Informasi yang
dihimpun Kompas hingga Jumat (19/9/2025) ini, banyak siswa sekolah
menengah atas di Kota Kupang belum lancar membaca. Seorang kepala SMA negeri
merasa terheran-heran ketika mendapati siswa di sekolahnya belum lancar
membaca. ”Kok bisa naik kelas dan tamat dari jenjang sebelumnya?” ujarnya.
Kemampuan membaca
seharusnya sudah dikuasai siswa kelas bawah di jenjang sekolah dasar. Anak-anak
yang mengalami kesulitan harus didampingi secara khusus hingga lancar. Jika
tidak, mereka kesulitan menyesuaikan dengan materi pembelajaran lanjutan.
![]() |
Beberapa siswa SMA/sederajat yang ditemui Kompas belum lancar membaca. Mereka dapat mengeja huruf tetapi ketika mengeja kata apalagi membaca kalimat panjang, mereka kesulitan. Belum lagi intonasi baca yang kadang tidak tepat sesuai tanda baca.
Begitu juga membaca
angka di atas ribuan. Banyak yang menyerah. ”Saya tidak bisa baca. Susah,” ujar
Noldi (16), bukan nama asli. Noldi, siswa salah satu sekolah itu, mengaku tidak
dapat mengikuti pelajaran matematika dengan baik karena pemahaman dasarnya
sangat lemah.
Ketua Forum Taman
Bacaan Masyarakat NTT Polikarpus Do mengatakan, berbagai upaya terus dilakukan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan di NTT melalui gerakan
literasi. Total 1.840 taman bacaan yang terdaftar. Ini di luar
perpustakaan yang dikelola oleh pemerintah, komunitas keagamaan, dan di
sekolah.
Salah satu kendala yang
dihadapi adalah minimnya ketersediaan bahan bacaan. ”Di sejumlah pelosok, kami
mendapati anak-anak yang punya kegemaran membaca buku sayangnya mereka
kekurangan bahan buku. Kami terus kirim buku,” ujarnya.
Indeks literasi di NTT
masih rendah. Untuk tingkat sekolah menengah atas (SMA) tahun 2024, pada
kategori baik hanya 24,7 persen sekolah, kategori sedang 25,80 persen, kategori
kurang 25,36 persen, dan kategori paling rendah dari semua kategori 24,15
persen.
Untuk indeks numerasi,
kategori baik hanya 15,81 persen, kategori sedang 33,81 persen, kategori kurang
26,23 persen, dan kategori paling rendah dari semua kategori itu sebesar 24,15
persen.
Jika dilihat per
kabupaten/kota, untuk indeks literasi tertinggi pada kategori baik, posisi
pertama ialah Kabupaten Nagekeo, yakni 66,67 persen, sedangkan yang paling
rendah Kabupaten Sumba Barat, yakni 15,79 persen.
Sebagaimana siaran pers
Humas Pemprov NTT, Gubernur Emanuel Melkiades Laka Lena menyoroti rendahnya
kemampuan literasi dan numerasi anak-anak NTT. Ia meminta semua pihak
memberikan perhatian serius.
”Dulu semua yang tamat
SD pasti bisa baca dan tulis. Sekarang, jangankan SD, di tingkat SMP dan SMA
bahkan tidak bisa baca tulis dengan baik. Kita jangan menikmati kondisi
sekarang ini sebagai kondisi baik-baik saja,” ujar Melkiades.
Kondisi serupa juga
terjadi pada lulusan perguruan tinggi. ”Kita sekarang memanen anak-anak kuliah
yang kemampuan membaca dan berhitung tidak baik-baik saja. Dengan situasi model
begini, kita bisa membayangkan masa depan NTT seperti apa,” ujarnya.
Melkiades juga
menyinggung kesejahteraan guru. Dengan anggaran Rp 2,3 triliun yang
dialokasikan dari APBD NTT untuk sektor pendidikan, ia berharap agar para guru
dan tenaga kependidikan harus berjuang sungguh meningkatkan kualitas pendidikan
di NTT. *** kompas.id