Guru honorer melakukan demonstrasi di depan Istana Presiden karena gaji yang rendah dan ketidakpastian kerja. |
Kasus pemecatan guru honorer Hervina di Kabupaten
Bone, Sulawesi Selatan yang mengunggah gajinya selama empat bulan sebesar Rp700
ribu di media sosial merupakan satu dari banyak cerita sulitnya perjuangan
tenaga pendidikan itu di Indonesia.
Penyelesaian kasus Hervina yang mengabdikan 16 tahun
sebagai guru honorer dengan mediasi dan kembali mengajar hanyalah solusi jangka
pendek yang tidak menyelesaikan akar permasalahan guru honorer, yaitu upah
minim dan tidak ada kepastian status kepegawaian.
Menurut pengamat pendidikan, permasalahan guru
honorer itu tercipta karena tidak adanya rancangan induk (grand design)
pemerintah tentang guru - banyak yang pensiun tapi sedikit yang direkrut yang
menciptakan bom waktu.
Pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
berupaya menyelesaikan masalah guru honorer dengan program Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Kerja (PPPK) - merekrut satu juta guru.
Namun, sebagian guru honorer menolak cara ini,
khususnya bagi mereka yang sudah tua, hanya lulusan sekolah pendidikan guru -
setara SMA - dan telah mengabdi belasan tahun, sebab PPPK mensyaratkan
pendidikan minimal sarjana.
Berdasarkandata Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sampai 2020 jumlah guru non-PNS
di Indonesia mencapai 937.228 orang. Dari jumlah tersebut, 728.461 di antaranya
berstatus guru honorer sekolah.
Lalu bagaimana sebenarnya kondisi pahlawan tanpa
tanda jasa itu? Wartawan BBC News Indonesia, Raja Eben Lumbanrau mengumpulkan
cerita perjuangan guru honorer di beberapa tempat mulai dari yang dekat dengan
pusat ibu kota negara hingga di pedalaman Kalimantan.
Seluruh identitas guru honorer yang diwawancara
disembunyikan atas permintaan narasumber.
Sekilas
perjalanan kasus Hervina
Hervina, guru honorer yang telah mengajar 16 tahun
mengunggah ke sosial media pada awal Februari lalu tentang jumlah gaji yang
didapat sebesar Rp700 ribu usai mengajar empat bulan - upah minimal regional
Kabupaten Bone sekitar Rp3 juta.
"Iya (Rp700 ribu untuk gaji 4 bulan). Dana BOS
itu kurang tahu berapa, kita tidak pernah rapat, kita tidak tahu standarnya
dana BOS berapa, 4 bulan toh itu 700 ribu," kata Hervina.
Tulisan Hervina yang diunggah ke media sosialnya mengenai rincian gajinya selama empat bulan. |
Setelah unggahan itu, Hervina yang mengajar di
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 169 Sadar, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan dipecat
oleh pihak sekolah lewat pesan singkat.
"Jadi kepala sekolah SD itu punya suami.
Suaminya itu yang WhatsApp Ibu Hervina menyatakan bahwa 'cari maki
sekolah yang lain, yang nagaji tinggiki', yaitu cari sekolah lain yang
kasih gaji tinggi," kata kuasa hukum Hervina, Muh. Ashar kepada wartawan
Darul Amri di Sulawesi Selatan.
"Lalu 6 Februari Hervina tanya ke operator
sekolah dan ternyata dapodik (data pokok pendidikan)-nya sudah dihapus,"
lanjut Ashar.
Hervina usai mediasi di Gedung DPRD Kabupaten Bone. |
Kasus tersebut kemudian mendapat tekanan dari
pemerintah dan masyarakat luas. Setelah melalui beberapa proses, hasilnya,
Hervina dapat kembali mengajar.
"Sudah damai antara pihak yang disaksikan ketua
DPRD, Komisi IV, dan dinas pendidikan. Itu (kembali mengajar) ditunggu dulu di
daftar dapodik-nya ya," kata Kadis Pendidikan Kabupaten Bone Andi Syamsiar
Hali.
Kasus Hervina membuka tabir nasib guru honorer yang
bergulat dengan gaji yang rendah dan perlindungan kerja yang lemah.
Lihat Juga:
Digaji 300 Ribu, Guru Honorer Dilema Antara Keinginan Hati dan Kebetuhan Perut
Terbukti, Banyak Guru Honorer Perlahan Mulai Terdepak
Putus Kontrak, Guru Honorer Minta Pemerintah Tidak DIskriminatif
Guru honorer di
Bogor:15 tahun mengajar gaji dari Rp50 ribu per bulan
Berjarak hanya beberapa jam dari Istana Negara,
tepatnya di Kabupaten Bogor, Dewi merupakan seorang guru honorer dari tahun
2006 hingga sekarang, atau sudah 15 tahun.
Ia sama seperti Hervina, seorang guru honorer SDN
yang digaji menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS).
"Pertama kali lulus SMA diterima jadi guru
honorer dan digaji Rp50 ribu sebulan, lalu naik jadi Rp100 ribu, Rp150 ribu
hingga Rp500 ribu," kata Dewi kepada wartawan BBC News Indonesia Raja Eben
Lumbanrau.
"Setelah 11 tahun naik menjadi Rp1 juta sampai
tahun kemarin menjadi Rp1,5 juta,"
Ribuan guru honorer melakukan demonstrasi di depan Istana Negara. |
Dengan penghasilan itu, Dewi yang telah mendapat
gelar sarjana pendidikan tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Beruntung, ia memiliki suami yang bekerja.
"Penghargaan kepada kami, seperti gaji rendah,
masih di bawah standar. Kalau dibilang cukup, itu tidak etis, sedih rasanya.
"Ditambah lagi, gaji dana BOS datangnya tidak
setiap bulan. Seperti sekarang, dana BOS belum turun ke sekolah. Jadi kami
tidak gajian dari Januari," katanya.
Dewi merasa tidak ada penghargaan dari pemerintah
yang membuat dirinya dapat mengabdi dengan tenang.
Hingga kini Dewi masih bergulat dengan kesejahteraan
padahal jasanya telah membuat anak didiknya dapat mencapai mimpi menjadi
tentara, sarjana dan dokter.
Lalu, apa tanggapan Dewi terkait program PPPK?
"Saya tidak setuju karena itu bukan solusi,
tapi mau tidak mau harus daftar," jelas Dewi.
"Saya sudah berumur 35 tahun, CPNS tahun ini
tidak ada. Kalau tidak dicoba, saya bisa menjadi guru honorer seumur
hidup," jelasnya kemudian, seraya menyebut saat ini jumlah guru honorer
rata-rata lebih dari 50% dari total guru yang mengajar di satu sekolah negeri
di Kabupaten Bogor.
Dewi berharap, pemerintah mempertimbangkan guru
honorer yang telah lama mengabdikan diri, belasan hingga puluhan tahun, agar
mendapatkan prioritas menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Guru honorer di
Bandung: 'Ini pengabdiaan saya'
Bergeser ke Kabupaten Bandung, Shinta sudah 10 tahun
menjadi guru honorer. Awal bekerja ia mendapat gaji sekitar Rp400 ribu per
bulan dan kini mendapat sekitar Rp1 juta per bulan - tergantung lama jam
mengajar dengan hitungan Rp85 ribu per jam.
Ibu tiga anak itu harus mencari kerja sampingan -
membuat bingkai lukisan kanvas- untuk membiayai kehidupan sehari-hari dan
membayar kuliah anak bungsunya di tengah sang suami yang tidak bekerja karena
sakit jantung.
"Sebenarnya sih tidak cukup, terlalu rendah,
tapi ibu terima apa adanya. Insya Allah, Allah akan memberikan yang terbaik
buat ibu," kata Shinta kepada wartawan Yuli Saputra di Bandung.
Guru honorer berdemo. |
Shinta memutuskan tetap menjadi guru di tengah
minimnya penghargaan karena mencintai pekerjaannya.
"Ibu berhak atau wajib mencerdaskan anak
bangsa, walaupun gajinya yang begitu… itulah motivasi Ibu. Ini sebagai
pengabdian Ibu," kata Shinta.
Terkait program PPPK, Shinta akan mencoba karena
tidak ada pilihan.
"Pemerintah harus membuka mata kepada guru-guru
honorer yang kondisinya seperti Ibu yang umurnya sudah menginjak 50
tahun," katanya.
Shinta berharap pemerintah merangkul guru-guru
honorer yang sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun. "Satu kebanggan
kami guru honorer yang sudah tua itu diangkat menjadi guru PNS," katanya.
Guru honorer di
Kalimantan Timur: Kalau saya tidak mengajar, siapa lagi?
Jika guru honorer di pulau Jawa yang dekat dengan
pusat kekuasaan negara saja mengeluh, bagaimana dengan mereka yang mengabdi di
tempat yang jauh dari pandang?
Ruth bertahan menjadi guru honorer SDN selama 12
tahun di daerah pedalaman Kalimantan Timur karena tidak ada yang mau mengajar
di sana.
"Saya bertahan karena kasihan melihat anak-anak
di sini, banyak yang putus sekolah, tidak bisa baca, hitung dan kalau saya
berhenti, tidak ada yang mau mengajar. Seandainya memperhitungkan gaji, sudah
dari dulu saya berhenti," kata Ruth.
Pandemi corona mendorong pemerintah memberlakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara daring. |
Ruth bercerita, awal menjadi guru mendapat Rp150
ribu per bulan, "padahal saya jual sayur satu minggu di pasar saja bisa
dapat Rp200 ribu. Gajinya terlalu rendah," katanya.
Namun Ruth memutuskan tetap menjadi guru karena ia
dan murid saat itu terlanjur akrab dan sayang.
"Lalu saya mengajar sampai gaji Rp300 ribu
hingga sekarang Rp1 juta," kata Ruth yang ditemani satu guru lain mengajar
murid SD dari kelas pertama hingga enam.
Saat ini, akibat wabah virus corona yang melarang
bertemu, Ruth secara sembunyi-sembunyi melakukan tatap muka tiga kali seminggu
dengan murid.
"Tidak bisa belajar online di sini karena internet jelek, dan buat makan saja susah apalagi beli HP. Kalau tidak curi waktu turun mengajar, anak-anak tidak bisa apa-apa. Ini sudah mau kenaikan kelas, anak mengeja bahkan pegang pensil saja tidak bisa, saya sedih lihatnya," katanya.
Saat ini, Ruth menjadi tulang punggung keluarga
karena suaminya sakit dan tidak bisa bekerja. Jadi di sela waktu mengajar, Ruth
bekerja sebagai petani.
Seluruh gajinya diberikan untuk kebutuhan hidup
anaknya yang menempuh pendidikan SMA di Kota Samarinda. "Saya mau anak
saya sukses dan lebih baik dari saya," ujarnya.
Ruth yang hanya lulusan sekolah pendidikan guru
berharap kepada pemerintah agar mengangkatnya sebagai pegawai tetap dengan
memperhitungkan lama pengabdian dan juga daerah ia mengajar, di pedalaman.
"Saya coba PPPK tapi tidak bisa karena minimal
lulus S1, saya jadi PNS juga tidak bisa, tolong perhitungkan jasa saya selama
ini," katanya.
Dengan status sebagai pegawai tetap, ia akan
mendapatkan ketenangan bekerja sebagai guru dan mengabdikan seluruh hidupnya
mengajar anak-anak di pedalaman untuk dapat bermimpi.
Lihat Juga:
Info Kemendikbud, Satu Juta Guru Honorer Siap Jadi PPPK
Tak Ada Batas Usia Untuk Guru Honorer Ikut Seleksi PPPK
Guru Resah Jadi Pegawai Kontrak, Desak Buka Formasi CPNS 2021
Guru honorer di
Kalimantan Barat: 'Saya bertahan karena cinta'
Di suatu kabupaten di Kalimantan Barat, Sari harus
mengajar di tiga sekolah dan memberikan les tambahan demi memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari.
Penghasilan Sari dari guru honorer selama 10 tahun
jauh dari kata cukup. Ia mendapat gaji dari dana BOS sekitar Rp400 ribu per
bulan atau Rp35 ribu per jam.
.
Dua murid sekolah dasar mengikuti proses belajar mengajar secara online di tepi jalan di ruang terbuka. |
"Gaji Rp400 ribu itu sangat tidak cukup, dan
baru diterima 3-4 bulan sekali menunggu dana BOS sampai ke sekolah. Saya masih
bertahan hingga sekarang karena mencintai pekerjaan ini. Jadi saya mengajar di
banyak tempat untuk bertahan, tapi sampai kapan saya bisa seperti ini?"
kata Sari.
Sari berharap sentuhan tangan dari pemerintah.
"Di daerah saya, banyak guru honorer yang hanya
lulus SMA, tidak S1, khususnya di pedalaman-pedalaman yang sudah mengabdi
puluhan tahun. Kami bertahan karena mencintai pekerjaan dan anak-anak,"
ujarnya.
Guru honorer di
Sulawesi Selatan: Gaji berkali lipat di bawah UMR
Di selatan Pulau Celebes, selesai kuliah tahun 2007,
Putri bekerja menjadi guru honorer dengan gaji Rp300 ribu selama tiga tahun
yang kemudian naik menjadi Rp500 ribu.
Tujuh tahun berlalu, terjadi pergantian kepala
sekolah dan gaji Putri turun menjadi Rp90 ribuan per bulan hingga sekarang -
dibayar pertiga bulan karena berasal dari dana BOS.
"Alasan kepala sekolah karena berdasarkan jam
mengajar, bukan lama pengabdian," kata Putri yang telah mengabdi sekitar
14 tahun.
Foto di sekolah di Malang. |
Jumlah gaji tersebut kata Putri jauh dari kata
cukup, "di bawah standar, bahkan dibandingkan sama cleaning service yang
dapat UMR saja kita berapa kali lipat di bawahnya," keluh Putri.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Putri pun membuka
usaha jual beli online dan kuliner.
"Usia saya sudah tidak muda, teman-teman yang
lain ada yang mengabdi 20 tahun, 25 tahun dan masih honorer sampai sekarang.
Kami harap tolong sedikit saja disejahterakan," kata Putri.
Mengapa
penghargaan guru honorer tidak layak?
Pakar Pendidikan dari Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung, Cecep Darmawan mengatakan, permasalahan guru honorer muncul
karena pemerintah tidak memiliki rancangan induk (grand design) tentang guru.
"Di UU ASN, UU Guru dan Dosen, tidak dikenal
guru honorer, yang ada guru ASN dan guru Yayasan. Guru ASN itu ada PPPK dan
PNS. Nah, kenapa muncul guru honorer karena kelalaian pemerintah untuk segera
mengangkat guru-guru menjadi ASN, banyak guru pensiun sementara yang diangkat
minim," kata Cecep.
Minimnya jumlah guru ASN menyebabkan sekolah menjadi
dilema.
"Menunggu guru ASN sulit dan lama, akhirnya
diangkat guru-guru yang diberi label honorer. Ini menurut saya kelalaian
pemerintah yang menjadi bom waktu," tambah guru besar UPI tersebut.
Pengangkatan guru honorer ini, kata Cecep, kemudian
mengandalkan anggaran dana BOS yang terbatas, akibatnya gaji para guru honorer
menjadi tidak layak.
Guru honorer dari berbagai daerah berunjukrasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (30/10/2018) |
Untuk itu, kata Cecep, pemerintah harus segera
membuat pemetaan untuk kemudian mengangkat guru honorer dengan memprioritaskan
mereka yang sudah memberikan pengabdian lama.
"Mereka yang di bawah 35 tahun diangkat PNS,
yang usia di atas itu jalur PPPK. Ada target waktu dan peta jalannya. Kalau
tidak saya khawatir kita akan darurat guru.
"Jadi kebijakan yang sifatnya afirmatif.
Dihitung saja oleh pemerintah, berapa banyak yang sudah mengabdi lebih dari
sepuluh tahun."
"Kalau saya, angkat saja itu tanpa tes PPPK.
Tentu yang memenuhi persyaratan. Logikanya, mereka sudah 10 tahun jadi guru, masa
belum profesional," kata Cecep.
Setelah diangkat, ujar Cecep, kemudian dilakukan
pelatihan sesuai yang dipersyaratkan seperti pendidikan profesi guru (PPG).
Apa upaya
Kemendikbud?
Terkait dengan perlindungan kerja dan kesejahteraan
guru, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan pada Kementerian Pendidikan, Iwan
Syahril mengatakan, rekrutmen ASN-PPPK menjadi salah satu solusi untuk
menyelesaikan masalah kekurangan guru, kesejahteraan guru honorer, hingga
perlindungan kerja guru di berbagai daerah.
"Gaji dan tunjangan PPPK sama dengan PNS. Hal
ini akan menjawab persoalan kesejahteraan guru honorer," tegas Iwan dalam
siaran pers yang merespon kasus Hervina.
"Selain itu, pada manajemen PPPK, terdapat
pasal pemutusan hubungan perjanjian kerja yang sudah diatur dan ada prosedurnya
sehingga bisa memberikan perlindungan kerja kepada guru," lanjutnya.
Namun saat dihubungi BBC News Indonesia lebih lanjut
mengenai keluhan para guru honorer dan upaya pemerintah untuk menyelesaikan
masalah guru honorer itu, Iwan tidak merespon.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim berswafoto dengan sejumlah penari di Sanggar Seni Nani Bili Kota Sorong, Papua Barat, Rabu (10/02) |
Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan,
pemerintah akan membuka seleksi formasi guru PPPK hingga satu juta yang tidak
terpengaruh batas usia dan lama bekerja.
Perekrutan PPPK dijadwalkan akan dimulai Juni
mendatang. Guruhonorer yang bisa mendaftar adalah mereka yang tercatat di dapodik dan
lulusan pendidikan profesi guru (PPG) yang saat ini tidak mengajar.
Setiap pendaftar diberi kesempatan mengikuti ujian
seleksi sampai tiga kali. Kemendikbud juga menyediakan materi pembelajaran
secara daring dan seluruh biaya penyelenggaraan ditanggung negara.
"Semua guru honorer bisa mengikuti tes tersebut
tapi yang akan diangkat menjadi guru P3K hanya yang lulus tes, berapa pun
jumlahnya. Kalau yang lulus tes 200.000 berarti 200.000 yang diangkat,"
kata Nadiem dalam Taklimat Media tentang Capaian Program Prioritas Tahun 2020
dan Program Prioritas Tahun 2021 secara Daring, Selasa, (05/01).
Apa kata
pemerintah daerah?
Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman
Sulaiman menyebut, kesulitan hidup yang dialami para guru honorer telah menjadi
rahasia umum.
Permasalahan guru honorer, tambah Sulaiman, muncul
karena belum adanya model acuan dan alokasi anggaran yang tepat di tengah
jumlah guru honorer yang banyak.
"Memang miris sekali melihat guru honorer ini,
tapi di sisi lain kita sudah menganggarkan 39,89%, lebih dari target nasional-
APBD 2020 sebesar Rp4,27 triliun," kata Sulaiman.
"Kalau kita mau perhatikan mutu pendidikan
apalagi ini adalah jalur program prioritas Bapak Presiden Jokowi, kita harus
berembuk bersama ini modelnya bagaimana, kemudian bagaimana untuk sejalan
dengan kesejahteraan dengan peningkatan kualitas," tambah Sulaiman.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat,
Dedi Sopandi menyebut wilayahnya telah melakukan beberapa upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan guru honorer.
Upaya pertama adalah melalui sertifikasi guru
honorer sebanyak 1.641 guru dari total guru honorer sekitar 22 ribu di Jawa
Barat.
"Bagi guru honorer yang sudah disertifikasi ada
tambahan tunjangan sebesar Rp 1,5 juta per bulan. Belum lagi honor bulanannya
dari Pemerintah Jawa Barat menyesuaikan dengan UMK sekitar Rp 3 jutaan, lalu
ada biaya jam mengajar [Rp80 ribu perjam]. Jadi ini perbedaan antara Jawa Barat
dengan provinsi lain," kata Dedi.
Kedua adalah melalui tes PPPK. Tahun 2020, ada 620
lulusan PPPK di Jawa Barat. Dedi mengatakan, melalui PPPK akan ada jaminan
kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan hanya guru honorer biasa.
"Jadi kita pun juga mohon untuk dibuka
seluas-luasnya kesempatan dan jumlah dari PPPK untuk guru honorer dalam rangka
mengatasi akan terjadi kekurangan guru PNS karena mereka akan pensiun,"
katanya.
Ketiga, Pemprov Jabar pada November tahun lalu telah
mengeluarkan fasilitas subsidi kredit perumahan - dinamakan Bataru atau Bakti
Padamu Guru.
Berdasarkandata Kemendikbud, pada 2020 jumlah kekurangan guru mencapai 1.020.921
orang. Angka ini kemudian diprediksi naik pada 2021 mencapai 1.090.678 orang
karena jumlah yang pensiun 69.757 guru.
Tahun 2022 kekurangan guru menjadi 1.167.802 orang
dan hingga 2024 kekurangan guru diprediksi hingga 1.312.759 orang.
Di sisi lain, sampai 2020 jumlah guru non-PNS di
Indonesia mencapai 937.228 orang. Dari jumlah tersebut, 728.461 di antaranya
berstatus guru honorer sekolah.
****
Referensi Artikel:
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-56094473