Majas Sinisme dalam Puisi Sajak Anak Muda karya WS Rendra

Majas Sinisme dalam Puisi Sajak Anak Muda karya WS Rendra


SAJAK ANAK MUDA

WS Rendra

Kita adalah angkatan gagap

yang diperanakkan oleh angkatan takabur.

Kita kurang pendidikan resmi

di dalam hal keadilan,

karena tidak diajarkan berpolitik,

dan tidak diajar dasar ilmu hukum

Kita melihat kabur pribadi orang,

karena tidak diajarkan kebatinan atau ilmu jiwa.

Kita tidak mengerti uraian pikiran lurus,

karena tidak diajar filsafat atau logika.

Apakah kita tidak dimaksud

untuk mengerti itu semua ?

Apakah kita hanya dipersiapkan

untuk menjadi alat saja ?

inilah gambaran rata-rata

pemuda tamatan SLA,

pemuda menjelang dewasa.

Dasar pendidikan kita adalah kepatuhan.

Bukan pertukaran pikiran.

Ilmu sekolah adalah ilmu hafalan,

dan bukan ilmu latihan menguraikan.

Dasar keadilan di dalam pergaulan,

serta pengetahuan akan kelakuan manusia,

sebagai kelompok atau sebagai pribadi,

tidak dianggap sebagai ilmu yang perlu dikaji dan diuji.

Kenyataan di dunia menjadi remang-remang.

Gejala-gejala yang muncul lalu lalang,

tidak bisa kita hubung-hubungkan.

Kita marah pada diri sendiri

Kita sebal terhadap masa depan.

Lalu akhirnya,

menikmati masa bodoh dan santai.

Di dalam kegagapan,

kita hanya bisa membeli dan memakai

tanpa bisa mencipta.

Kita tidak bisa memimpin,

tetapi hanya bisa berkuasa,

persis seperti bapak-bapak kita.

Pendidikan negeri ini berkiblat ke Barat.

Di sana anak-anak memang disiapkan

Untuk menjadi alat dari industri.

Dan industri mereka berjalan tanpa berhenti.

Tetapi kita dipersiapkan menjadi alat apa ?

Kita hanya menjadi alat birokrasi !

Dan birokrasi menjadi berlebihan

tanpa kegunaan -

menjadi benalu di dahan.

Gelap. Pandanganku gelap.

Pendidikan tidak memberi pencerahan.

Latihan-latihan tidak memberi pekerjaan

Gelap. Keluh kesahku gelap.

Orang yang hidup di dalam pengangguran.

Apakah yang terjadi di sekitarku ini ?

Karena tidak bisa kita tafsirkan,

lebih enak kita lari ke dalam puisi ganja.

Apakah artinya tanda-tanda yang rumit ini ?

Apakah ini ? Apakah ini ?

Ah, di dalam kemabukan,

wajah berdarah

akan terlihat sebagai bulan.

Mengapa harus kita terima hidup begini ?

Seseorang berhak diberi ijazah dokter,

dianggap sebagai orang terpelajar,

tanpa diuji pengetahuannya akan keadilan.

Dan bila ada ada tirani merajalela,

ia diam tidak bicara,

kerjanya cuma menyuntik saja.

Bagaimana ? Apakah kita akan terus diam saja.

Mahasiswa-mahasiswa ilmu hukum

dianggap sebagi bendera-bendera upacara,

sementara hukum dikhianati berulang kali.

Mahasiswa-mahasiswa ilmu ekonomi

dianggap bunga plastik,

sementara ada kebangkrutan dan banyak korupsi.

Kita berada di dalam pusaran tatawarna

yang ajaib dan tidak terbaca.

Kita berada di dalam penjara kabut yang memabukkan.

Tangan kita menggapai untuk mencari pegangan.

Dan bila luput,

kita memukul dan mencakar

ke arah udara

Kita adalah angkatan gagap.

Yang diperanakan oleh angkatan kurangajar.

Daya hidup telah diganti oleh nafsu.

Pencerahan telah diganti oleh pembatasan.

Kita adalah angkatan yang berbahaya

 

Puisi tersebut merupakan sebuah puisi modern karya WS Rendra yang merupakan sastrawan fenomenal di dunia sastra Indonesia. Puisi tersebut bisa dikatakan sebagai puisi yang sangat menarik, karena hal itu terlihat pada struktur baris dan baitnya berisikan otokritik terhadap kondisi bangsa Indonesia saatmasa penjajahan. Puisi tersebut terdiri dari tujuh belas bait. Hampir dalam seluruh baitnya mengungkapkan sindiran terhadap bangsa Indonesia sendiri. Rendra sangat cerdas serta gamblang dalam menggambarkan serta menguraikan kondisi masyarakat ketika itu. Dalam teori majas, terdapat majas sindiran yang sangat pas menggambarkan gaya bahasa yang digunakan oleh Rendra dalam puisi tersebut. Setidaknya, akan dijelaskan serta diidentifikasi baris atau bait mana yang mengandung unsur majas sindiran.

Dalam majas sindiran terdapat enam jenis, yaitu Anifrasis (sindiran dengan makna berlawanan), Inuendo (mengecilkan keadaan yang sesungguhnya), Ironi (sindiran halus), Permainan kata (sindiran disertai humor dengan cara mengubah urutan kata), sarkasme (sindiran kasar), dan sinisme (sindiran agak kasar). Dalam hal ini, akan difokuskan hanya pada jenis majas yang terakhir, yaitu majas sinisme. Karena dari kesekian bentuk majas sindiran yang ada dalam puisi di atas, masih tergolong pada sindiran agak kasar. Lebih detailnya, di bawah ini akan ditunjukkan bukti sebuah kalimat yang termasuk ke dalam majas sinisme dalam setiap baitnya, dan disertai dengan alasan mengapa sindiran itu muncul.

Pada bait pertama terdapat pada kalimat “Kita adalah angkatan gagap”, yaitu para pemuda hanya dijadikan sebagai pemuda yang gagap akan ilmu pengetahuan dan teknologi. Para pemuda tersebut berada di bawah kekuasaan para kaum kapitalis yang berkuasa. Para pemuda tersebut tidak mengecap yang namanya pendidikan formal seperti layaknya anak muda para kaum penguasa.  Pemuda desa hanya diajarkan membaca dan menulis di sekolah rakyata tanpa diajarkan ilmu politik dan dasr ilmu hukum, sehingga membuat mereka gagap terhadap politik dan tak dapat berpolitik. Hal ini sesuai dengan realita yang terjadi pada saat itu, ketika penjajah berkuasa di negara Indonesia. Pendidikan sangat sulit dinikmati oleh kaum miskin dan jikapun ada, kualitas pendidikannya hanya sebatas untuk bisa baca dan tulis. Hal ini telah bertentangan dengan unsur demokrasi, yaitu adanya persamaan hak antar warga negara.

Pada bait kedua terdapat pada kalimat,“Kita tidak mengerti uraian pikiran lurus”, Rendra menggambarkan sistem pendidikan di Indonesia yang belum baik, karena pelajar atau  pemudanya tidak diajarkan ilmu jiwa dan filsafat serta logika sehingga hanya bisa menurut saja dan patuh kepada perintah atasan tanpa bisa berpikir lurus dan menyelesaikan permasalahan.

Pada bait ketiga dan keempat terdapat pada kalimat “Kita sebal pada masa depan”, Rendra melukiskan keresahan hatinya melalui pertanyaan-pertanyaan yang ia ungkapkan melalui puisi tersebut. Rendra merasa, apakah pemuda hanya ingin dijadikan alat produksi oleh para kaum kapitalis, Alat produksi yang dimaksud di sini adalah tenaga kerja murah. Tenaga kerja murah ini dibekali dengan pengetahuan membaca dan menulis di sekolah rakyat atau SLA dan dijadikan sebagai pegawai rendahan di perusahaan milik kaum kapitalis. Di sini kekuasaan kaum kapitalis sangat dominan dan sewenang-wenang yang tentunya telah menyimpang dari prinsip demokrasi, di mana kaum tersebut dapat mengontrol sistem pendidikan yang ada, hal tersebut dimaksudakan agar tak ada pemuda Indonesia yang dapat berpikir untuk melengserkan kekuasaan mereka.

Pada bait kelima dan keenam terdapat pada kalimat “apakah kita hanya dipersiapkan untuk menjadi alat saja?”, Rendra mengungkapkan realita yang terjadi pada saat itu, digambarkan ketidakcocokan dasar pendidikan yuang diberikan terhadap kebutuhan bangsa, yaitu sistem pendidikan yang berlaku adalah sistem kepatuhan , dikte atau hafalan, dan pelajar hanya diajarkan untuk patuh terhadap apa yang diajarkan tanpa diajarkan untuk berpikir dan menguraikan gagasan serta ide. Hal ini sebenarnya tidak terjadi pada sekolah-sekolah anak para penguasa, borjuis dan para pejabat, tetapi hanya pada sekolah orang-orang miskin dan orang-orang kalangan bawah.

Pada bait ketujuh dan kedelapan terdapat pada kalimat “Ilmu sekolah adalah ilmu hafalan dan bukan ilmu latihan menguraikan”, Rendra mengungkapkan dasar-dasar ilmu pengetahuan yang seharusnya didapat di sekolah justru tidak di berikan, seperti ilmu keadilan atau ilmu hukum dan ilmu sosial. Hal ini dimaksudkan agar rakyat Indonesia tidak sadar bahwa mereka sedang ditindas dan diambil haknya oleh kaum penjajah. Para rakyat tidak diikutsertakan dalam menentukan kebijakan, karena dianggap tak memiliki keilmuan yang memadai dalam hal hukum dan ilmu humaniora. Padahal latar belakng dari ketidaktahuan tersebut berasal dari sistem pendidikan yang mereka buat sedemikian rupa. Setiap permasalahan yang lahir rakyat Indonesia menanggapinya sebagai sesuatu yang wajar dan menumpahkan segala kesalahan pada dirinya. Tanpa menyadari bahwa segala kekacauan yang terjadi merupakan implikasi nyata dari sistem yang dibuat oleh kaum kapitalis.  Keapatisan tersebut akhirnya membawa rakyat Indonesia pada keputusasaan dan sikap santai akan permasalahan yang terjadi pada bangsanya.

Pada bait kesembilan terdapat pada kalimat “Pendidikan tidak memberi pencerahan”, Rendra menjelaskan tentang implikasi dari penerapan sistem pendidikan yang antirakyat, yaitu masyarakat berada pada kegagapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat hanya bisa untuk mengonsumsi tanpa dapat berpikir untuk mencipta, karena tak dibekali dengan pengetahua tentang itu. Rakyat tak bisa menjadi seorang pemimpin karena hanya dibekali dengan pengetahuan membaca dan menulis.

Pada bait kesepuluh terdapat pada kalimat “Kita hanya menjadi alat birokrasi!”, dijelaskan bahwa pendidikan di Indonesia seakan-akan dibawa ke sistem pendidikan barat, di mana pemuda dipersiapkan sebagi alat industri padahal kenyataan di Indonesia pemuda hanya dijadikan sebagai alat birokrasi yang hanya menyusahkan serta menyengsarakan rakyat. Negara yang seyogyanya memberikan kesejahteraan terhadap rakyatnya justru hanya menjadi beban bagi rakyat. Prinsip demokrasi yang seharusnya negara memberikan kesejahteraan terhadap rakyat tak berlaku lagi, negara hanya memberikan kemakmuran bagi kaum kapitalis dan memberikan kesengsaraan bagi rakyat kecil. Kaum kapitalis mendapat perlindungan hukum untuk melakukan penghisapan terhadap rakyat kecil , yang seharusnya mendapat perlindumgan hukum tetapi justru luput dari perhatian pemerintah.

Pada bait kesebelas sampai bait ketigabelas terdapat pada kalimat “Pendidikan tidak memberi pencerahan”, Rendra mengungkapkan kebingungan rakyat terhadap realita yang terjadi di sekitarnya, para rakyat menjadi seorang pengangguran, karena yang diterima kerja hanya sebagian kecil. Rakyat merasa bingung karena tidak dibekali dengan ilmu pengetahuan yang memadai untuk mencari lapangan pekerjaan yang lebih layak. Hal tersebut membuat rakyat putus asa dan membawanya untuk menikmati penderitaan tersebut dengan sikap apatis.

Pada baris keempat belas, Rendra mengungkapkan kebenciannya terhadap orang-orang yang tunduk pada sistem dan mengabdi pada kaum kapitalis, di mana mereka telah mendapatkan penghidupan serta pekerjaaan yang layak, tetapi bersikap apatis terhadap situasi yang terjadi di sekitarnya. Penyair mengungkapkan keadilan yang seharusnya didapatkan oleh seluruh rakyat justru hanya dinikmati oleh sebagian rakyat yang tunduk dan patuh pada kaum kapitalis.  Begitupun pada bait kelima belas, para kaum penjilat hanya membiarkan ketidakadailan yang terjadi di negerinya padahal  telah memiliki  keilmuan yang cukup untuk melawan ketidakadilan tersebut.

Pada bait keenambelas terdapat dalam kalimat “Kita hanya menjadi alat demokrasi!”, Rendra mengungkapkan bahwa sistem demokrasi yang tak terealisasi, yaitu rakyat merasa dalam penjara yang membawa kesengsaraan. Di mana hal tersebut ditutupi dengan sistem yang seakan-akan baik, tetapi sebenarnya membawa rakyat pada kemelaratan. Rakyat tak memiliki pegangan serta pedoman dalam bertindak karena tak memiliki dasar ilmu sosioal dan ilmu hukum untuk melakukan hal tersebut.

Pada bait ketujuhbelas terdapat pada kalimat “Kita adalah angkatan yang berbahaya”, Rendra mengungkapkan bahwa sebenarnya para pemuda Indonesia memilki kemampuan untuk melakukan perubahan, tetapi hanya dibatasi oleh sistem yang dibuat pemerintah dan kaum kapitalis. Sehingga aspirasi mereka tidak dapat mereka salurkan. Padahal dalam demokrasi kekuasaan negara berada di tangan rakyat dan aspirasi rakyat adalah kekuatan terbesar suatu negara.

Gaya bahasa yang disajikan oleh Rendra dalam puisi di atas, jelas sangat menyindir bangsa sendiri, namun di balik itu semua terdapat upaya untuk menggugah semangat para pemuda Indonesia untuk senantiasa bangkit dari keterpurukan. Mungkin jika dikontekstualkan dengan kondisi masyarakat yang sekarang, sepertinya masih relevan meskipun dengan kasus dan contoh yang berbeda. Dan pada akhirnya, majas sindiran bukan berarti selalu berupaya untuk mengejek dan merendahkan sesuatu, justru dalam puisi ini Rendra sangat cerdas bisa membangkitkan motivasi bagi setiap pembacanya.

Sumber: https://www.kompasiana.com/immawan.faisal/551aad368133116e0c9de0d2/majas-sinisme-dalam-puisi-sajak-anak-muda-karya-ws-rendra


 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama