![]() |
Siswa/i Kelas VI SDK Naibone, Kecamatan Sasitaeman Kabupaten Malaka Provinsi Nusa Tenggara Timur pose bersama usai ujian praktek kesenian |
Urusan pendidikan di
era Presiden Prabowo pun diubah. Tadinya hanya 1 kementerian, sekarang dipecah
jadi 3 kementerian (Dikdasmen, Diktisaintek, dan Kebudayaan). Digaungkan pula
mmodel pendidikan “deep learning” sebagai orientasi pendidika yang menekanakn
pembelajaranuntuk pemahaman mendalam dan aplikasi pengetahuan, termasuk AI
(Artificial Intellegence). Belajar, katanya bukan sekadar hafalan tai harus
mendorong siswa untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan memecahkan
masalah nyata. Sangat ideal sekali.
Sungguh, mencari cara
untuk membenahi dunia pendidikan di Indonesia memang tidak mudah. Dunia
pendidikan makin dihadapi tantangan besar. Belum lagi mencari cara yang pas
untuk merespons era digital. Berharap adanya kualitas pendidikan di Indonesia
bisa jadi masih angan-angan. Terlalu banyak batu sandungannya, membuat dunia
pendidikan terus-menerus jadi polemik. Mulai dari soal kekerasan di sekolah,
kurikulum, kualitas guru, model pembelajaran, hingga korupsi di dunia
pendidikan.
Suka tidak suka, ikhtiar
memajukan Pendidikan di Indonesia harus terus didengungkan. Pendidikan yang
mampu merespons otomatisasi, digitalisasi, dan kecerdasan buatan adalah harga
mati. Maka hanya pendidikan berbasis kompetensi, kreativitas, dan karakter yang
kuat yang bisa mengimbangi laju era digital dan revolusi industri.
Tokoh revolusioner
antiapartheid dan mantan Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela, pernah
berkata, "Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat Anda gunakan
untuk mengubah dunia." Bila setuju pernyataan itu, maka kita berharap di
era Presiden Prabowo Indonsia bisa membawa kemajuan bagi bidang pendidikan
secara signifikan. Pendidikan bukan lagi sekadar seremoni atau formalitas, tapi
tawuran, geng motor hingga kekerasan masih menghantui dunia pendidikan di
Indonesia. Terus, mau dibawa kemana dunia Pendidikan kita?
Tiap tanggal 2 Mei,
kita peringati Hari Pendidikan Nasional. Saya pun iap Hardiknas selalu membuat
catatan kritis dunia Pendidikan. Harapannya, agar bisa jadi momentum semua pihak
untuk berpikir ulang tentang cara memajukan pendidikan Indonesia. Pendidikan
harus dipandang sebagai ikhtiar kolektif seluruh bangsa. Pendidikan tidak bisa
dipandang sebagai sebuah program semata. Semua elemen masyarakat harus terlibat
untuk membenahi dan memajukan dunia pendidikan. Masyarakat harus merasa
memiliki dunia pendidikan, pemerintah harus memfasilitasi, dunia bisnis harus
peduli, pendidik dan anak didik harus menyadari makna pendidikan yang
sebenarnya. Deschooling society, kata Ivan Illich.
Mungkin saat ini, “rasa
memiliki” terhadap duniapendidikan harus dikampanyekan lagi. Sense of belonging
di dunia pedidikan, agar semua pihak punya rasa yang terhubung, diterima, dan
diakui untuk memajukan dunia pendidikan. Pendidikan menjadi “gerakan” yang
bertumpu pada rasa memiliki dari semua pihak terhadap masa depan Pendidikan,
bukan sekadar "program" yang dianggap sebagai kegiatan dan tanggung
jawabnya terbatas pada para pelaksana pendidikan. Tapi, semua pihak harus mau
dan bersedia menjadi bagian dari ikhtiar untuk menyelesaikan problematika
pendidikan.
Hingga kini, saya sudah
31 tahun mengajar dan mendidik di Universitas Indraprasta PGRI. Sebagai
kontribusi dan catatan kritis terhadap dunia pendidikan, saya pun punya
tanggung moral untuk ikut berkontribusi dalam memajukan pendidikan di
Indonesia. Apa dasarnya, karena pendidikan adalah esensi kehidupan yang lebih
baik di masa depan. Tanpa pendidikan, apapun dan siapapun akan hampa dan sulit
untuk membangun peradaban yang baik. Karena itu, sebagai rekomendasi terhadap
pemerintah di Hari Pendidikan Nasional, beberapa pikiran untuk membenahi
pendidikan di Indonesia menjadi penting diprioritaskan, yaitu:
1. Pembelajaran
berbasis penguatan karakter siswa, tidak lagi bertumpu pada kecerdasan kognitif
semata. Belajar yang mampu menanamkan integritas dan membangun spiritualitas
siswa sebelum belajar.
2. Pengembalian tradisi
belajar dan budaya akademik guru sebagai bagian untuk meningkatkan kompetensi
dan kemampuan mengajar yang sesuai perkembangan zaman dan teknologi. Guru
jangan sibuk dengan administrasi dan kepangkatan semata.
3. Perbaikan
infrastruktur dan teknologi Pendidikan yang lebih baik dan adaftif, termasuk
kecerdasan buatan yang menjadi bagian dari kurikulum.
4. Kepemimpinan sekolah
dan kampus yang mendukung peningkatan kualitas SDM secara lebih konlret, dengan
memperharikan kesejangan antara harapan dan kenyataan di lapangan, termasuk
melibatkan profesional dan kolaborasi dengan dunia usaha.
5. Perbaikan kebijakan,
prosedur, dan pendanaan yang efektif dan efisien di dunia Pendidikan, pemanfaatan
anggaran pendidikan pun lebih efisien dan akuntabel.
Ke depan, pendidikan
semestinya dipandang sebagai ikhtiar kolektif. Agar ada kesadaran akan makna
pendidikan yang lebih berdaya guna dan upaya bersama untuk menyelesaikan
problematika pendidikan. Semua elemen masyarakat harus terlibat dalam proses
dan dinamika Pendidikan yang terjadi. Unutk menjaga Marwah pendidikan yang sesuai integritasnya hal ini karena pendidikan bukan sekadar program, melainkan gerakan moral bersama untuk
memajukan harkat dan martabat bangsa.
Di sisi lain, orientasi
Pendidikan bukanlah mengejar kesempurnaan melainkan kesetaraan. Praktik dan
perilaku belajar harus didorong untuk membangun kesetaraan, di samping
kerjasama antar siswa. Belajar bukan sarana untuk mencapai nilai tinggi,
melainkan untuk membangkitkan gairah siswa dalam belajar. Kegiatan belajar
bukan bergantung pada “kunci jawaban”, tetapi bertumpu pada “pengertian”.
Proses dalam belajar, bukan menuntut hasil belajar. Proses agar siswa berani
bertanya dan tidak takut salah. Karena dengan cara itu, siswa akan mampu
mengeksplorasi potensi diri, di samping dapat memacu kreativitas dalam belajar.
Hingga berujung pada integritas dan karakter personal, sebagai buah dari
belajar. Agar tidak lagi “tahu sedikit tentang banyak hal, tetapi tidak tahu
banyak tentang satu hal”. Selamat Hari Pendidikan Nasional!