banner Koperasi Desa Merah Putih: Harapan Besar, Tapi Berisiko Pada Kegagalan

Koperasi Desa Merah Putih: Harapan Besar, Tapi Berisiko Pada Kegagalan



Suara Numbei News - Masalah kemiskinan di Indonesia, khususnya di desa, masih sangat kompleks dan mengakar kuat. Alih-alih menjadi tempat warga hidup layak, desa justru makin terpuruk dalam lingkaran kemiskinan. Mengacu pada teori Chambers, penyebabnya mencakup rendahnya pendapatan, pendidikan, kesehatan, keterasingan, dan kerentanan.

Petani desa yang miskin kerap terjebak dalam lingkaran ini karena minimnya modal. Mereka terpaksa berutang ke tengkulak dengan posisi tawar yang lemah, lalu terus-menerus berutang untuk menutupi produksi.

Kondisi ini terus berulang dan menjadi penghambat utama keluar dari jeratan kemiskinan. Dari sini, lahirlah Koperasi Merah Putih sebagai solusi besar yang ditawarkan pemerintah.

Salah satu program unggulan di bawah Presiden Prabowo adalah Koperasi Merah Putih. Berdasarkan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2025, program ini ditujukan untuk mempercepat pembentukan koperasi di desa dan kelurahan dengan tujuan mengentaskan kemiskinan dari akar, yakni desa.

Konsepnya adalah mendorong kemandirian ekonomi desa agar semua sektor berkembang, ketahanan pangan membaik, dan taraf hidup masyarakat meningkat.

Program ini bertujuan menghapus ketergantungan pada rentenir dan mempercepat transaksi hasil pertanian. Setidaknya ada tujuh unit strategis yang dirancang koperasi ini:

·        Kantor koperasi sebagai pusat bisnis

·        Pengadaan sembako untuk ketahanan pangan

·        Unit simpan pinjam

·        Klinik desa

·        Apotek desa

·        Gudang pendingin (cold storage) untuk hasil panen

·        Logistik desa untuk mobilisasi hasil panen

Namun, program besar ini tentu membutuhkan dana besar pula. Setiap desa diperkirakan membutuhkan dana Rp2–5 miliar. Jika ditargetkan membentuk 80.000 koperasi hingga launching pada 12 Juli 2025, maka total kebutuhan dana mencapai Rp400 triliun.

Pertanyaannya, dari mana dana sebesar ini akan datang? Apalagi pemerintah tengah mendorong efisiensi anggaran di semua sektor.

Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menyatakan bahwa modal awal koperasi berasal dari pinjaman Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Skema pelunasannya dirancang 5–10 tahun dengan subsidi bunga. Penyaluran dana akan melalui verifikasi kebutuhan koperasi oleh pihak bank sebelum pencairan dilakukan.

Namun, kekhawatiran muncul karena sejarah mencatat banyak program koperasi gagal total. Beberapa contohnya:

·        Koperasi Unit Desa (KUD) era Orde Baru (Inpres No. 4 Tahun 1984) yang akhirnya mati suri

·        KSP Indosurya Cipta yang menipu 23.000 nasabah dengan total kerugian Rp103 triliun

·        KSP Sejahtera Bersama yang merugikan 186.000 nasabah sebesar Rp8,8 triliun

·        KSP Lima Garuda gagal bayar Rp400 miliar ke 500 nasabah

Pengalaman pahit masa lalu membuat masyarakat makin skeptis terhadap koperasi. Ini menjadi tantangan serius bagi pemerintah. Apakah Koperasi Merah Putih bisa meyakinkan publik dan para pemangku kepentingan bahwa program ini akan transparan dan tidak berujung gagal?

Beberapa poin penting perlu menjadi pelajaran:

1.      Koperasi harus dibentuk dari bawah, bukan top-down.

Banyak koperasi gagal karena dibentuk atas instruksi, bukan inisiatif anggota. Padahal, esensi koperasi adalah kepemilikan bersama dan gotong royong. Pemerintah sebaiknya mulai dari proyek percontohan dengan pendekatan organik, baru dikembangkan secara nasional setelah pola keberhasilan ditemukan.

2.      Sumber daya manusia desa belum siap.

Minimnya pemahaman, pengalaman, dan kemauan belajar bisa menjadi penghambat serius. Pemerintah harus menyiapkan pengawas koperasi yang kompeten dan membekali mereka dengan pelatihan berkelanjutan.

3.      Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama.

Dengan dana ratusan triliun, risiko korupsi sangat tinggi. Oleh karena itu, perlu koordinasi ketat dengan KPK dan aparat penegak hukum agar pengawasan berjalan maksimal. Program ini tidak boleh menjadi "lahan basah" bagi oknum-oknum yang ingin memanfaatkan situasi.

Kita perlu kembali ke nilai-nilai dasar koperasi: tumbuh secara alami, berbasis kebutuhan nyata, dan dibangun oleh partisipasi anggota. Pendekatan berbasis kearifan lokal dan keunggulan daerah lebih efektif ketimbang program seragam yang tidak kontekstual.

Pemerintah harus mendorong koperasi sektoral yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi tiap daerah. Ini bisa menjadi langkah awal uji coba. Ketika koperasi dibangun atas kesadaran kolektif dan rasa memiliki, maka keberlanjutannya akan lebih terjamin.

Selamat Hari Koperasi! Mari bangun Indonesia dari desa—dengan koperasi yang benar-benar milik rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. ***




Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama