banner School Well-Being di SD Katolik Naibone: Kritik dan Harapan untuk Lingkungan Belajar Positif

School Well-Being di SD Katolik Naibone: Kritik dan Harapan untuk Lingkungan Belajar Positif

 


Pendidikan dasar adalah fondasi utama dalam membentuk karakter, kecerdasan, dan kesejahteraan peserta didik. Dalam konteks ini, school well-being atau kesejahteraan sekolah menjadi konsep penting yang tidak bisa diabaikan. School well-being dimaknai sebagai kondisi di mana seluruh warga sekolah, khususnya peserta didik, merasakan keamanan, kenyamanan, penerimaan, serta dukungan dalam aspek akademik, sosial, emosional, bahkan spiritual. Bagi sekolah Katolik, termasuk SD Katolik Naibone, school well-being sejalan dengan misi pendidikan iman yang menekankan kasih, penghargaan terhadap martabat manusia, dan pembentukan pribadi seutuhnya.

Namun, implementasi school well-being di sekolah dasar, khususnya di daerah pedesaan seperti Naibone, masih menghadapi banyak keterbatasan. Tulisan ini mencoba mengkritisi realitas penerapannya, mengurai tantangan yang dihadapi, serta menawarkan solusi konkret agar school well-being benar-benar menjadi fondasi penguatan pembelajaran di SD Katolik Naibone.

Analisis Kritis terhadap Realitas School Well-Being

Secara ideal, school well-being mencakup enam dimensi utama menurut Hascher (2011): hubungan sosial yang positif, pengembangan potensi, kesehatan fisik-psikis, partisipasi aktif, dukungan emosional, dan lingkungan yang aman. Namun, di SD Katolik Naibone, implementasi keenam dimensi tersebut masih belum berjalan seimbang.

1.      Lingkungan fisik sekolah relatif sederhana, dengan fasilitas belajar yang terbatas. Hal ini menimbulkan tantangan dalam menciptakan kenyamanan ruang belajar yang seharusnya menjadi dasar kesejahteraan siswa.

2.      Hubungan sosial antara guru dan siswa cukup hangat, tetapi kadang pendekatan guru masih berfokus pada disiplin ketat dibanding pada dialog terbuka yang memberi ruang kebebasan berekspresi bagi siswa.

3.      Kesejahteraan emosional siswa belum sepenuhnya diperhatikan. Tekanan akademik, meski tidak seberat di kota, tetap membuat sebagian siswa merasa terbebani.

4.      Partisipasi siswa dalam pengambilan keputusan sekolah masih sangat terbatas, padahal keterlibatan aktif dapat meningkatkan rasa memiliki terhadap sekolah.

Dari uraian ini terlihat adanya kesenjangan antara gagasan school well-being dengan kenyataan. Guru dan pihak sekolah seringkali masih mengutamakan hasil belajar kognitif semata, sementara aspek sosial-emosional kurang diperhatikan. Hal ini menjadi kritik mendasar bahwa pendidikan dasar belum sepenuhnya mengintegrasikan konsep well-being ke dalam budaya belajar.

Tantangan Utama dalam Mengembangkan School Well-Being

Beberapa tantangan konkret yang dihadapi SD Katolik Naibone antara lain:

1.      Keterbatasan sarana prasarana. Minimnya fasilitas belajar membuat pembelajaran yang menyenangkan sulit diwujudkan. Misalnya, ruang kelas sempit, media belajar terbatas, atau kurangnya area bermain yang memadai.

2.      Beban administratif guru. Guru lebih sering tersita waktu untuk pekerjaan administratif daripada mendampingi siswa secara personal.

3.      Kurangnya kesadaran kolektif. Tidak semua guru dan orang tua memahami pentingnya school well-being. Seringkali, keberhasilan belajar hanya diukur melalui nilai akademik.

4.      Minimnya sistem evaluasi. Belum ada instrumen sederhana untuk mengukur tingkat kebahagiaan, rasa aman, atau keterlibatan siswa di sekolah.

5.      Konflik budaya lokal dengan paradigma baru. Sebagian masyarakat masih melihat sekolah sebagai tempat disiplin keras, bukan ruang dialog dan ekspresi.

 

Solusi dan Strategi Penguatan School Well-Being

Untuk menjawab tantangan tersebut, SD Katolik Naibone perlu mengambil langkah-langkah strategis, di antaranya:

1.      Mengintegrasikan nilai Katolik dalam budaya sekolah. Nilai kasih, solidaritas, dan penghargaan terhadap martabat manusia harus diterjemahkan ke dalam praktik harian, misalnya dengan doa bersama, kegiatan pelayanan sosial, dan sikap saling menghargai.

2.      Pemberdayaan guru. Guru perlu diberi pelatihan tentang pendekatan pembelajaran yang ramah anak, manajemen kelas yang positif, serta strategi membangun dukungan emosional bagi siswa.

3.      Kolaborasi dengan orang tua dan masyarakat. Melibatkan orang tua dalam kegiatan sekolah akan memperkuat kesinambungan well-being di rumah. Komunitas paroki juga dapat mendukung melalui kegiatan sosial atau penyediaan fasilitas sederhana.

4.      Membangun forum siswa. Membuka ruang dialog sederhana, misalnya student voice corner atau forum mingguan, agar siswa dapat menyampaikan perasaan dan pendapatnya.

5.      Evaluasi rutin kesejahteraan sekolah. Sekolah bisa membuat kuesioner sederhana atau refleksi harian untuk mengukur kebahagiaan, rasa aman, dan kenyamanan belajar siswa.

Penutup

School well-being bukan sekadar jargon pendidikan modern, melainkan kebutuhan fundamental bagi pembentukan generasi yang cerdas, berkarakter, dan beriman. SD Katolik Naibone memiliki potensi besar untuk menjadikan well-being sebagai fondasi penguatan pembelajaran, karena nilai-nilai Katolik yang dihidupi sekolah sudah sejalan dengan prinsip kesejahteraan holistik.

Namun, kritik terhadap keterbatasan fasilitas, paradigma lama yang masih dominan, serta kurangnya evaluasi harus menjadi bahan refleksi. Dengan strategi yang tepat—mulai dari pemberdayaan guru, kolaborasi dengan orang tua, hingga evaluasi berbasis siswa—school well-being di SD Katolik Naibone dapat diwujudkan secara nyata.

Akhirnya, pendidikan yang sejati bukan hanya soal nilai rapor, tetapi tentang menghadirkan ruang belajar yang membuat anak merasa berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan. Inilah misi penting yang seharusnya menjadi wajah pendidikan Katolik di Naibone.

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama