Hal itu disampaikan
Ketua Lembaga Anti Kekerasan Masyarakat Sipil (LAKMAS) Cendana Wangi (CW) TTU,
Victor Manbait, S.H dalam rilis tertulis yang diterima tim media ini pada
Jumat, 02 Mei 2025.
“Dengan menganggarkan
honaroium bagi 512 pegawai Non ASN atau Honorer pada Perda APBD TA
2024 dan Perda APBD TA 2025, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan
negara sebesar Rp9.216.000.000 (sembilan miliar dua ratus enam belas juta
rupiah) untuk tahun anggaran 2024 dan kerugian keuangan negara Sebesar
Rp2.304.000.000 (dua milyar tiga rus empat juta rupiah) untuk tahun anggaran
2025 per Maret 2025. Sehingga Total kerugian keuangann Negara atas KKN
Penganggaran belanja pegawai untuk honorarium Non ASN –tenaga honorer oleh
pemerintah daerah/Bupati dan DPRD TTU tahun anggaran 2024 dan
tahun anggaran 2025 adalah sebesar Rp11.520.000.000 (sebelas milyar limma ratus
dua puluh juta rupiah), tulisnya dalam rilis tersebut.
Menurut Victor,
pengangkatan 512 tenaga honorer di lingkungan Pemda TTU melanggar Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya Pasal 65 dan
66 yang melarang pengangkatan pegawai non-ASN setelah 31 Oktober 2023.
Kata Victor, sejak
disahkannya UU No. 20 Tahun 2023, pemerintah pusat dan daerah dilarang
mengangkat tenaga honorer untuk mengisi jabatan ASN. Namun, Pemda Kabupaten TTU
bersama DPRD tetap menganggarkan honorarium bagi 512 tenaga honorer dalam APBD
TA 2024 dan TA 2025. Tindakan ini dinilai melanggar undang-undang ASN.
Kebijakan tersebut
dinilai melanggar Pasal 65 Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2023 yaitu Pejabat
Pembina Kepegawaian dilarang mengangkat pegawai non-ASN untuk mengisi jabatan
ASN. Pasal 65 Ayat (2) Larangan ini juga berlaku bagi pejabat lain di instansi
pemerintah;
3)Pasal 65 Ayat (3):
Pejabat yang melanggar dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan; 4)Pasal 66: Penataan pegawai non-ASN harus diselesaikan
paling lambat Desember 2024, dan sejak UU ini berlaku, instansi pemerintah
dilarang mengangkat pegawai non-ASN.
Terkait kasus tersebut,
lanjutnya, ada sejumlah pejabat di lingkup Kabupaten TTU yang dinilai paling
bertanggungjawab dan perlu dipanggil periksa, diantaranya yaitu Kepala BKPSDMD
Kabupaten TTU, Sekretaris Daerah Kabupaten TTU, Bupati TTU, dan Anggota DPRD
TTU periode 2019-2024.
Mereka diduga
bersama-sama menyalahgunakan wewenang dalam pengangkatan dan penganggaran
honorarium bagi tenaga honorer, yang melanggar UU ASN dan berpotensi melanggar
UU Tindak Pidana Korupsi.
Victor mengungkapkan,
bahwa pada 31 Maret 2025, Bupati TTU melalui Sekda mengeluarkan surat penegasan
pemberhentian seluruh tenaga honorer. Namun, masih terdapat 78 tenaga honorer
yang dipertahankan, yang diduga melanggar UU ASN. Tindakan ini menimbulkan
pertanyaan tentang konsistensi dan transparansi dalam penataan tenaga honorer.
“Ini merupakan tindakan
perbuatan melawan hukum Bupati Vaneltinus Kebo atas Undang-udang Nomor 20
tahuun 2023 tentang ASN, yang diduga telah mengakibatkan kerugian
keuangan Negara, sehingga sudah sepatutnya Kepala Kejari Kefamenanu dan
KPK memanggil dan meriksa Bupati Valenntinus Kebo, Sekda TTU, Kepala
BKPSDMD dan anggota DPRD Kabupaten TTU dan Bupati TTU periode
2019-2024 David Juandi, untuk dilakukan pemeriksaan atas dugaan KKN dalam
Pengangatan dan Penggaran belanja pegawai untuk honorarium pegawai
honorer pemda TTU TA 2024 dan TA 2025,” tulisnya lagi dalam rilisnya itu.
Bupati TTU, Valentinus
Kebo yang dikonfirmasi awak tim media ini melalui Sekda Kabupaten TTU,
Fransiskus Bait Fay, S.Pt, M.Si via pesan WhatssApp/WA pada Sabtu (03/05) pukul
12:17 WITA terkait persoalan tersebut tidak menjawab, walau telah melihat dan
membaca pesan konfirmasi wartawan. Hingga berita ini ditayang, Frans Fay belum
menjawab. *** korantimor.com