“Jatuh cinta” vs “Bangun Cinta”
Mengapa orang
menikah? Karena mereka jatuh cinta.
Mengapa
rumah tangganya kemudian bahagia? Apakah karena jatuh cinta? Bukan, tapi karena
mereka terus membangun cinta. Jatuh cinta itu gampang, 10 menit juga bisa, tapi
membangun cinta itu susah sekali, perlu waktu seumur hidup.
Mengapa
jatuh cinta gampang? Karena saat itu kita buta, bisu & tuli terhadap
keburukan pasangan kita, tapi saat memasuki pernikahan, tak ada yang bisa
ditutupi lagi. Dengan interaksi 24 jam/hari, 7 hari/minggu, semua belang
tersingkap.
Di
sini letak perbedaan jatuh cinta & membangun cinta. Jatuh cinta dalam
keadaan menyukai, namun membangun cinta diperlukan dalam keadaan di mana cinta
bukan lagi berwujud pelukan, melainkan berbentuk itikad baik memahami konflik
& bersama-sama mencari solusi yang dapat diterima semua pihak.
Cinta yang dewasa tidak menyimpan uneg2, walaupun ada beberapa hal peka untuk
bisa diungkapan seperti masalah keuangan, orang tua dan keluarga atau masalah
sex. Sepeka apapun masalah itu perlu dibicarakan agar kejengkelan tidak
berlarut.
Syarat
untuk berhasilnya pembicaraan adalah kita harus bisa saling memperhitungkan
perasaan. Jika suami/istri hanya memperhatikan perasaan sendiri, mereka
akan saling melukai. Jika dibiarkan berlarut, mereka bisa saling memusuhi dan
rumah tangga sudah berubah bukan surga lagi tapi neraka.
Apakah kondisi ini bisa diperbaiki? Tentu saja bisa, saat masing-masing
mengingat komitmen awal mereka dulu, apakah dulu ingin mencari teman hidup atau
musuh hidup? Kalau memang mencari teman hidup kenapa sekarang malah bermusuhan?
Mencari
teman hidup memang dimulai dengan jatuh cinta, tetapi sesudahnya, porsi
terbesar adalah membangun cinta. Berarti mendewasakan cinta sehingga kedua
pihak bisa saling mengoreksi, berunding, menghargai, tenggang rasa, menopang,
setia, mendengarkan, memahami, mengalah & bertanggung jawab.
Maka Jatu cintalah dan bangunlah
CINTA.
Belakangan
ini istilah “Bangun Cinta” sedang marak jadi topik di sekitarku. Mereka yang
setuju dengan konsep ini percaya bahwa bangun cinta lebih baik daripada jatuh
cinta. Perbedaan makna antara kata “bangun” dan “jatuh” menjadi alasannya.
Bahwa membangun lebih positif dari kata jatuh. Lebih terhormat, mungkin.
Pendapat-pendapat seperti itu ada benarnya memang.
Akan
tetapi, jika tidak ada jatuh cinta, mungkin saja tidak akan tercipta lagu-lagu
indah, cerita, atau film romantis, bukan? :))
Aku,
secara pribadi, tetap beranggapan ada sebuah ketulusan yang tak terhingga dari
konsep jatuh cinta. Karena definisi “jatuh” adalah sesuatu yang tidak pernah
kita rencanakan sebelumnya. Sesuatu yang tanpa alasan. Hal ini juga berlaku
dalam jatuh cinta.
Love
needs no reason, eh?
Kebanyakan
orang yang jatuh cinta kemungkinan tidak menemukan alasan mengapa ia mencintai
A atau si B. Hanya cinta. Bahkan ada yang mengatakan bahwa kalau kamu dapat
menemukan alasan mengapa kamu mencintai seseorang, berarti itu bukan cinta, melainkan
kalkulasi.
Orang
yang jatuh cinta akan merasakan sesuatu terlebih dahulu, baru kemudian
(mungkin) mereka akan mempertanyakan sendiri atau mungkin ada orang lain yang
mempertanyakan “kok bisa sih lo suka ama dia?” dan semacamnya. Hingga
kamu jadi bertanya dalam hati atau baru tersadarkan
“Kenapa
ya bisa suka, sayang, atau cinta sama dia? Padahal kan dia….”
Lalu
muncul segala hal negatif tentang orang itu. Misalkan “..padahal kan dia jelek,
nyebelin, egois, pendek, bau, atau….. sudah punya seseorang.”
Dan
meski kamu sudah menemui segala kekurangannya dan segala hal yang membuat
seolah cintamu itu tidak mungkin, kamu tetap mencintainya. Dengan segala
kekurangan dan kelebihannya, rasa kamu terhadapnya nggak berubah. Kamu nggak
memilih pergi, melainkan terus memelihara rasa itu.
Sedangkan
seseorang yang bangun cinta adalah mereka yang berusaha mencintai dengan
mengumpulkan berbagai alasan sepertinya. Bahwa mungkin saja si A ini
baik, ganteng atau cantik, pintar, menyenangkan, sholeh/sholehah, sehingga si A
ini layak untuk dicintai. Konsep bangun cinta ini sama saja dengan belajar
mencintai, aku rasa.
Ketika
ia dicintai, maka ia belajar mencintai >> bangun cinta
Ketika
dua orang telah menjalin komitmen meski belum saling mengenal, maka mereka belajar
mencintai >> bangun cinta
Ketika
mereka “terjebak” untuk menjalin sebuah hubungan meski tak ingin, maka mereka
belajar mencintai >> bangun cinta
Well, aku hanya
berdoa agar ketika mereka membangun cintanya, hati mereka tidak sedang jatuh di
hati yang lain. Aku hanya berdoa agar ketika mereka membangun cintanya, hati
mereka tidak tiba-tiba jatuh di hati yang lain. Karena belakangan ini aku
mendapati orang-orang yang demikian. Akan tidak adil bagi mereka yang susah
payah membangun cintanya, padahal hati yang satu jatuh di tempat yang “tidak
seharusnya”.
Aku percaya bahwa
orang-orang yang jatuh cinta adalah seorang pemberani. Mereka rela jatuh dan
berusaha bangun.
Berbeda dengan
orang yang bangun cinta, mereka berusaha membangun karena tak ingin terjatuh.