![]() |
Anak sekolah menunggu kedatangan Presiden Joko Widodo di Bendungan Temef, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur pada Rabu (2/10/2024). |
Refleksi pendidikan itu
disampaikan Ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat NTT Polikarpus Do dalam
momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional pada Jumat (2/5/2025). Polikarpus
menilik dari sisi indeks literasi dan numerasi di NTT.
Ia mengungkapkan,
indeks literasi untuk tingkat sekolah menengah atas di NTT tahun 2024. Pada
kategori baik hanya 24,7 persen, kategori sedang 25,80 persen, kategori kurang
25,36 persen, dan kategori paling rendah dari semua kategori 24,15 persen.
Untuk indeks numerasi,
kategori baik hanya 15,81 persen, kategori sedang 33,81 persen, kategori kurang
26,23 persen, dan kategori paling rendah dari semua kategori itu sebesar 24,15
persen.
Jika dilihat per
kabupaten/kota, indeks literasi tertinggi untuk kategori baik, posisi pertama
Kabupaten Nagekeo, yakni 66,67 persen sedangkan paling rendah Kabupaten Sumba
Barat, yakni 15,79 persen.
Adapun indeks numerasi
posisi pertama Kabupaten Nagekeo pada angka 21,05 persen sedangkan posisi
terakhir Kabupaten Malaka yang tidak mencapai 1 persen. Ini dihitung
berdasarkan kategori baik.
"Angka-angka di
atas sangat memprihatikan. Dulu guru-guru dari NTT dikirim ke sejumlah daerah
di Indonesia bahkan sampai ke Malaysia. Sekarang kualitas pendidikan NTT
terpuruk," katanya.
Menurut Polikarpus,
sejumlah alasan melatarbelakangi di antaranya kualitas pembelajaran.
"Bagaimana kinerja guru kita sekarang, bagaimana proses pembelajaran. Apakah
tugas guru lebih banyak administratif atau substansi," katanya.
Polikarpus mengajak
berbagai pihak untuk merefleksikan kondisi hari ini seraya mengajak untuk
bergerak bersama. Seperti yang dilakukan Forum Taman Bacaan Masyarakat, hingga
kini membuka ribuan taman bacaan di NTT.
Dulu guru-guru dari NTT dikirim ke sejumlah daerah di Indonesia bahkan sampai ke Malaysia. Sekarang kualitas pendidikan NTT terpuruk
Tak bisa baca tulis
Seorang guru di SMA di
Kabupaten Malaka menuturkan, banyak siswa di sekolahnya belum lancar membaca
dan menulis. "Bagaimana mereka memahami isi bacaan kalau mereka tidak
lancar membaca dan menulis," katanya.
Guru tersebut
mempertanyakan kualitas pendidikan di jenjang sekolah dasar dan sekolah
menengah pertama. Murid yang belum lancar membaca dan menulis seharusnya tidak
diluluskan ke jenjang yang lebih tinggi.
Menurutnya, banyak
sekolah terpaksa meluluskan siswa demi menjaga nama baik sekolah. Terlebih ketika
pemberlakuan Kurikulum Merdeka Belajar, guru seolah-olah dipaksa meluluskan
murid yang tidak tuntas.
Kepala Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan NTT Ambrosius Kodo mengatakan, berbagai upaya terus dilakukan
pemerintah demi meningkatkan kualitas pendidikan di NTT. Dalam hal literasi,
pemerintah kini gencar melakukan program Gerakan NTT Membaca dan Menulis.
Menurutnya, kemampuan
baca tulis dan hitung sudah harus tuntas di jenjang sekolah dasar. Secara
regulasi, sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama menjadi tanggung jawab
pemerintah kabupaten/kota. *** kompas.com