan, pengecekan gedung
tahan gempa, serta penguatan bangunan justru tidak mencukupi, sehingga ketika
gempa terjadi, bangunan runtuh dan korban berjatuhan.
Jangan salahkan hujan
deras saat banjir dan longsor terjadi, tapi periksa bagaimana anggaran untuk
pemeliharaan dan perbaikan infrastruktur untuk sungai, drainase, dan reboisasi
justru dikurangi, menyebabkan bencana semakin sulit dikendalikan.
Jangan salahkan tsunami
yang datang tiba-tiba, tapi tanyakan di mana anggaran untuk sistem peringatan
dini, pemeliharaan hutan bakau, serta latihan evakuasi masyarakat yang terus
ditekan atas nama efisiensi.
Jangan bilang kita
tidak bisa menduga kejadian bencana ini terjadi, namun dana penelitian kerap
berkurang yang diperlukan untuk kita mampu memprediksi, mengkaji, dan mencari
inovasi untuk mengantisipasi ancaman bencana yang akan datang
Bukan alam yang
membunuh, tetapi kebijakan yang tidak berpihak pada keselamatan rakyat.
Bencana Bukan Sekadar Takdir, tapi Akibat dari
Pilihan Kebijakan
Kita sering melihat
pejabat pemerintah atau kepala daerah menyalahkan alam setiap kali bencana
melanda. Mereka mengatakan bahwa ini adalah bencana alam yang tidak bisa
dihindari. Namun, kita perlu bertanya lebih jauh:
Apakah benar tidak ada
yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampaknya?
Faktanya, negara-negara
lain telah membuktikan bahwa dampak bencana bisa diminimalkan melalui regulasi
yang ketat, infrastruktur tahan bencana, sistem peringatan dini yang modern,
serta edukasi kesiapsiagaan yang masif. Jepang, misalnya, berhasil mengurangi dampak gempa dan tsunami
dengan investasi besar dalam infrastruktur dan pelatihan masyarakatnya.
Sementara itu, negara-negara yang gagal memprioritaskan mitigasi justru
mengalami korban jiwa dan kerugian ekonomi yang lebih besar.
Di Indonesia, setiap
tahun kita menghadapi ancaman bencana, tetapi anggaran untuk pencegahan dan
kesiapsiagaan justru terus berkurang.
Jadi, ketika bencana
terjadi, jangan salahkan alam.
Salahkan kebijakan yang
gagal melindungi rakyatnya. Salahkan pemotongan anggaran yang membuat upaya
pencegahan dan mitigasi terabaikan. Salahkan kurangnya komitmen dan political
will untuk menjadikan keselamatan masyarakat sebagai prioritas utama.
Untuk negara
yang mengalami sekitar 3,000 hingga 5,000 kejadian bencana setiap tahunnya,
pertanyaannya adalah dimana giliran kejadian bencana besar berikutnya yang akan
terjadi di Indonesia.
Karena pada akhirnya,
bencana bukan hanya tentang alam yang bergerak. Bencana juga tentang bagaimana
kita, sebagai sebuah negara, memilih untuk bersiap atau membiarkan diri kita
tidak siap sama sekali.