Loloskan Eks Terpidana Larikan Gadis Jadi Cawabup, KPU Kabupaten Belu Ogah Disalahkan

Loloskan Eks Terpidana Larikan Gadis Jadi Cawabup, KPU Kabupaten Belu Ogah Disalahkan



Suara Numbei News - Polemik soal status bebas pidana calon Wakil Bupati Belu nomor urut 1 Vicente Hornai Gonsalves dibahas dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK). Vicente pernah dipenjara gara-gara kasus melarikan anak gadis, namun mendapat dokumen yang menyatakan dirinya tidak pernah dipidana.

Hal itu dibahas dalam sidang gugatan hasil Pilkada Belu yang diajukan oleh calon Bupati dan Wakil Bupati Belu nomor urut 2 Taolin Agustinus-Yulianus Tai Bere yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (11/5/2025). Dalam sidang ini, pemohon menghadirkan Dosen Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana, Bernard Leo Odom Tanya, sebagai ahli.

Bernard menyoroti proses penetapan hingga rekapitulasi suara pemilihan bupati Belu yang disebutnya cacat hukum. Dia mengatakan Pilkada Belu cacat hukum karena KPU meloloskan Vicente Hornai Gonsalves sebagai calon Wakil Bupati nomor urut 1 atau pihak terkait dalam perkara ini.

Bernard mengatakan Vicente merupakan mantan terpidana kasus kejahatan terhadap anak di bawah umur. Bernard mengatakan Vicente dikenai Pasal 332 ayat 1 KUHP yang berkaitan dengan melarikan perempuan di bawah umur.

"Kejahatan pasal itu dikenal dalam bahasa Belanda sebagai 'schaking', yang secara leksikal berasal dari kata kerja 'schaken' yang berarti 'mencuri gadis'," ujar Bernard seperti dikutip dari situs MK.

Bernard mengatakan pencalonan Vicente seharusnya tidak sah. Sebab, menurutnya, Vicente tidak memenuhi syarat yang tercantum dalam pasal 7 UU Pilkada di mana salah satunya mengatur mantan terpidana boleh mencalonkan diri dalam pilkada selama telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan mengumumkan kepada publik bahwa yang bersangkutan adalah mantan terpidana.

Selanjutnya, katanya, pasal 7 ayat (1) huruf g UU Pilkada menjelaskan pengertian 'mantan terpidana' tersebut. Mantan terpidana adalah orang yang sudah tidak ada hubungan baik teknis maupun administratif, kecuali mantan terpidana bandar narkoba dan terpidana kejahatan seksual terhadap anak.

"Keikutsertaan pasangan calon nomor urut 1 tidak sah sejak awal, maka seluruh tahap yang diikuti pasangan tersebut juga dianggap tidak sah dan melawan hukum," ujar Bernard.

Menurutnya, Keputusan KPU harus batal demi hukum. Dia mengatakan seharusnya KPU mendiskualifikasi pasangan nomor urut 1 itu.

"Konsekuensi logis terhadap Termohon adalah semua keputusan Termohon mulai dari penetapan pasangan calon, penetapan nomor urut, sampai dengan keputusan tentang penetapan hasil harus dinyatakan batal," ujar Bernard.

Mantan anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu periode 2017-2022 Ida Budhiati mengatakan kesalahan terkait penetapan pasangan nomor urut 1 tidak bisa dibebankan kepada KPU. Ida dihadirkan sebagai ahli dari pihak KPU.

Ida mengatakan KPU telah melaksanakan penetapan pasangan calon sesuai dengan aturan yang ada. Dia menyebut Vicente telah memenuhi syarat sebagai pasangan calon Pilbup Belu karena telah melampirkan SKCK.

"Kesalahan tidak dapat ditimpakan kepada Pihak Terkait apabila yang bersangkutan telah mengurus berkas dokumen yang pada pokoknya mengisi pilihan keterangan 'Pernah Dipidana' dan yang terbit justru adalah dokumen yang justru menyatakan sebaliknya tidak pernah dipidana," ujar Ida.

"Peristiwa demikian tidak perlu terjadi apabila lembaga-lembaga berwenang dalam menerbitkan dokumen tersebut menerbitkan keterangan sebagaimana yang diajukan sesuai dengan data yang sebenarnya," sambungnya.

Dia mengatakan KPU telah menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Belu terkait dugaan pelanggaran administrasi dan tindak pidana pemilihan yang dilakukan Vicente. Ida mengatakan KPU telah menelaah dan mengkaji terkait rekomendasi itu.

Vicente selaku pihak terkait menghadirkan Guru Besar Universitas Ilmu Hukum Kristen Satya Wacana (UKSW), Yafet Yosafet Wilben Rissy, sebagai ahli. Yafet mengatakan kasus Vicente bukan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Atambua Nomor: 186/PID/B/2003/PN.ATB tanggal 17 Januari 2004.

Yafet mengatakan saat itu Vicente dihukum berdasarkan pasal 332 ayat 1 KUHP yang berkaitan dengan melarikan perempuan di bawah umur. Dia mengatakan Vicente tidak dijatuhi hukuman berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Dia mengatakan Vicente pernah terlibat kasus tindak pidana melarikan anak di bawah umur pada 2003. Vicente kemudian divonis 11 bulan penjara pada Januari 2004.

"Jika dibaca putusan Pengadilan Negeri (Nomor) 186 Tahun 2004 itu secara nyata dan ini saya kutip di amar putusan nomor tiga menyatakan terdakwa Vicente dan seterusnya terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana melarikan perempuan yang belum dewasa tanpa seizin orang tua atau walinya, menjatuhkan pidana oleh karena itu terdakwa 11 bulan penjara," ujar Yafet.
"Jadi tidak ada kejahatan kekerasan seksual di sana," sambungnya.

Dia mengatakan Pasal 332 ayat 1 KUHP mengatur hukuman melarikan perempuan di bawah umur sebagai salah satu jenis tindak pidana perampasan kemerdekaan. Dia menyebut tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak diatur dalam Pasal 287 sampai Pasal 295 KUHP.

Saksi dari pihak terkait, Manuel Da Silva, mengatakan Vicente saat itu memiliki hubungan asmara dengan seorang perempuan bernama Juliana Luisa Tai. Dia mengatakan Vicente dan Juliana dulunya merupakan warga Timor Timur.

Dia mengatakan ada adat di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dikenal dengan istilah Belis jika seorang pria hendak menikahi seorang perempuan. Dalam adata itu, ada tradisi pemberian mahar dari pihak laki-laki ke perempuan. Namun, Manuel mengatakan mahalnya mahar terkadang membuat seorang laki-laki dan perempuan memutuskan pura-pura kabur untuk melihat reaksi orang tua kedua pihak.

Manuel mengatakan hal itu pula yang terjadi kepada Vicente dan Juliana. Dia mengatakan orang tua kedua pihak tidak menyetujui Vicente menikahi Juliana. Dia menyebut Vicente menerima hukum adat untuk dipenjara.

"Hukum adat itu kalau dia hukum adatnya tidak mampu karena takut sama keluarga, malu, itu harus dipenjarakan. Makanya itu seperti yang dimaksudkan Saudara Vicente maksud itu karena hukum adatnya, salah satu hukum adatnya," ujar Manuel.

Sebagai informasi, dalam permohonannya, pemohon mendalilkan Vicente tidak memenuhi syarat (TMS) pencalonan. Hal itu lantaran Vicente pernah melalukan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak.

Salah satu petitumnya, mereka meminta MK membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Belu Nomor 746 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2024 tertanggal 5 Desember 2024 sepanjang perolehan suara Willybrodus Lay-Vicente Hornai Gonsalves. *** Detik.com



 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama