Kepala Bidang Humas
Polda NTT, Kombes Henry Novika Chandra berkata, usai pemeriksaan oleh Divisi
Profesi dan Pengamanan (Propam), Aipda Paulus Salo, polisi yang bertugas di
Polsek Wewewa Selatan itu “menjalani penempatan khusus.”
Ia menjelaskan kasus
ini ditangani Polda NTT supaya “lebih profesional.”
Henry berkata, apabila
perbuatan Paulus memenuhi unsur pidana kejahatan seksual dan terbukti melanggar
kode etik maka ia “dipecat dari institusi Polri.”
“Sebelum dinaikkan ke
pidana umum, dia akan ditindak tegas oleh Kapolda NTT, Irjen Pol Rudi Darmoko
melalui sidang kode etik,” katanya pada 12 Juni sebagaimana dilansir Detik.com.
Jadi, “memang tidak ada
toleransi,” kata Henry.
Paulus diperiksa di
Polda NTT setelah lima hari sebelumnya Kapolres Sumba Barat Daya, AKBP Harianto
Rantesalu mengumumkan masa penahanannya selama 30 hari sejak 7 Juni.
Terkuaknya
kasus pelecehan seksual ini bermula dari sebuah unggahan video
pengakuan korban di akun Facebook Times Nusa Tenggara Timur pada 5
Juni.
Korban mengaku
pelecehan terjadi di Polsek Wewewa Selatan pada 2 Maret.
Kala itu, ia dijemput
Paulus dari rumahnya pukul 21.00 Wita dan diberitahu akan dimintai keterangan
tentang kasus pemerkosaan yang ia alami.
Korban melaporkan kasus
pemerkosaan oleh orang dekatnya itu dua hari sebelumnya.
Namun, setibanya di
Polsek, Paulus malah meminta korban membuka baju dan celana dengan alasan untuk
pemeriksaan.
Selama beberapa menit,
Paulus meraba organ vital korban, lalu memintanya untuk “tidak memberitahukan
perbuatannya ke orang lain.”
Korban mengaku tidak
bisa melawan karena pelecehan itu terjadi kantor polisi.
Ketua Solidaritas
Perempuan dan Anak (Sopan) NTT, Yustina Dama Dia, berkata, rencana putusan
pemecatan terhadap Paulus adalah tepat agar “tidak satupun pelaku pelecehan
seksual bermain-main dengan hukum.”
“Bagi kami, tidak ada
toleransi bagi setiap pelaku kejahatan seksual,” katanya kepada Floresa pada
19 Juni.
Ia pun berharap “polisi
lebih setia terhadap sumpah atau janji sebagai penegak hukum dan selalu
berperspektif korban.”
Mariana Noda Ngara,
relawan Sopan NTT yang berdomisili di Sumba Barat Daya “setuju apabila Paulus
Salo dipecat agar memberi efek jera bagi aparat penegak hukum” karena
“sepatutnya polisi memberi perlindungan terhadap korban.”
Ia berharap ada program
penguatan kapasitas bagi anggota kepolisian tentang kesetaraan gender,
disabilitas, dan inklusi sosial.
Selain itu, “dukungan
Pemerintah Sumba Barat Daya mestinya semakin serius dalam menangani kasus
kekerasan terhadap anak dan perempuan.”
Sementara Herlina Ratu
Kenya, anggota Badan Pengurus Daerah Perempuan Alumni Pendidikan Teologi di
Indonesia mengimbau warga Sumba untuk “pasang badan” bagi korban pelecehan
seksual.
“Di tengah tren
kenaikan kasus kekerasan seksual, termasuk oleh aparat penegak hukum di
Sumba, perlu ada ruang yang aman bagi korban,” katanya.
“Betapa menyakitkan
korban melaporkan kasusnya, tetapi justru menjadi korban pelecehan seksual.
Pelaku tidak hanya dipecat, tetapi harus dituntut menanggung biaya pemulihan
korban,” kata Herlina kepada Floresa pada 19 Juni.
Floresa menghubungi
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda NTT, Kombes Henry Novika Chandra pada
19 Juni, menanyakan perkembangan kasus yang sudah ditangani Polda NTT sejak
sepekan lalu.
Hingga berita ini diterbitkan, pesan WhatsApp itu tak dibalas, kendati tercentang dua tanda pesan itu telah terkirim. ***