Cerita tentang Untung Surapati ini ditulis FH
Wiggers dan diterbitkan tahun 1898 dengan judul Dari Boedak Sampe Djadi Radja.
Penulis pribumi yang juga menulis tentang kisah ini adalah sastrawan Abdul Muis
dalam novelnya yang berjudul Surapati.
Untung ketahuan hubungan asmaranya fengan Suzana
anak majikannya. Ia lantas dibui. Ternyata Untung berhasil kabur dari penjara.
Dalam pelarian, Untung bergabung dengan masyarakat
penentang VOC. Ia berkeliaran di sekitar kota Batavia, membuat onar di sekitar
Pecenongan (Sawah Besar), Depok, dan Angke.
Kompeni pusing menghadapi ulahnya. Mereka justru
menawari Untung jabatan kemiliteran, dengan pangkat letnan (pangkat tertinggi
di VOC untuk bumiputera). Untung diminta untuk menjemput Pangeran Purbaya,
putera Sultan Ageng Tirtayasa Banten.
Untung berhasil menemukan persembunyian pasukan
Pangeran Purbaya, dan dua istrinya yang bernama Raden Ayu Gusik Kusuma (putri
dari kerajaan Mataram) dan Ambo Mayangsari di Cikalong, Jawa Barat.
Selain Untung, datang satu peleton pasukan kompeni
lain di bawah pimpinan Letnan Kueffler. Tentara Belanda totok itu melecehkan
Gusik Kusuma dan Mayangsari. Akibatnya, Untung marah besar dan membunuh seluruh
peleton letnan Kueffler, Untung justru berpihak pada Pangeran Purbaya.
Gusik Kusumo minta pulang ke ibukota Mataram. Sedang
Pangeran Purbaya akan menyerahkan diri kepada Belanda di Batavia, Gusik tidak
setuju niat suaminya. Untung menceritakan kalau dirinya akan menjadi buronan
serdadu kompeni karena telah membunuh Kueffler .
Untung mengawal Gusik mencari perlindungan ke
Kasultanan Cirebon untuk selanjutnya menuju ke Mataram. Sultan Cirebon masih
mempunyai hubungan keluarga dengan Gusik.
Untung dan Gusik yang telah menjalin hubungan asmara
bergerak menuju Cirebon. Sultan Cirebon sangat gembira menerima kedatangan
Untung, Gusik dan teman-temannya.
Lihat Juga:
Operasi Perawat, Misi Gerilyawan Surabaya yang terlupakan
Wisata Sejarah Jong Dobo, Mitos Kutukan Kapal Nan Misterius di Kabupaten Sikka-Maumere-NTT
Heboh Fenomena Baikal Zen, Batu "mengambang" di danau tertua di dunia
Gusik menceritakan peristiwa yang dialami, mulai
dari kepergiannya meninggalkan suami sampai pertemuannya dengan Untung. Sultan
Cirebon prihatin akan nasib keponakannya, tetapi juga bangga meski seorang
wanita tapi tidak gentar melawan kompeni.
Tahun 1685, Untung mendapatkan tambahan nama
Surapati dari Sultan Cirebon karena berhasil memberantas perampok pimpinan
Surapati.
Sultan menyarankan agar Untung meneruskan perjalanan
ke Kartasura. Sultan khawatir kompeni akan menyerang, padahal Cirebon hanya
memiliki prajurit dalam jumlah terbatas.
Untung akan mendapat perlindungan di Kartasura
karena memiliki prajurit dengan jumlah yang sangat besar. Ayah angkat Gusik
adalah Patih Mangkubumi.
Kemudian Gusik mengutarakan niatnya untuk pulang ke
Kartasura. Ia rindu kepada keluarganya di keraton Mataram. Selain itu harus
secepatnya diberitahu kalau dirinya sudah meminta izin pulang pada suaminya
Pangeran Purbaya. Pernikahannya dengan Purbaya atas kehendak Sunan Amangkurat,
jadi apapun yang terjadi harus dilaporkan ke Mataram.
Di Kartasura, Untung disambut sebagai pahlawan oleh
banyak petinggi istana. Secara diam-diam Sunan Amangkurat II pun juga mendukung
Untung Surapati sebab ia sedang menghadapi konflik dengan Pangeran Puger,
pamannya, yang hendak menjadi raja dengan meminta dukungan VOC.
Tahun 1686, Untung berhasil mengalahkan pasukan
Belanda yang datang hendak menangkapnya di Kartasura. Kapten Tack, pimpinan
pasukan Belanda, mati terbunuh. Untuk menghindari pembalasan Belanda, Untung
bersama Gusik Kusumo mengungsi ke Kediri lalu bergeser ke Pasuruan.
Di Pasuruan, Untung menjadi bupati, membangun
kadipaten, berkuasa sekitar 20 tahunan di sana. Pada bulan antara
september-oktober 1706, Untung gugur saat Bangil, Pasuruan diserbu VOC.
Referensi Artikel ini: