PILKADA
MALAKA 2020 BUKAN AJANG UPDATE PERMUSUHAN
(Rakyat
Malaka, Bukanlah Instrumen Politik Tetapi Subyek Politik)
“Jika ajang berpolitik kita adalah
ajang bermusuhan dan ajang perpecahan. Artinya, setiap lima tahun kita update
permusuhan itu, kita refresh kembali permusuhan itu. Padahal, tujuan demokrasi
adalah untuk menghasilkan sesuatu yang baik, bukan kehancuran, ini jadi
masalah,”
Pilkada,
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Malaka 2020, berpotensi menaikkan suhu
politik menjadi lebih panas dibandingkan pilkada 5 tahun lalu. Situasi panas
ini akan semakin terasa hingga pemilihan dilaksanakan lagi beberapa hari pada Rabu,
09 Desember 2020.
Tim
pemenangan Paslon Bupati dan Wakil Bupati Kedua kubu akan saling berusaha
tampil lebih baik dari lawannya dengan menggunakan cara-cara kampanye yang
sudah mereka rencanakan. Sebagai tim pemenangan mereka pasti sudah menyiapkan
segala strategi pemenangan sedemikian rupa, mulai dari strategi pencitraan
untuk menaikkan elektabilitas sampai strategi black campaign untuk menjatuhkan
nama baik lawannya bahkan ada yang mengatakan survey NTT Consulting yang
terbaru, pasangan calon (paslon) Simon Nahak – Kim Taolin atau SN-KT unggul
jauh atas lawannya, yakni Stef Bria Seran dan Wendelinus Taolin (SBS-WT), sebagai
suvery abal-abalan berdasarkan pengamatan penulis di grub facebok yang
berkaitan dengan Pilkada Malaka. (lihat. https://web.facebook.com/groups/448527528923016/permalink/1081599038949192)
Ibarat pemain catur, semua langkah sudah disusun rapi dan tinggal dijalankan sesuai keadaan dan situasi yang akan terjadi. Raja (Calon Bupati) ditempatkan pada posisi paling aman agar tidak mudah diserang lawan, para politisi, partai pengusungnya dan para pembantunya bergantian menjalankan tugas dan peran masing-masing, mulai dari siapa yang akan menyerang, bertahan dan siapa yang akan dikorbankan bila memang membutuhkan tumbal. Semua dilakukan dengan satu tujuan untuk memenangkan calon yang di usungnya.
Seperti
biasa masyarakat akan banyak berharap dan bahkan mungkin sebagian percaya bila
pilihannya menang maka akan terjadi perubahan di rai Malaka ini. Tapi perubahan
yang seperti apa? Sepertinya masyarakat masih belum mau belajar dari pilkada Malaka
perdana beberapa tahun silam, ada banyak janji yang ditebarkan, tapi apakah ada
perubahan dalam kehidupan mereka? Saya rasa semua akan tetap sama seperti
sebelumnya, yang pedagang akan tetap berdagang, yang petani tetap menjadi petanim
yang sopir tetap menjadi sopir dan yang berprofesi lainnya juga akan tetap sama
seperti sebelumnya.
Perubahan
hanya akan terjadi pada mereka-mereka yang berada di atas, karena langsung
bersinggungan dengan calon yang dimenangkannya. Mereka bisa saja menjadi
asisten, kepala dinas, kepala bagian, pejabat publik atau apapun yang bisa
mereka manfaatkan dengan kewenangan yang dimiliki calon yg diusungnya. Kita
sebagai rakyat akar rumput akan kembali beraktifitas dengan profesi kita
sebelumnya tanpa ada perubahan apapun.
Disini
saya tidak menganjurkan pembaca untuk pesimis ataupun golput pada pemilihan
nanti, bahkan saya menyarankan kepada pembaca untuk menggunakan hak pilih
sebaik-baiknya. Pilihlah calon yang sesuai dengan hati nurani kita, jangan
termakan dengan perang kampanye yang semakin membingungkan sehingga mengaburkan
penilaian kita yang sebelumnya. Tugas kita adalah memilih, bukan ikut-ikutan
dalam memvonis, menghujat, ataupun menyebarkan berita-berita yang bahkan kita
sendiri masih ragu pada kebenarannya. Sehingga bila terjadi salah informasi,
kita berada dalam posisi yang aman tidak tersangkut dalam persoalan yang bisa
menyeret kita dalam masalah hukum.
Pembunuhan
Hak Demokrasi Menjelang Pilkada
Sakitnya
Demokrasi di Negeri ini tidak bisa dianggap sepele,. Praktek praktek pemegang
kekuasaan mayoritas disemua tingkatan, katakanlah Kepala Dusun, Kepala Desa,
Camat dan Birokrasi pada umumnya, yang IDEALNYA derajat pangkatnya diciptakan
sebagai sarana berkembangnya pendidikan Demokrasi yang sehat,merakyat dan
berwibawa, justru kebanyakan menjadi salah fungsi atas Amanah yang diembannya.pada
saat pesta Demokrasi berlangsung,
Mayoritas
pemegang amanah rakyat, disadari atau tidak mereka telah melakukan pelecehan
dan pemerkosaan Demokrasi yg secara konstitusi perbuatan itu melanggar sumpah
jabatan yg diemban.
Masyarakat
kelompok pertama yg menjadi korban pelecehan dan pemerkosaan Demokrasi tentu
dan pasti yang hidupnya tinggal di kampung dan pedesaan yg notabene
masyarakatnya kebanyakan awam dan lugu tentang Demokrasi. Demokrasi yg
merupakan Hak Bebas atau yg lebih di kenal dengan kebebasan berpendapat,
kebebasan berserikat dan kebebasan menentukan Pilihan dalam menyalurkan
aspirasi politik, tinggal menjadi slogan dan jargon penyelenggara pemilu. Hal
semacam ini tentunya sangat berbahaya bagi kelangsungan hidupnya Demokrasi,
generasi penerus bangsa akan mengalami stagnasi yang berkepanjangan untuk
memulihkan normalnya Demokrasi. Dengan menguatnya system efek
keberuntungan dukungan bagi para birokrasi terkait Pilkada langsung, membuat
pergeseran profesionalitas dalam menjalankan tugas,kerena terjadi regulasi
Mutasi akibat dampak dukungan waktu berjalannya Pilkada .Sebatas saran penulis.
Tolong
Bagi pengemban Amanah Rakyat disemua tingkatan. Sadarlah untuk membangun nilai
Demokrasi yg bebas aktif. Karena semua akan mengalami kerugian bahkan bisa
fatal akibat yang didukung dalam Pilkada mengalami kekalahan.
Selanjutnya, Mari Kita Ulas Tentang Berbeda Adalah Soal Pilihan!!!’
Salah
satu pilihan yang kerap menunjukkan kita berbeda adalah pilihan politik.
Keberbedaan pilihan politik itu adalah sah dan tidak dilarang. Keabsahan
berbeda dalam pilihan politik juga terkandung arti penghargaan terhadap hak-hak
asasi manusia untuk tidak selalu harus sama dalam memilih. Kesalahan dalam
mengartikan keberbedaan pilihan politik menjadi penyebab ketidaksukaan dan
kebencian terhadap pemilih berbeda.
Beda
pendapat, beda pilihan itu hal biasa. Tetapi, jangan karena berbeda ini membuat
kita saling bermusuhan. Gara-gara berbeda pilihan, pertemanan jadi rusak.
Jangan seperti itu. Itu namanya tidak bijaksana dan profesional dalam
berpolitik.
Pilkada
Malaka merupakan momen untuk mencari pemimpin. Bukan menjadi wadah untuk
berpecah belah dan bermusuhan.
Pilkada
Malaka juga jangan dijadikan ajang saling hujat menghujat. Apalagi menggunakan
sarana media sosial sebagai wadah untuk menyebarkan informasi bohong (hoax),
ujaran kebencian dan sebagainya.
Maka
dari itu, santun dan bijaksanalah karena Pilkada bukan momen untuk saling
bermusuhan. Berbeda itu hal yang biasa.
Gara-gara
berbeda pilihan ini yang tadinya teman jadi bermusuhan, tidak bertegur sapa dan
malah saling ribut. Bahkan, antara sesama keluarga juga bertengkar.
Ini yang harus diperbaiki, biarlah berbeda pilihan.
Namun,
jangan ciptakan permusuhan karena perbedaan. Jangan menghasut dengan memberikan
informasi bohong. Kenapa meributkan perbedaan kalau kita bisa hidup rukun dan
damai dalam sebuah kebhinekaan.
Pada
hakikatnya meskipun kita berbeda-beda pilihan, kita bangsa Indonesia tetap
adalah satu kesatuan dalam sebuah kebhinekaan. “Salam damai, salam
persatuan dan salam persaudaraan untuk keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia demi rai Malaka yang lebih berkembang maju dan masyarakatnya
sejahtera.
Pilkada
Dalam Beragam Wajah "Waspadai Kamuflase"
Keterlibatan
yang berulangkali dialami oleh masyarakat dalam pesta demokrasi sejak beberapa tahun
lalu menurut saya telah cukup sebagai bekal dalam memilih pemimpin.
Asam
garam pengalaman setidaknya mampu membuat masyarakat mengerti,
sehingga perlu tindakan kehati hatian dalam memilih. Masyarakat mestinya sudah
paham sehingga tak mesti bingung dalam menentukan pilihan. Apalagi para
kandidat yang maju sebagian besar sudah diketahui perangai dan
karakteristiknya, sehingga tidak ada alasan untuk menyebut kekeliruan.
Persoalannya
adalah benarkah masyarakat mampu menjadikan pengalaman sebagai dasar
tindakan yang lebih cerdas dalam memilih pemimpin? Mestinya bisa, tapi
entahlah. Bisa jadi sebagian dapat mengambil pelajaran tetapi sebagian lagi
tidak atau ragu.
Mengapa
ragu? Sebab ternyata masyarakat juga sedang bereksperimen. Mereka juga sedang
mencari celah untuk memperdaya calon, agar bertindak prakmatis. Para pemain
lapangan (tim sukses) terkadang dengan berbagai cara menyodorkan
pemikiran "keliru" sehingga sang calon terbawa arus dan akhirnya
melahirkan tindakan kamuflase, dengan argumen pencitraan, dengan tujuan menuai
simpati. Bahkan tidak jarang sang calon melakukan tindakan konyol dan
kebohongan publik bak "musang berbulu ayam".
Mereka
ingin tampil bak malaikat penyelamat. Membangun citra seolah olah dialah orang
yang paling peduli dengan masyarakat, padahal sesungguhnya musang ya tetap
musang walaupun sudah berdandan seperti ayam.
Dalam
pergulatan permainan yang serba sandiwara, baik yang dilakoni masyarakat,
timses, maupun calon apa akhirnya yang terjadi? Tentu akan jauh dari harapan.
"Jauh panggang dari api". Yang tersisa hanya keluh kesah dan
kekecewaan.
Pemimpin
yang lahir dari kondisi perpolitikan tipu tipuan ini, dapat kita duga terjadi
yaitu seperti sekumpulan ayam yang terpilih musang sebagai pemimpin, atau
sekelompok domba yang terpilih serigala.
Menurut
hemat saya inilah yang perlu menjadi perhatian bagi semua kita terutama
masyarakat pemilih. Introspeksi dan sadarlah, bahwa pemilihan kepala daerah ini
adalah sesuatu yang sangat penting dan sesuatu yang harus kita pertanggung
jawabkan hingga di yaumil Mahsyar. Pemimpin yang kita pilih akan berpengaruh
terhadap bukan saja kemajuan daerah tetapi keadaan kehidupan masyarakat.
Pemimpin
adalah ujian bagi rakyat, bahkan salah satu cara Allah menyiksa umatnya adalah
dengan mengirimkan pemimpin yang zalim. Sepatutnya masyarakat pemilih benar
benar harus berpikir dan menimbang sejernih mungkin dan bermohon kepada Allah agar tidak ditunjukan kepada pilihan yang salah.
Gunakanlah
senjata terkuat kita yaitu berdoa agar kita memilih pemimpin yang benar benar
berpihak ke pada kepentingan masyarakat.
Masyarakat
pemilih sepatutnya tidak terpengaruh dengan tipuan tipuan yang disebut
pencitraan. Percayalah bahwa sesungguhnya setiap kita dibekali entah yang
namanya insting, filing, dan perangkat lainnya sehingga kira dapat mengetahui
mana yang tebu mana yang teberau, mana yang padi mana yang lalang.
Pada
sisi lain, kita juga diberikan Tuhan untuk dapat menilai siapapun itu melalui,
perangai, perilaku, gestur tubuh, dan jejak langkah masa lalu. Dengan bekal
yang ada, mestinya jika bekal yang ada dalam diri, kita gunakan semaksimal
mungkin maka seharusnya kita akan mampu melahirkan pemimpin yang benar benar
memperhatikan masyarakat.
Berhentilah
berkamuflase, jangan mudah tertipu, sebab orang tua tua kita selalu berpesan
mengenai karakter seseorang sangat sulit untuk dirubah, seperti pepatah
"berubah takuk, dua tanggam".
Bagi
rakyat, pilkada adalah momen penting bagi perubahan untuk lebih baik. Jangan
sia siakan peluang yang ada. Bangunlah harapan besar, jangan anggap Pilkada
kerja main main, jangan sampai terpengaruh oleh mainan orang.
Penulis: Frederick Mzaq
(Penimba Inspirasi Jalan Setapak Masyarakat Akar Rumput)