![]() |
Okto Salukh di tanah rantau (istimewa) |
Salah satu alasan yang
dikemukakan terkait sulitnya akses mendapatkan kos maupun pekerjaan bagi warga
NTT adalah adanya anggapan bahwa sebagian perantau kerap membuat onar.
Sejumlah pemilik kos
yang mayoritas merupakan warga lokal Bali disebut memilih menjaga kenyamanan
lingkungan huniannya dengan cara membatasi penerimaan penghuni dari luar
daerah, khususnya NTT.
Hingga kini, belum ada
tanggapan resmi dari pemerintah daerah maupun tokoh masyarakat NTT terkait
persoalan ini.
Sikap diam yang
ditunjukkan pemerintah daerah NTT memunculkan berbagai pertanyaan di kalangan
masyarakat.
Apakah mereka merasa
malu, ataukah menganggap persoalan ini bukan ranah pemerintah? Sebagian pihak
juga mempertanyakan, apakah masalah ini dianggap tidak berkaitan dengan
martabat budaya dan harga diri masyarakat NTT.
"Kalau benar
demikian, betapa hambar rasa harga diri para petinggi NTT melihat warganya
disepelekan di tanah rantau," kata seorang pemerhati media sosial.
Menurutnya, jika sikap
diam tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan, masyarakat masih dapat memaklumi.
Namun, jika alasan yang
digunakan adalah kehati-hatian, hal itu dinilai menimbulkan kekecewaan mendalam
karena kurangnya empati dan keberpihakan terhadap warganya.
Permasalahan ini,
lanjut dia, semestinya menjadi perhatian serius agar NTT dapat melahirkan
perantau yang mungkin belum memiliki keterampilan mumpuni, tetapi memiliki
karakter baik dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya.
Perlu adanya
pembekalan, penguatan mental, serta aturan yang jelas bagi warga yang hendak
merantau, supaya citra masyarakat NTT tetap terjaga dan dihormati di daerah
lain.
Menanggapi situasi
tersebut, Okto Salukh, seorang perantau asal NTT yang sudah lama tinggal di
Bali, menyampaikan pesan kepada warga di kampung halaman agar
menunda rencana untuk merantau ke Bali, baik untuk kuliah maupun mencari
pekerjaan.
"Saya mohon kepada kaka adik
semua agar berkoordinasi dengan keluarga di kampung untuk sementara waktu menghentikan dulu niat datang ke Bali. Baik
untuk kuliah maupun mencari pekerjaan," ujar Okto Salukh.
Ia mengaku khawatir
banyak anak muda NTT yang nekat datang ke Bali justru akan terlantar karena
kesulitan mendapatkan tempat tinggal dan pekerjaan.
"Semua ini demi
menjaga kondusivitas dan kenyamanan bersama, serta untuk menghindari terjadinya
masalah sosial yang lebih besar," tegas Okto.*** korantimor.com