banner Karier Bukan Urusan Setelah Wisuda (Senandung Akar Rumput Dunia Pendidikan)

Karier Bukan Urusan Setelah Wisuda (Senandung Akar Rumput Dunia Pendidikan)



Suara Numbei News - Di banyak kampus, urusan karier sering dianggap bonus belaka—sesuatu yang bisa dipikirkan nanti, setelah toga dilipat dan ijazah di tangan. Padahal, kenyataannya tidak seindah itu. Dunia kerja makin kompetitif, dan gelar saja tak cukup jadi jaminan. Jika mahasiswa baru mulai bingung ke mana melangkah setelah lulus, bisa jadi kampus belum cukup memberi arah. Di sinilah pusat karier (career center) seharusnya bukan hanya ada, tapi bekerja aktif sejak semester awal.

Di beberapa perguruan tinggi, keberadaan pusat karier mulai mendapat perhatian lebih. Tak lagi sekadar papan pengumuman lowongan kerja atau tempat meminta surat rekomendasi magang, pusat karier kini dirancang sebagai penghubung aktif antara dunia kampus dan dunia kerja. Ini bukan hanya soal pencarian kerja, tapi soal persiapan menyeluruh: dari pelatihan wawancara, penulisan CV yang relevan, pengenalan dunia industri, hingga pengembangan soft skill.

Sayangnya, belum semua perguruan tinggi memiliki sistem pendukung transisi ini secara serius. Padahal, peran pusat karier terbukti signifikan. Berdasarkan data tracer study di beberapa kampus yang mengembangkan layanan karier secara terstruktur, angka lulusan yang langsung bekerja sebelum wisuda bisa mencapai 60–70%. Artinya, ketika disiapkan sejak dini, mahasiswa lebih siap memasuki dunia kerja, bahkan sebelum acara pelepasan toga digelar.

Menurut laporan Kemendikbudristek tahun 2023, sekitar 34% lulusan perguruan tinggi di Indonesia mengaku membutuhkan waktu lebih dari enam bulan untuk mendapatkan pekerjaan pertama. Ini menunjukkan adanya kesenjangan antara dunia pendidikan dan kebutuhan pasar kerja. Kampus perlu menjadi jembatan, bukan tembok, antara mahasiswa dan dunia kerja.

Kunci keberhasilan pusat karier bukan terletak pada fasilitas mewah atau anggaran besar, melainkan pada keaktifan dan keterhubungan dengan ekosistem dunia kerja. Layanan seperti bursa kerja, pelatihan rutin, sesi mentoring dengan alumni, dan kerja sama magang dengan perusahaan bisa dimulai secara sederhana. Asalkan dikelola dengan komitmen, dampaknya terasa luas.

Salah satu strategi yang mulai populer diadopsi adalah pendekatan "teaching factory", yaitu integrasi pembelajaran dengan praktik kerja berbasis proyek nyata. Mahasiswa tidak hanya belajar teori di kelas, tetapi juga ikut terlibat dalam proses produksi, pemecahan masalah, atau bahkan simulasi layanan seperti di dunia kerja sesungguhnya. Pendekatan ini memberi mahasiswa gambaran realistis tentang tantangan profesional yang akan dihadapi.

Namun, menguatkan pusat karier bukan hanya tugas lembaga. Mahasiswa pun perlu menyadari bahwa tanggung jawab atas masa depan kariernya dimulai sejak kuliah, bukan setelah lulus. Sayangnya, masih banyak mahasiswa yang menyamakan IPK tinggi dengan jaminan kerja. Padahal, banyak perusahaan kini menilai kompetensi secara lebih holistik: kemampuan komunikasi, kerja tim, berpikir kritis, hingga adaptabilitas menjadi nilai tambah yang kadang lebih penting dari nilai di transkrip.

Banyak perusahaan, termasuk di sektor manufaktur, kini lebih mengutamakan pelamar yang mampu bekerja dalam tim dan memiliki keterampilan memecahkan masalah, dibanding hanya berfokus pada capaian akademik semata. Untuk itu, ada baiknya mahasiswa menjadikan pusat karier bukan sebagai ruang asing, tapi sebagai bagian dari perjalanan akademik mereka. Ikut seminar karier, ikut organisasi untuk pengembangan diri, ikut seleksi magang, bahkan ikut terlibat kegiatan tracer study sebagai bentuk refleksi diri, semua ini bagian dari upaya membekali diri menghadapi kenyataan dunia kerja.

Pihak kampus pun diharapkan tidak menunggu mahasiswa datang mencari, tetapi aktif menjemput dan mendekatkan layanan karier ke mahasiswa. Mulai dari program pengenalan karier sejak masa orientasi, integrasi materi karier dan soft skill di kurikulum, hingga membangun jejaring dengan perusahaan dan alumni untuk membuka peluang nyata.

Sebagai tambahan, kerja sama antara perguruan tinggi dengan dunia industri sebaiknya tidak hanya berhenti di dokumen MoU. Implementasi nyata seperti magang berbasis proyek, studi kasus industri di kelas, kuliah tamu dari profesional, dan pelatihan bersertifikat bersama mitra industri adalah bentuk kolaborasi yang berdampak langsung.

Di tengah tantangan ketenagakerjaan yang makin kompleks, sudah saatnya kampus tidak hanya mencetak lulusan, tapi juga mempersiapkan profesional. Dan itu dimulai bukan saat toga dikenakan, tetapi sejak mahasiswa pertama kali menginjakkan kaki di kampus.

Karier bukan urusan setelah wisuda. Ia adalah perjalanan yang dibangun, dipersiapkan, dan dipetakan sejak awal.



Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama