Foto: Tonny Mahardika |
Seperti Tonny Mahardika, pria 35 tahun asal Bogor
ini memulai perjuangannya sebagai bos toko gitar dari seorang pengamen jalanan.
Kondisi fisik Tonny juga tak sempurna, dia tak lagi memiliki 4 jari jemari pada
tangan kirinya.
Sudah belasan tahun Tonny kehilangan 4 ruas jari jemarinya, namun hal itu justru menjadi kilas balik hidupnya. Perjalanan panjang dimulai sejak dirinya kehilangan bagian tubuhnya itu.
"Awalnya saya kerja di pabrik sejak 2004, suatu
waktu di 2006 saya kecelakaan kerja, putus jari saya empat ini karena
mesin," kata Tonny mengawali perbincangannya dengan detikcom.
Dua tahun setelah kecelakaan itu, pabrik tempat
Tonny bekerja melakukan PHK besar-besaran, Tonny pun berhenti bekerja sebagai
pegawai pabrik. Sejak saat itu, Tonny pun memilih menjadi pengamen untuk
menyambung hidup.
Bukan tanpa perjuangan, Tonny memilih menjadi
pengamen pun sambil mencari pekerjaan. Namun kondisi fisiknya nampaknya
menyulitkan untuknya mendapat pekerjaan.
"Jadi pengangguran nih, saya iseng lah ngamen
tuh buat makan lah, sambil nyari kerja tapi. Itu rasanya susah banget dapat
kerja apalagi ngeliat kondisi saya begini kan," ujar Tonny sambil menunjuk
jarinya yang hilang.
Tiba lah di suatu hari dia merasa mendapatkan
peringatan untuk tidak lagi jadi pengamen. Di hari itu dia mendapati sebuah
selebaran dari dealer motor, di dalamnya bertuliskan promo untuk kredit motor
dengan uang muka cuma Rp 500 ribu.
Dari situ dia langsung merasa nampaknya angkutan
umum yang menjadi sasarannya untuk ngamen akan berkurang seiring dengan
bertambahnya kepemilikan motor yang murah meriah. Tonny pun berpikir mencari
cara untuk mendapatkan pekerjaan lain.
"Nah di situ saya pikir ini banyak orang bakal
punya motor nih, angkutan umum pasti bakal kurang, tempat ngamen saya hilang
dong. Nggak bisa jadi pengamen lagi kalau gini," ungkap Tonny.
Setelah berpikir panjang, akhirnya dia memutuskan
untuk menjadi sales sparepart motor. Profesi baru ini dia geluti di akhir tahun
2012, dia mengaku cukup sukses dalam menjalani usahanya kali ini.
Dia bercerita dalam waktu empat bulan saja dirinya
sudah mampu membeli motor sendiri. Motor baru, cash pula. Dia juga mengatakan
aset yang dijualnya pun sudah pernah mencapai Rp 100 juta.
"Saya bilang cukup sukses di situ, saya jalan
2012 akhir, empat bulan kemudian saya bisa beli motor baru, cash lho itu, di
awal 2013. Aset saya juga sudah hampir Rp 100 juta," kata Tonny.
Namun, kesuksesan itu bagaikan hilang dalam sekejap
setelah di sekitar tahun 2015 Tonny menghadapi serangan barang impor dan perang
harga. Masyarakat saat itu beralih ke produk impor yang lebih murah, barang
milik Tonny tak lagi laku.
Padahal suatu ketika Tonny baru saja membelanjakan
uangnya hingga puluhan juta untuk membeli stok barang baru. Saat dia mau
mengirimkannya ke toko langganan tidak ada yang mau menerima.
Pada saat itu Tonny sudah sangat optimis barangnya
akan laku, sehingga hampir seluruh uangnya dibelanjakan membeli stok dan hanya
menyisakan Rp 1,2 juta di dalam sakunya. Itu pun Rp 500 ribunya digunakan untuk
membayar kost. Otomatis sisa uang di tangannya cuma Rp 700 ribu.
"Stress dah saya di situ. Barang kita nggak
laku, nggak kena harganya. Terus uang saya waktu itu juga mentok Rp 1,2 juta,
bayar kosan Rp 500 ribu sendiri, sisa Rp 700 ribu lah di situ," ujar
Tonny.
Singkat cerita, Tonny pun menghibur diri dengan
mengunjungi warnet. Hari itu, Tonny iseng browsing mencari informasi bisnis
yang bisa digelutinya. Tak lama kemudian dia menemukan beberapa platform
e-commerce. Saat itu platform e-commerce tak sebanyak sekarang, bahkan bisa
dibilang masih tergolong barang baru.
Maka dari itu Tonny mulai mempelajarinya, membuat
akun dan belajar berbagai sistem penjualannya. Namun, dia mengaku saat itu tak
tahu mau menjual apa, sementara itu sparepart motor miliknya pun tak cocok
dijual eceran secara online.
"Saya bilang ini apaan ya pengen tahu aja, oh
ini toko online, punya usaha nggak mesti punya toko aja bisa, wah canggih nih.
Saya coba aja buat akun di situ, gaptek kan, belajar aja dulu lah saya soal
platform itu, mikir produk yang mau dijual aja belum kepikiran itu," kisah
Tonny.
Namun pada suatu siang saat dirinya sedang iseng
bermain gitar ide usaha pun muncul. Dia berpikir kenapa dirinya tidak menjual
gitar saja, apalagi dirinya pun paham seluk beluk gitar.
Lihat Juga:
Ajari Aku Mencintaimu, Syair Kehidupan (Puisi Musikalisasi). Taman Hati Kita
Puisi Tumpukan Cucian (Sumber Mata Air We Babene Kateri-Malaka) Belajar Dari Mata Air
Penyair, Karangan Kahlil Gibran (Puisi Musikalisasi di Gua Alam Kateri-Malaka-Timor-NTT)
"Waktu itu lagi mengenang masa ngamen lah, terus
kepikiran deh, kenapa gue nggak jualan gitar aja nih? Kita kan tahu gitar bagus
gimana, jelek gimana, belinya di mana, harganya berapa," ujar Tonny.
Dengan sisa uang saku Rp 700 ribu yang dimilikinya
tanpa pikir panjang dia langsung menuju agen penjual alat musik. Dengan uang
yang dimilikinya saat itu dia mengaku mendapatkan 3 buah gitar.
Gitar-gitar itu langsung Tonny pasarkan di platform
toko online. Laris manis, gitar-gitar yang dia jual pun langsung terjual. Sejak
saat itu dia pun langsung yakin usaha ini adalah jalannya untuk bisa bertahan
dan maju ke depan.
"Sampai suatu hari saya punya sekitar 36 gitar.
Saya dapat omzet lebih dari Rp 6 juta, saya langsung bilang wah ini dia
jalannya. Dalam dua minggu usai jual online itu, berdirilah toko benerannya
Rock Musik Kedoya," cerita Tonny.
Perjuangan baru pun ditempuh Tonny dalam membesarkan
usahanya hingga menjadi sekarang. Sejak 2015 dia bercerita dirinya secara
bertahap naik level, mulai dari jadi reseller, naik menjadi agen, kemudian
distributor, dan kini dia berani memproduksi produk gitarnya sendiri.
Dia bercerita dirinya bekerja sama dengan beberapa
industri rumahan di daerah dalam membuat gitar. Tonny yang mendesain gitar,
bentuk hingga materialnya, industri rumahan yang menggarapnya.
"Ya bisa dibilang saya mulai dari reseller,
kemudian jadi agen, lalu jadi distributor. Kami lemparin barang-barang,
alat-alat musik, dan sparepart ke daerah," kisah Tonny.
"Sampai akhirnya terwujud 2020 kemarin, sekitar
beberapa hari sebelum lebaran kita launching produk kita sendiri, dengan
bendera Rock Music Group alias RMG," pungkasnya.
Tonny mengatakan kini dia sudah membuat dan menjual
23 tipe gitar. Mulai dari ukulele, guitarlele, guitardame, gitar jumbo, bass
akustik, dan lain sebagainya. Dia pun mengatakan dirinya juga mengajak beberapa
musisi bekerja sama membuat gitar-gitar signature alias edisi khusus.
"Saya rangkul juga beberapa artis, om Toto
Tewel, Tipe X, Ale Funky. Jadi kita tawarin mau dibikinin signature-nya nggak?
Nah dari situ, jadi semacam edisi khusus gitu lah. Ini ngebuktiin juga gitar
kita sudah teruji sama musisi langsung kualitasnya," papar Tonny.
Berawal dari menjadi pengamen tanpa 4 jari jemari
kini Tonny telah bertransformasi menjadi bos gitar. Dia mengaku selama ini
omzetnya bisa mencapai Rp 300 juta per bulan dari usaha toko gitarnya ini,
meski saat ini sedang anjlok karena pandemi.
"Kalau sekarang tentative ya, kalau sebelumnya
omzet itu semua ya bisa Rp 300 jutaan sebulan. Kalau profit bersih 30%-an dari
situ lah," kata Tonny.
Kini Tonny mengaku cukup senang dengan jalannya
usaha gitar miliknya. Dia mengungkapkan rencana ke depannya adalah membawa
gitar produknya bisa didistribusikan ke luar negeri. Dia sudah menargetkan 5
negara, mulai dari Australia, Amerika Serikat, Thailand, Malaysia, dan China.
"Dari Australia ini dia sudah terima sampel
dari kita, sudah oke, tinggal tunggu lockdown-lockdown saja selesai di
sana," kata Tonny.
Artikel ini diambil dari:
https://finance.detik.com/solusiukm/d-5371847/inspiratif-kisah-pengamen-tanpa-4-jari-jadi-bos-gitar-beromzet-rp-300-juta/