RAMALAN Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) bukan hasil mimpi semalam, bukan pula nujum. Ia hasil kerja rasional
berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan, kejujuran, ketelitian, dan kehati-hatian.
Karena itu, hasilnya mestinya menjadi rujukan dalam bertindak.
Disebut sebagai rujukan bertindak karena
penyelenggaraan meteorologi, klimatologi dan geofisika pertama dan terutama
untuk mendukung keselamatan jiwa dan harta dari bencana alam.
Karena itulah, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009
tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika mewajibkan pemerintah,
pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lain untuk menggunakan data dan
informasi BMKG dalam penetapan kebijakan di sektor terkait.
Meski disebut wajib, terus terang saja, ramalan BMKG
masih dianggap sebagai angin lalu. Akibatnya, bencana alam yang belakangan ini
terjadi tidak mampu diantisipasi. Padahal, sejak Oktober 2020, BMKG telah
mengeluarkan informasi potensi bencana bersamaan dengan prakiraan musim hujan.
Hampir semua pemerintah daerah yang daerahnya kini
dilanda bencana lalai melakukan antisipasi secara maksimal. Kepala daerah
terkaget-kaget, bahkan linglung, setelah bencana datang. Rakyat pun menderita
akibat bencana yang mencabut nyawa.
Eloknya, berdasarkan data dan informasi meteorologi,
klimatologi dan geofisika, pemerintah daerah melakukan intervensi kebijakan dan
menyiapkan anggaran. Misalnya, mempersiapkan tempat evakuasi dengan mematuhi
protokol kesehatan.
Baca Juga:
5 Bencana Melanda Indonesia di Awal Tahun 2021
Presiden Joko Widodo sejak 2019 sudah mengingatkan
bahwa Indonesia adalah negara paling rawan bencana. Presiden menekankan
perlunya dilakukan edukasi secara besar-besaran kepada masyarakat bahwa daerah
kita memang rawan bencana. Edukasi ini harus dilakasanakan intensif kepada
anak-anak di sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Dalam keterangan persnya yang ditayangkan kanal
YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (15/1), Presiden kembali mengimbau
masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kondisi cuaca ekstrem.
Masyarakat diminta rajin memperhatikan informasi cuaca yang disampaikan BMKG.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati pada Jumat (15/1)
juga mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dalam menghadapi
multirisiko baik dari aspek cuaca, iklim, gempa atau tsunami yang semakin
meningkat terutama memasuki Januari, Februari hingga Maret.
Januari-Februari memasuki puncak musim hujan karena
itu perlu ditingkatkan kewaspadaan terhadap bencana hidrometeorologi. Daerah
dengan potensi banjir menengah, yaitu Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Papua.
Selain potensi banjir, BMKG juga meramalkan
terjadinya gelombang tinggi di sejumlah perairan yang dapat mengganggu pelayaran.
BMKG juga
mengingatkan pada tujuh hari ke depan terdapat prospek pertumbuhan awan
konvektif (cumulonimbus) bercampur dengan awan konvektif lainnya di sejumlah
wilayah di Indonesia. Akibatnya, berpotensi mengganggu penerbangan pada
sebagian besar wilayah Indonesia bagian tengah hingga bagian timur.
Memperhatikan ramalan cuaca sudah menjadi bagian
gaya hidup peradaban modern. Karena itu, perlu membangun masyarakat peduli
cuaca agar tidak menjadi bangsa mati rasa atas ramalan BMKG.
Sumber: https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2224-bangun-bangsa-peduli-cuaca